KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) menyampaikan kabar baik dari dunia perbankan. Kredit perbankan menunjukkan pertumbuhan impresif sebesar 12,15 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Mei 2024, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menandakan geliat pemulihan ekonomi di berbagai sektor terutama perdagangan, industry, dan jasa.
Di balik lonjakan ini, terdapat 2 faktor utama yang saling menopang. Pertama, meningkatnya minat penyaluran kredit oleh bank. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa factor seperti peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8,63 persen (yoy), yang menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan, strategi realokasi alat likuid oleh perbankan, yang mencerminkan optimism mereka terhadap prospek ekonomi, serta dukungan likuiditas dari BI melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Kedua, pertumbuhan permintaan kredit yang kuat. Hal ini didorong oleh kinerja korporasi yang solid, dengan pertumbuhan penjualan dan belanja modal yang positif. Hal ini meningkatkan kebutuhan pembiayaan modal kerja dan investasi.
Konsumsi rumah tangga yang kuat, terutama di kelas menengah dan atas. Peningkatan ekspektasi penghasilan mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi mereka.
"Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh kinerja korporasi dan rumah tangga yang baik. Pertumbuhan penjualan dan belanja modal korporasi tetap positif sehingga mendorong kebutuhan pembiayaan modal kerja dan investasi," papar Gubernur BI, Perry Warjiyo, ketika menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juni, dikutip Minggu, 23 Juni 2024.
Pertumbuhan kredit ini terdistribusi secara merata di berbagai jenis kredit, yaitu kredit investasi, yang tumbuh sebesar 14,80 persen (yoy), kredit modal kerja, yang tumbuh sebesar 11,59 persen (yoy), kredit konsumsi, yang tumbuh sebesar 10,47 (yoy).
Selain itu, pembiayaan syariah juga menunjukkan pertumbuhan tinggi sebesar 14,07 persen (yoy), sedangkan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tumbuh sebesar 6,74 persen (yoy).
Melihat tren positif ini, BI memprediksi bahwa pertumbuhan kredit di tahun 2024 akan berada di kisaran 10-12 persen. Angka ini menunjukkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi Indonesia yang semakin kuat dan berkelanjutan.
Kredit Perbankan 2023
Sementara itu pada 2023, perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan yang moderat, yaitu sebesar 10,38 persen secara tahunan (yoy). Angka ini melambat dibandingkan tahun 2022, namun masih dalam kisaran target BI sehingga menunjukkan bahwa sektor perbankan tetap menjadi penopang ekonomi di Tengah badai ketidakpastian global.
Meskipun melambat, beberapa sektor menunjukkan geliat yang menjanjikan. Kredit investasi dan kredit modal kerja menjadi pendorong utama, didorong oleh bangkitnya kinerja korporasi dan optimisme di kalangan pengusaha. Di sisi lain, kredit konsumsi juga menunjukkan pertumbuhan yang stabil, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang masih kuat, terutama di kelas menengah dan atas.
Tak hanya itu, sektor syariah dan UMKM pun tak mau kalah. Pembiayaan syariah melesat dengan pertumbuhan 14,07 persen, menunjukkan semakin tingginya minat masyarakat terhadap produk keuangan syariah. Sementara itu, kredit UMKM, meskipun tumbuh lebih lambat, tetap menunjukkan peran penting dalam mendukung sektor usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Di balik pertumbuhan ini, terdapat beberapa faktor pendorong yang patut diapresiasi. Meningkatnya DPK perbankan menjadi bukti kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan. Strategi realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan dan dukungan likuiditas dari Bank Indonesia melalui KLM juga menjadi faktor penting yang membantu mendorong pertumbuhan kredit.
Proyeksi Pertumbuhan Kredit Perbankan
Menurut BI, pertumbuhan kredit perbankan di tahun 2025 diperkirakan akan berada di kisaran 11-13 persen. Proyeksi ini didasarkan pada beberapa faktor, antara lain factor pendukung seperti membaiknya kondisi ekonomi, yang diperkirakan kondisi ekonomi Indonesia akan terus membaik di tahun 2025, dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di kisaran 5-5,5 persen. Hal ini akan mendorong permintaan kredit dari sektor usaha dan rumah tangga.
Kedua, pemerintah memprioritaskan peningkatan investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini akan meningkatkan kebutuhan pembiayaan dari sektor perbankan. Kedua, digitalisasi ekonomi yang semakin pesat akan menciptakan peluang baru bagi sektor usaha, sehingga meningkatkan permintaan kredit. Sementara yang terkahir perbankan Indonesia memiliki permodalan yang kuat dan kualitas kredit yang baik. Hal ini memungkinkan perbankan untuk menyalurkan kredit secara lebih prudent.
Namun demikian terdapat setidaknya dua tantangan besar yakni kenaikan suku bunga acuan. BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga secara bertahap di tahun 2025 untuk mengendalikan inflasi. Hal ini dapat membebani sektor usaha dan sedikit menurunkan permintaan kredit. Tarakhir, ketidakpastian global, seperti perang di Ukraina dan kenaikan harga energi, dapat berdampak negatif terhadap ekonomi Indonesia dan menurunkan permintaan kredit. (*)