Logo
>

Laba Antam Kuartal I 2025 Naik 10 Kali Lipat: Rp2,32 Triliun

Antam catatkan lonjakan laba bersih 1.001 persen pada kuartal I 2025, ditopang penjualan emas dan efisiensi biaya.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Laba Antam Kuartal I 2025 Naik 10 Kali Lipat: Rp2,32 Triliun
Tangkapan layar YouTube Antam. (Foto: Dok. Antam)

KABARBURSA.COM - PT Aneka Tambang Tbk atau Antam (ANTM) membukukan kinerja keuangan positif pada kuartal I 2025, mencatatkan pertumbuhan laba bersih signifikan periode itu.

Laba Antam di kuartal I 2025 melonjak 10 kali lipat menjadi Rp2,32 triliun, melonjak 1.001,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebesar Rp210,59 miliar.

Antam juga mencatat peningkatan EBITDA sebesar menjadi Rp3,26 triliun pada kuartal I 2025, meningkat 518 persen dari periode serupa tahun lalu Rp527,61.

Selain laba bersih, Antam turut mencatatkan kenaikan laba kotor menjadi Rp3,64 triliun, melonjak lebih dari tiga belas kali lipat. Selain itu, laba usaha Antam berbalik positif menjadi Rp2,69 triliun, dari sebelumnya mencatatkan rugi Rp491,19 miliar. 

Laba bersih per saham dasar (EPS) ikut melonjak 794 persen menjadi Rp88,69, disertai peningkatan total aset sebesar 17 persen menjadi Rp48,30 triliun, dan kenaikan ekuitas sebesar 10 persen menjadi Rp34,62 triliun.

Direktur Utama Antam Nico Kanter mengatakan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil implementasi strategi pemasaran inovatif dan pengendalian biaya yang ketat. 

"Kami terus mengedepankan operation excellence dan penerapan good mining practices sehingga dapat mengoptimalkan kinerja perusahaan," ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip, Sabtu, 10 Mei 2025.

Nico menambahkan, Antam juga terus melakukan strategi pemasaran yang inovatif, efisiensi biaya, serta menjaga struktur cash cost yang kompetitif. 

Adapun secara total, sepanjang kuartal I 2025 Antam mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp26,15 triliun, naik signifikan 203 persen dibandingkan Rp8,62 triliun pada periode yang sama tahun lalu. 

Penjualan domestik mendominasi 95 persen dari total pendapatan atau sebesar Rp24,83 triliun. Komoditas emas menjadi tulang punggung pendapatan, dengan nilai penjualan mencapai Rp21,61 triliun atau naik 182 persen dan menyumbang 83 persen dari total penjualan. 

Volume penjualan emas juga meningkat signifikan sebesar 93 persen menjadi 13.739 kg, didorong oleh peluncuran aplikasi ANTAM logam mulia yang mempermudah transaksi emas fisik secara digital.

Segmen nikel dan bauksit juga memperlihatka  pertumbuhan gemilang. Total penjualan nikel (feronikel dan bijih nikel) melonjak 581 persen menjadi Rp3,77 triliun. Produksi feronikel tercatat sebesar 4.498 ton nikel dalam feronikel (TNi), sementara volume penjualan mencapai 4.839 TNi.

Produksi bijih nikel juga  mengalami kenaikan drastis sebesar 221 persen menjadi 4,63 juta wet metric ton (wmt), sejalan dengan pertumbuhan penjualan bijih nikel sebesar 281 persen menjadi 3,83 juta wmt.

Sementara itu, komoditas bauksit dan alumina mencatatkan penjualan sebesar Rp708,75 miliar, naik 102 persen dibandingkan kuartal I tahun lalu. Produksi bijih bauksit meningkat 328 persen menjadi 653.781 wmt, dan penjualan alumina mencapai 44.048 ton, tumbuh 4 persen secara tahunan.

Emas Menguat, Pasar Waspada Jelang Negosiasi AS-China

Sebelumnya diberitakan, harga emas kembali bersinar di akhir pekan. Harga logam mulia ini naik lebih dari 1 persen pada Sabtu, 10 Mei 2025, dini hari WIB,  di tengah pelemahan dolar AS. Pasar tampak penuh kehati-hatian setelah Presiden AS Donald Trump melontarkan komentar soal tarif menjelang pertemuan penting antara AS dan China akhir pekan ini.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, harga emas di pasar spot naik 1,1 persen ke USD3.340,29 per ons. Sementara secara mingguan sudah membukukan kenaikan sekitar 3,1 persen. Emas berjangka AS pun ditutup menguat di posisi USD3.344. 

Logam mulia yang sejak lama dikenal sebagai pelindung nilai di masa penuh ketidakpastian ini telah melonjak lebih dari 27 persen sejak awal tahun.

Penguatan emas juga didorong oleh pelemahan dolar AS yang turun 0,3 persen, membuat harga emas lebih terjangkau bagi pembeli dengan mata uang lain. Trump sempat menyebut bahwa tarif 80 persen untuk barang-barang China “terasa pas,” saat delegasi kedua negara bersiap bertemu untuk meredakan tensi dagang yang sudah berlarut-larut.

Tak hanya perang dagang, ketegangan juga muncul di Asia Selatan. India dan Pakistan kembali saling serang dengan drone dan artileri selama tiga hari berturut-turut, memicu kekhawatiran konflik terburuk antara dua negara bersenjata nuklir itu dalam hampir 30 tahun terakhir.

“Ketidakpastian soal tarif masih menjadi alasan utama investor memburu emas,” ujar David Meger dari High Ridge Futures. Meski begitu, ia memperingatkan bahwa reli emas mungkin tak sekuat beberapa bulan terakhir, dan pasar bisa memasuki fase konsolidasi dalam waktu dekat.

Di pasar fisik, pedagang emas di India menawarkan diskon karena permintaan melemah. Pelemahan rupee telah membuat harga emas lokal mendekati rekor tertinggi. Sementara itu di China, minat beli emas mulai pulih usai libur panjang.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Michael Barr mengingatkan bahwa kebijakan dagang Trump bisa berdampak cukup serius: memicu inflasi, memperlambat ekonomi, dan meningkatkan pengangguran. Ini akan menjadi dilema berat bagi bank sentral dalam menentukan langkah ke depan.

Untuk logam mulia lainnya, harga perak naik 0,8 persen ke USD32,75 per ounce, platinum menguat 2 persen ke USD995,10, dan palladium bergerak naik tipis 0,2 persen ke USD977,68.

Secara teknikal, pasar emas berjangka saat ini sedang berada di fase yang menarik. Jika merujuk pada mayoritas indikator teknikal dan rata-rata pergerakan harga (moving average), sinyal yang muncul cenderung kuat, mayoritas mengarah ke “sangat beli” (strong buy). Artinya, secara umum pasar emas masih dalam posisi bullish yang solid dan ada peluang harga lanjut naik.

Salah satu indikator kunci, Relative Strength Index (RSI), saat ini berada di sekitar level 60. Ini menandakan tren naik masih cukup sehat dan belum memasuki zona jenuh beli (overbought). Jadi, secara teknikal masih ada ruang bagi emas untuk terus bergerak naik sebelum menghadapi tekanan jual yang berarti.

Namun, ada juga catatan penting yang perlu diperhatikan. Indikator Stochastic dan Stochastic RSI justru memberikan sinyal jual dalam jangka sangat pendek. Ini mengisyaratkan bahwa dalam waktu dekat, harga emas mungkin mengalami koreksi tipis sebelum melanjutkan kenaikan lagi.

Sementara itu, indikator momentum lainnya seperti MACD dan Commodity Channel Index (CCI) masih solid di zona beli. Ini jadi konfirmasi bahwa tren kenaikan emas masih cukup kuat dan belum menunjukkan tanda-tanda kehabisan tenaga. (*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Hutama Prayoga

Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.