KABARBURSA.COM - Perusahaan merek ekosistem kendaraan listrik, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), mengalami penurunan perndapatan pada kuartal pertama 2025.
Padahal saat ini, TOBA tegah fokus pada transformasi bisnis dari berbasis fosil menuju perusahaan berbasis keberlanjutan melalui inisiatif jangka panjang bertajuk TBS2030 Vision.
Strategi ini menempatkan TOBA sebagai salah satu pionir di Indonesia dalam mengalihkan keuntungan dari sektor batu bara ke bisnis limbah, energi baru terbarukan (EBT), dan kendaraan listrik (EV), dengan target pengurangan emisi karbon sebesar 80 persen pada 2030.
“Transformasi ini bukan hanya pergeseran portofolio, tetapi upaya kami untuk membentuk masa depan energi yang lebih bersih, profitable, dan berkelanjutan,” ujar Direktur TOBA Juli Oktarina dalam acara publik ekspose secara daring pada Jumat, 20 Juni 2025.
Dalam realisasi TBS2030 Vision, TOBA menandai sejumlah aksi korporasi besar. Di sektor waste management, TOBA telah mengakuisisi Sembcorp Environment Pte Ltd di Singapura senilai 405 juta dolar Singapura.
Akuisisi ini memperkuat posisi TOBA dalam pengelolaan sampah perkotaan, industri, dan komersial, dengan layanan yang mencakup lebih dari 470.000 pelanggan selama lebih dari 20 tahun.
Di Indonesia, ARAH Environmental kini beroperasi di 15 provinsi dan melayani 5.000+ pelanggan, dengan 2.400 ton limbah dikumpulkan dan lebih dari 2.000 ton diproses pada kuartal I 2025.
Sementara itu, Asia Medical Enviro Services (AMES) mengelola limbah medis di Singapura dengan pangsa pasar sekitar 45 persen, memproses 1.040 ton limbah dari total 1.135 ton yang dikumpulkan.
TOBA juga telah melepas aset pembangkit listrik tenaga uap (CFPP) Sulut-1 dan Sulut-3, termasuk PT Gorontalo Listrik Perdana dan PT Minahasa Cahaya Lestari, dengan nilai transaksi kolektif mencapai 403 juta dolar AS.
Divestasi ini menjadi tonggak penting dalam strategi dekarbonisasi dan pengalihan modal menuju segmen bisnis yang lebih hijau.
Di sektor EBT, TOBA menargetkan kapasitas terpasang lebih dari 500 MW hingga 2030. Saat ini, TOBA telah mengoperasikan PLTM 6 MW di Lampung dan tengah membangun proyek PLTS terapung berkapasitas 46 MWp di Batam, yang ditargetkan beroperasi penuh pada kuartal I 2026.
Proyek energi air di Jawa Barat dan pembangkit tenaga angin di Nusa Tenggara Timur juga tengah dalam tahap pengembangan lanjut. Keseluruhan portofolio EBT TOBA saat ini mencakup pipeline lebih dari 370 MW, dengan potensi pengurangan emisi mencapai ratusan ribu ton CO₂ per tahun.
Untuk mendukung ekspansi ini, TOBA mengandalkan kolaborasi strategis dan talenta kelas dunia, serta melakukan pendekatan multi-track melalui pertumbuhan organik dan anorganik.
TOBA juga memiliki konsesi waduk di Batam selama 30 tahun bersama BP Batam, yang tidak hanya akan memasok kebutuhan lokal tetapi juga berpotensi menjadi sumber ekspor listrik.
Sektor kendaraan listrik menjadi pilar ketiga dalam transformasi TOBA. Lewat joint venture bernama Electrum bersama GoTo Group, TOBA membangun ekosistem kendaraan listrik roda dua dengan model H3 dan H5 yang dirancang untuk konsumen Indonesia.
Hingga akhir kuartal I 2025, Electrum telah memiliki lebih dari 5.100 unit motor listrik aktif, 310 stasiun penukaran baterai (BSS), dan lebih dari 10.000 baterai operasional. Aktivitas harian mencakup 15.000+ penukaran baterai dan lebih dari 380.000 km perjalanan, dengan pengurangan emisi karbon hingga 20 ton per hari.
Electrum juga mencatat peningkatan pendapatan hingga 25 persen untuk mitra pengemudi dan terus memperluas layanan ke sektor logistik dan ride-hailing.
Dalam jangka panjang, Electrum menargetkan memiliki lebih dari 500.000 unit kendaraan listrik dan memperluas jaringan BSS hingga 20 kali lipat dari kapasitas saat ini. Untuk mempercepat pertumbuhan, Electrum telah mengamankan pendanaan internasional senilai 15 juta dolar AS dari lembaga seperti ADB, IBS, dan Pemerintah Australia.
Kinerja Keuangan TOBA Cerminkan Transisi Bisnis
Pada kuartal I 2025, pendapatan tercatat sebesar USD392,8 juta, turun 21 persen dari tahun sebelumnya akibat normalisasi bisnis batu bara. Namun, EBITDA adjusted naik 7 persen menjadi USD109,2 juta.
Posisi kas meningkat signifikan 45 persen menjadi USD126,1 juta, dan total aset naik 11 persen menjadi Rp1,048 miliar dolar AS. Ekuitas tercatat turun menjadi USD359,6 juta, sejalan dengan strategi divestasi.
Transformasi ini juga didorong oleh logika valuasi. TOBA mencermati bahwa sektor batu bara hanya memiliki valuasi EV/EBITDA sebesar 0,2 hingga 1 kali, sedangkan pembangkit berbasis fosil sekitar 2,1 hingga 6,8 kali.
Sebaliknya, pengelolaan limbah memiliki trading multiple 21,4 kali, EBT sebesar 39,5 kali, dan kendaraan listrik hingga 22,9 kali. Peralihan TOBA dari bisnis fosil menjadi bisnis berkelanjutan dirancang untuk menciptakan portofolio dengan valuasi tinggi dan daya tahan jangka panjang.
“Kami membangun bisnis masa depan yang rendah karbon dan berkelanjutan secara finansial. TOBA tidak hanya menyesuaikan arah pasar, tapi juga mengendalikannya,” tegas Juli Oktarina.
Melalui akuisisi strategis, ekspansi teknologi, dan komitmen terhadap dampak sosial dan lingkungan, TOBA menyiapkan fondasi kuat untuk menjadi pemimpin regional di era transisi energi.
Menilik data perdagangannya harga sahamnya berada Rp805 per lembarnya atau turun 4,73 persen ke 40 poin. Namun, jika dilihat datanya 3 bulan terakhir, saham TOBA mengalami tren bullish dari Rp278 dan sempat menyentuh Rp925.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.