KABARBURSA.COM - Ahli ekonomi perbankan mengatakan, langkah yang diambil oleh organisasi keagamaan Muhammadiyah untuk memindahkan dana simpanan amal usaha mereka dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) ke beberapa bank syariah lain berpotensi memengaruhi tingkat likuiditas jangka pendek BSI.
Yusuf Wibisono, seorang ahli ekonomi perbankan syariah yang juga menjabat sebagai Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEA), menyatakan bahwa jumlah dana simpanan yang dimiliki oleh Muhammadiyah diperkirakan mencapai sekitar Rp15 triliun. Dalam perbandingan dengan jumlah dana pihak ketiga (DPK) BSI yang berada dalam kisaran Rp300 triliun, maka dana yang dimiliki oleh Muhammadiyah sekitar 5 persen dari total DPK BSI.
Meskipun tidak terlalu besar, Yusuf mewaspadai bahwa aksi penarikan dana yang dilakukan Muhammadiyah dapat mempengaruhi likuiditas BSI dalam jangka pendek. Terutama jika penarikan dana dilakukan secara sekaligus dalam jangka waktu yang cepat.
“Maka menjadi tantangan bagi BSI untuk memastikan bahwa pemindahan dana ini dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup panjang. Lebih jauh, mitigasi tidak hanya dilakukan untuk dampak langsung namun juga dampak tidak langsung,” kata Yusuf.
Ia menjelaskan bahwa, secara makro maka aksi yang dilakukan Muhammadiyah tidak begitu berdampak pada industri perbankan syariah, sebab dana yang dipindahkan rencananya tetap disebar ke beberapa bank syariah lain.
Namun, lanjut Yusuf, langkah yang diambil organisasi keagamaan tersebut berpotensi diikuti oleh unit-unit usaha Muhammadiyah lainnya, bahkan oleh puluhan juta anggota dan simpatisannya.
“Karena itu selayaknya BSI melakukan pendekatan khusus kepada Muhammadiyah agar dampak dari aksi Muhammadiyah ini dapat diminimalkan dan tidak berdampak negatif kepada BSI,” jelas Yusuf.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa dana yang nantinya disebar oleh Muhammadiyah pada beberapa bank syariah bisa membantu persaingan di industri perbankan syariah menjadi lebih kompetitif.
Sebab, sejak merger 3 bank BUMN pada 2021, industri perbankan syariah Indonesia menjadi sangat didominasi oleh BSI. Menurutnya, BSI menguasai hingga 40 persen dari total aset perbankan syariah nasional, dengan aset yang tercatat Rp358 triliun pada kuartal I-2024.
Tak hanya itu, Yusuf menegaskan bahwa aksi yang dilakukan Muhammadiyah dapat menjadi pengingat bagi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tidak terus menggantungkan reputasi perbankan syariah nasional pada BSI saja.
Terlebih, pemerintah berambisi mendorong BSI masuk ke dalam jajan sepuluh bank syariah terbesar di dunia. Menurut Yusuf, langkah tersebut merupakan langkah yang semu, karena hal tersebut tak bisa dicapai jika hanya bergantung pada BSI saja.
“Saya menyayangkan konsolidasi industri perbankan syariah nasional yang dilakukan terlalu dini, di tahap ketika market share perbankan syariah masih sangat rendah, masih di bawah 7 persen dari aset industri perbankan nasional, semata demi mengejar ambisi memiliki pemain besar di tingkat global,” pungkas Yusuf.
Tindakan pemindahan dana yang diambil oleh Muhammadiyah ternyata dilatarbelakangi oleh sebuah memo yang dikeluarkan oleh Konsolidasi Dana Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dengan nomor 320/I.0/A/2024, tanggal 30 Mei 2024. Memo tersebut memberikan petunjuk jelas tentang pentingnya merasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan dari Bank BSI untuk dialihkan ke beberapa bank lain yang terafiliasi dengan Muhammadiyah.
Dalam memo tersebut, PP Muhammadiyah menetapkan bahwa bank-bank yang menjadi tujuan pemindahan dana antara lain Bank Syariah Bukopin, Mega Syariah, Muamalat, serta sejumlah bank syariah daerah dan lainnya yang telah menjalin kerja sama dengan Muhammadiyah. Langkah ini ditempuh sebagai bagian dari tindak lanjut pertemuan antara PP Muhammadiyah dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) mengenai konsolidasi keuangan yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2024 di Yogyakarta.
Memo ini secara khusus ditujukan kepada beberapa lembaga terkait di dalam Muhammadiyah, termasuk Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Majelis Pembinaan Kesehatan Umum PP Muhammadiyah, Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, Pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah, serta Pimpinan Badan Usaha Milik Muhammadiyah.
Dengan demikian, keputusan ini merupakan hasil koordinasi yang matang antara berbagai instansi di dalam Muhammadiyah untuk mengoptimalkan pengelolaan keuangan dan memastikan efisiensi serta keberlanjutan dalam pembiayaan untuk berbagai program dan kegiatan yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tersebut.
DPR Soroti BSI
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, menyerukan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengevaluasi menyeluruh manajemen BSI. Ia menegaskan bahwa masalah layanan BSI bukan hanya keluhan Muhammadiyah, tetapi juga banyak konsumen individu yang mengalami ketidakpuasan. Evaluasi kinerja manajemen BSI, menurut Amin, sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank ini.
“Sebagai bank yang melayani umat, BSI harus memberikan layanan yang andal dan efisien sesuai dengan prinsip syariah,” ujar Amin saat dikonfirmasi KabarBursa, Kamis, 6 Juni 2024.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menilai gangguan layanan yang sering terjadi menunjukkan kelemahan dalam manajemen operasional dan infrastruktur IT yang perlu segera ditangani.
Masalah ini semakin parah setelah tahun lalu sistem layanan BSI lumpuh akibat serangan ransomware oleh Lockbit. “Manajemen BSI seharusnya sudah memperbaiki dan memperkuat kualitas layanannya. Sayangnya, itu masih jauh dari harapan,” tegas Amin.
Kepercayaan nasabah adalah aset terpenting bagi perbankan. Ketika layanan bank terganggu, kata Amin, kepercayaan nasabah akan tergerus. Keputusan Muhammadiyah mengalihkan dananya ke bank lain bukan hanya kerugian finansial bagi BSI, tetapi juga indikasi hilangnya kepercayaan dari salah satu komunitas terbesar di Indonesia.
Dampaknya, BSI akan mengalami kehilangan dana signifikan yang mempengaruhi likuiditas dan kinerja keuangannya, serta reputasi di mata masyarakat.
Amin meminta Direksi BSI bertanggung jawab atas buruknya layanan dan respons terhadap masalah ini. Jika terbukti bahwa gangguan disebabkan oleh kelalaian atau kegagalan manajemen, maka pemberhentian manajemen yang bertanggung jawab merupakan langkah yang wajar.
“Jangan sampai ini menjadi pemicu bahwa perbankan kita tidak sehat. Apalagi BSI ini adalah simbol keuangan syariah yang menjadi bendera nasional BUMN perbankan syariah,” ujar Amin. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.