KABARBURSA.COM - Jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami kenaikan kembali. Berdasarkan data terbaru hingga Mei 2024, posisi ULN Indonesia telah mencapai USD407,3 miliar, atau setara dengan sekitar Rp6.647,14 triliun dengan asumsi kurs Rp16.320 per dolar AS. Kenaikan ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam kewajiban utang negara.
Secara tahunan (year on year/yoy), posisi utang luar negeri (ULN) mengalami kenaikan sebesar 1,8 persen pada Mei 2024. Peningkatan ini berbanding balik dengan data bulan April 2024, di mana ULN mengalami kontraksi sebesar 1,5 persen.
Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI), utang luar negeri dibagi berasalkan kreditur negara dan lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) hingga Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB).
Jika dilihat berdasarkan asal negaranya, Singapura merupakan negara yang paling besar memberi utang kepada Indonesia. Sampai dengan Mei 2024, nilai ULN yang berasal dari kreditur dari negara tetangga tersebut mencapai USD54,85 miliar, atau setara sekitar Rp895,12 triliun.
Di bawah Singapura adalah Amerika Serikat (AS). Tercatat nilai utang yang berasal dari Negeri Paman Sam tersebut mencapai USD27,61 miliar atau setara sekitar Rp450,59 triliun sampai dengan Mei 2024.
Nilai utang Indonesia ke kreditur di AS menyusut dibanding satu bulan sebelumnya yang mencapai USD28,05 miliar. Dengan begitu, terjadi penurunan utang jika dibandingkan dengan Mei 2023, yakni USD30,29 miliar.
Di posisi ketiga negara kreditur terbesar ke Indonesia yaitu China. Indonesia memiliki utang kepada kreditur asal Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai USD22,86 miliar atau setara sekitar Rp373,07 triliun.
Meski bukan pemberi utama tertinggi terhadap Indonesia, namun nilai utang yang berasal dari China mengalami peningkatan secara bulanan dan tahunan.
Tercatat nilai utang dari kreditur asal China pada April 2024 sebesar USD21,99 miliar, meningkat dari sebelumnya, Mei 2023, sebesar USD20,03 miliar.
Berikut daftar lima negara kreditur terbesar Indonesia sampai dengan Mei 2024:
1. Singapura, USD54,85 miliar, atau setara sekitar Rp 895,12 triliun
2. Amerika Serikat, USD27,61 miliar, atau setara sekitar Rp450,59 triliun
3. China, USD22,86 miliar, atau setara sekitar Rp373,07 triliun
4. Jepang, USD21,83 miliar, atau setara sekitar Rp356,26 triliun
5. Hong Kong, USD19,38 miliar, atau setara sekitar Rp316,28 triliun.
Utang Luar Negeri RI Rp6.577 Triliun
Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa utang luar negeri (ULN) pada Mei 2024 mencapai USD407,3 miliar atau setara dengan Rp6.577,8 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.150). Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 1,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), setelah sebelumnya mencatat kontraksi sebesar 1,5 persen yoy pada April 2024.
Erwin Haryono, Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Komunikasi BI, mengatakan peningkatan ini berasal dari utang luar negeri sektor publik, termasuk pemerintah dan bank sentral, serta sektor swasta.
Pada Mei 2024, posisi utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar USD191 miliar atau setara dengan Rp3.084 triliun, mengalami kontraksi pertumbuhan tahunan sebesar 0,8 persen (yoy), setelah pada April 2024 terkontraksi sebesar 2,6 persen (yoy).
"Perkembangan utang luar negeri ini dipengaruhi oleh peningkatan aliran modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN) baik internasional maupun domestik, yang mencerminkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia," jelas Erwin melalui keterangan resminya, Senin, 15 Juli 2024.
Erwin menegaskan, pemerintah berkomitmen menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang tepat waktu, serta mengelola utang luar negeri secara hati-hati, terukur, oportunistik, dan fleksibel untuk memperoleh pembiayaan yang paling efisien dan optimal.
Sebagai bagian dari instrumen pembiayaan APBN, penggunaan utang tersebut terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dan prioritas seperti Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (21 persen dari total utang luar negeri pemerintah), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,7 persen); Jasa Pendidikan (16,8 persen); Konstruksi (13,6 persen); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,5 persen).
Posisi utang luar negeri pemerintah tetap aman dan terkendali karena hampir seluruhnya memiliki tenor jangka panjang, mencapai 99,99 persen dari total utang luar negeri pemerintah.
Sementara itu, posisi utang luar negeri swasta pada Mei 2024 tercatat sebesar USD197,6 miliar, dengan kontraksi tahunan sebesar 0,4 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada April 2024 sebesar 2,8 persen (yoy).
Perkembangan utang luar negeri ini terutama disebabkan oleh kontraksi di lembaga keuangan sebesar 2,6 persen (yoy). Sementara itu, utang luar negeri perusahaan bukan lembaga keuangan tumbuh sebesar 0,1 persen (yoy).
Secara sektoral, utang luar negeri swasta terbesar berasal dari Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan total pangsa mencapai 78,9 persen dari total ULN swasta.
Utang luar negeri swasta didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1 persen dari total.
Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 29,8 persen, dengan didominasi utang luar negeri jangka panjang mencapai 85,9 persen dari total ULN.
Untuk menjaga struktur utang luar negeri tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan utang luar negeri.
"Peran utang luar negeri akan terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya ini dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi," ujarnya. (*)