Logo
>

Maju Mundur Kebijakan di Sektor Properti, Akankah 2025 Lebih Stabil?

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Maju Mundur Kebijakan di Sektor Properti, Akankah 2025 Lebih Stabil?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sektor properti masih dibayangi sentimen tak pasti di tengah kebijakan-kebijakan pemerintah yang bakal berlaku pada tahun depan. Ketidakpastian tersebut salah satunya terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN sebesar 12 persen yang dinilai bakal mengganggu kinerja emiten properti.

    Walau begitu, program 3 juta rumah yang menjadi salah satu program besar pemerintahan Prabowo-Gibran, menjadi sentimen positif bagi sektor properti. Ditambah lagi dengan suku bunga acuan atau BI rate yang telah dipangkas Bank Indonesia beberapa waktu lalu. Plus, rencana pemberian insentif bagi sektor properti, seperti yang dijanjikan oleh pemerintah.

    Sentimen-sentimen positif inilah yang sepertinya akan lebih kuat menyengat sektor properti untuk bangkit kembali. Begitu disampaikan Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi, kepada Kabarbursa.com, Senin, 25 November 2024.

    "Jadi, sentimen-sentimen positif tersebut akan menjadi sedikit stimulus untuk emiten properti, di tengah permintaan atau demand atas rumah yang semakin turun karena suku bunga yang tinggi," kata Audi.

    Apalagi, lanjut dia, beberapa emiten properti yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menunjukkan perdagangan yang baik. Berkaca dari ini, ia memandang hal tersebut masih cukup struggle.

    "Tetapi sekali lagi dengan ada relaksasi dari suku bunga, saya pikir akan menjadi sentimen yang cukup positif," pungkasnya.

    Sementara itu, Head of Research NH Korindo Sekuritas Liza Camelia, mengatakan bahwa kenaikan PPN kemungkinan akan mengganggu kinerja barang-barang mewah di sektor otomotif maupun properti.

    “Yang kena (imbas PPN 12 persen) itu barang-barang mahal seperti mobil dan properti,” ujar Liza kepada Kabarbursa.com, Jumat, 22 November 2024.

    Dia menjelaskan, PPN sebesar 12 persen bisa membuat daya beli masyarakat tergerus. Sebab, barang-barang yang terdampak PPN 12 persen ini secara otomatis akan menjadi lebih mahal dari sebelumnya.

    Apalagi untuk properti, sektor ini masih memiliki kinerja yang lemah dan diperkirakan masih akan terjadi hingga pertengahan atau akhir 2025 mendatang.

    Padahal, sektor properti baru saja tersengat sentimen positif setelah adanya wacana program tiga juta rumah hingga turunnya suku bunga acuan atau BI Rate.

    “Properti memang kita lihat so far masih agak lemah, mungkin sampai 2025. I’m not sure pertengahan atau akhir, menunggu suku bunga lebih banyak turun lagi dan insentif diperpanjang oleh pemerintah,” jelas Liza.

    Di sisi lain, ia beranggapan rencana kenaikan PPN tahun depan masih menjadi sebuah delima bagi pemerintah. Di samping ancaman turunnya daya beli masyarakat, kenaikan PPN bisa dipakai untuk mengurangi defisit anggaran yang mungkin akan terjadi salah satunya akibat kebijakan makan siang gratis.

    REI Ingatkan Dampak Kenaikan PPN 

    Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 menuai kekhawatiran dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI).

    Ketua Umum REI Joko Suranto, menilai kebijakan ini berpotensi memukul sektor properti secara signifikan, termasuk penurunan angka penjualan hingga 50 persen.

    “Bisa saja (tren penjualan) drop 50 persen,” kata Joko dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 25 November 2024.

    Selain dampak langsung pada penjualan, Joko memprediksi adanya efek domino berupa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor properti, yang diperkirakan bisa mencapai 5 juta pekerja.

    Gelombang PHK ini, menurutnya, akan berkontribusi pada tambahan tekanan inflasi di dalam negeri.

    “PHK bisa mencapai hingga 5 juta pekerja. Dan dari situ akan muncul inflasi tambahan,” tambah Joko.

    Kenaikan tarif PPN juga diperkirakan akan mengubah perilaku konsumen, yaitu banyak masyarakat akan menunda pembelian rumah karena beban pajak yang lebih tinggi.

    Penundaan ini berpotensi memperparah kelesuan di sektor properti, salah satu sektor yang menjadi motor penggerak ekonomi nasional.

    Menyadari potensi dampak yang signifikan, Joko meminta pemerintah untuk segera merancang langkah mitigasi agar kebijakan ini tidak memperburuk kondisi ekonomi.

    Ia juga menyoroti risiko munculnya rasa ketidakpercayaan dari masyarakat dan pelaku usaha terhadap pemerintah.

    “Dampaknya pasti satu, ada distrust kepada pemerintah, ada ketidakpercayaan dunia usaha, ada ketidakpastian di dunia usaha. Ini akan mendorong kelesuan dan penurunan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.

    REI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan kenaikan PPN atau menyediakan solusi yang dapat menjaga stabilitas sektor properti sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Jadi kesimpulannya, sektor properti Indonesia sedang menghadapi tantangan besar akibat kebijakan pemerintah yang direncanakan pada 2025. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen diproyeksikan memberikan dampak signifikan pada sektor properti, terutama dalam menurunkan daya beli masyarakat dan angka penjualan properti mewah.

    Real Estat Indonesia (REI) bahkan memprediksi potensi penurunan penjualan hingga 50 persen serta gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat memengaruhi hingga 5 juta pekerja.

    Namun, terdapat sentimen positif yang dapat memberikan dukungan bagi sektor ini, seperti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate), program tiga juta rumah yang diinisiasi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran, serta rencana insentif properti.

    Faktor-faktor ini dianggap sebagai stimulus yang dapat memperkuat sektor properti di tengah tantangan ketidakpastian ekonomi.

    Meski demikian, kenaikan PPN masih menjadi dilema. Pemerintah perlu merancang strategi mitigasi untuk mencegah dampak negatif lebih lanjut, termasuk menjaga kepercayaan pelaku usaha dan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi yang diambil.

    Stabilitas sektor properti sangat penting karena perannya sebagai salah satu motor penggerak ekonomi nasional.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.