KABARBURSA.COM -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp71 triliun untuk tahun 2025 akan masuk ke pos pencadangan dalam anggaran Bendahara Umum Negara (BUN).
Ia menjelaskan, program tersebut dimasukkan dalam dana cadangan BUN karena belum memiliki deskripsi alokasi anggaran yang jelas.
“Untuk desain program, penjelasannya, dan bagaimana eksekusinya, tim dari tempat Pak Prabowo yang akan menjelaskan. Bagaimana kalau itu belum masuk postur? Ya kita cadangkan, bisa saja di dalam BUN,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, Senin 24 Juni 2024.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa rincian program Makan Bergizi Gratis akan ditetapkan oleh tim Prabowo. Namun, apabila hingga penyampaian nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 alokasi anggaran dari program tersebut belum disampaikan, maka pemerintah saat ini bakal mencadangkan dana tersebut dalam anggaran BUN.
“Ini kan masih sampai tengah Agustus nanti (nota keuangan). Jadi akan kami lihat dan sinkronkan bagaimana tim dari presiden terpilih menyusun program itu, apakah sudah menetapkan dalam bentuk program, eksekutornya siapa, itu nanti akan ditetapkan bagaimana alokasi. Kalau belum, berarti dia dicadangkan di dalam Bendahara Umum Negara,” ujarnya.
Dalam acara yang sama, Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono menyampaikan bahwa pihaknya belum bisa mendetailkan secara teknis soal program makan bergizi gratis, termasuk penerima dan penyalurannya.
“Dalam hal ini yang bisa saya katakan, tentang total jumlah, prosesnya seperti apa dan sebagainya itu sedang dipikirkan secara internal,” ujar Thomas.
Thomas mengungkapkan bahwa pelaksanaan program makan bergizi gratis secara teknis masih menunggu siklus APBN 2025 yang saat ini tengah bergulir antara DPR dan Pemerintah.
“Saya saat ini tidak bisa menjelaskan teknisnya, karena siklus-siklus itu harus kita ketahui dulu. Setelah siklus APBN itu selesai, kami akan menjelaskan segala sesuatu yang teknis menyangkut program tersebut,” tutupnya.
Dana Cadangan BUN adalah suatu pos dalam anggaran negara yang berfungsi sebagai penyangga keuangan pemerintah. Pos ini dirancang untuk mengantisipasi berbagai kebutuhan mendesak atau tak terduga yang mungkin muncul dalam pelaksanaan anggaran. Dana ini bertujuan untuk memastikan stabilitas fiskal dan keuangan negara dengan menyediakan cadangan likuiditas yang dapat digunakan sewaktu-waktu.
Polemik Program Makan Siang Bergizi Gratis
Meskipun program makan siang gratis dijanjikan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming yang akan mulai memimpin Indonesia pada Oktober ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memasukkan program tersebut ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
Program ini, yang telah menuai banyak kritik, akan menyasar hampir 83 juta anak sekolah, balita, serta ibu mengandung, dengan anggaran awal setidaknya Rp100 triliun pada tahun pertamanya.
Program yang bertujuan memberikan makan siang bergizi serta susu gratis kepada anak sekolah dan gizi tambahan bagi ibu hamil dan balita ini bahkan diperkirakan akan mencapai Rp460 triliun per tahun ketika dilaksanakan secara penuh pada tahun 2029.
Pasangan Prabowo dan Gibran mengusulkan alokasi biaya sebesar Rp15.000 untuk setiap anak sekolah, belum termasuk pengeluaran untuk susu. Mereka juga mengusulkan kemitraan dengan pihak swasta untuk meringankan beban anggaran negara, meski detail kemitraan ini belum jelas, termasuk pihak mana yang akan terlibat dan amendemen peraturan yang diperlukan.
Bank Dunia mengutarakan kekhawatirannya, menegaskan bahwa kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara 2025 harus menjadi pertimbangan serius. Persiapan matang diperlukan untuk memastikan program ini tidak menjadi beban berat bagi kinerja fiskal Indonesia. Mereka menekankan bahwa Indonesia harus menaati batasan defisit fiskal sebesar tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sesuai dengan undang-undang. Menjaga stabilitas makroekonomi dan fiskal sangat penting.
Lembaga Fitch Rating menyatakan program makan siang gratis ini bisa menghabiskan biaya sekitar dua persen dari PDB setiap tahunnya. Sementara itu, Moody's Investors Service menyuarakan kekhawatirannya bahwa penerapan program ini akan menandai perbedaan dari rekam jejak panjang Indonesia dalam hal keuangan anggaran dan rasio utang yang dikelola secara konservatif.
Polemik juga muncul di dalam negeri. Para pengajar menolak penggunaan dana dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendanai program ini.
Namun, program ini juga memiliki sisi positif. Pemberian makan siang gratis dapat memastikan bahwa siswa menerima setidaknya satu kali makan bergizi setiap hari, yang penting bagi perkembangan kognitif dan kesehatan mereka secara keseluruhan. Program ini juga berpotensi mengurangi tingkat kekurangan gizi dan stunting di kalangan anak-anak. Anak yang memperoleh asupan pangan yang baik cenderung tumbuh lebih baik secara fisik dan lebih berhasil secara akademis.
Selain itu, makan siang gratis juga bisa mendorong orang tua, terutama dari keluarga miskin, untuk memastikan anaknya bersekolah dan memprioritaskan pendidikan mereka. Hal ini dapat menekan tingkat putus sekolah, yang sering kali disebabkan oleh alasan ekonomi. Pada jenjang SD, angka putus sekolah mencapai 0,13 persen pada 2022, meningkat 0,01 persen dibandingkan 2021. Pada jenjang SMP, angka putus sekolah tercatat sebesar 1,06 persen pada 2022, naik 0,16 persen dari tahun sebelumnya.
Program ini juga bisa membantu memastikan inklusivitas pendidikan, memberikan akses ke pangan bergizi bagi semua siswa, dan mengurangi disparitas yang masih ada. Menu yang sama bagi semua siswa dalam satu sekolah dapat mendorong kesetaraan, terlepas dari latar belakang mereka.
Namun, program ini membutuhkan pendanaan yang besar dan harus dikelola dengan baik dan transparan untuk mencegah kebocoran serta penyalahgunaan. Hingga kini, anggaran yang diperkirakan belum memasukkan kebutuhan untuk pemberian susu dan gizi tambahan bagi balita dan ibu hamil serta menyusui.
Selain tantangan pendanaan, program ini juga membawa tantangan logistik. Membagikan makanan kepada puluhan juta anak di berbagai daerah dengan kondisi aksesibilitas dan topografi yang berbeda merupakan kegiatan yang kompleks. Ini termasuk memastikan penyaluran tepat waktu, bermutu, serta dengan standar kebersihan dan keamanan pangan yang baik.
Kebiasaan budaya dan religius yang menyangkut pangan serta pantangan bagi siswa tertentu juga perlu dipertimbangkan. Menetapkan porsi yang tepat secara nasional untuk menghindari pemborosan pangan dan mengurangi limbah makanan juga menjadi tantangan.
Pemberian makan gratis secara nasional harus memperhatikan kebutuhan nutrisi individu yang berbeda berdasarkan tingkat aktivitas, pertumbuhan, dan keadaan kesehatan mereka. Kebutuhan energi anak berumur 5-8 tahun, misalnya, berada antara 1.400 sampai 1.600 kalori per hari, sementara untuk anak berumur 9-12 tahun antara 1.600 dan 2.000 kalori per hari. Belum lagi kebutuhan nutrien makro dan mikro yang berbeda.
Program ini juga bisa menimbulkan ketergantungan pada bantuan pemerintah. Penting untuk menjaga keseimbangan antara pemberian bantuan dan mencegah ketergantungan yang berlebihan.
Secara keseluruhan, program makan siang gratis ini memiliki potensi untuk membawa dampak positif bagi pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan. Namun, dibutuhkan perencanaan yang mendetail, tanggung jawab fiskal, serta pelaksanaan yang efektif untuk mengoptimalkan manfaatnya sambil mengatasi tantangan yang ada. Tata kelola keuangan yang hati-hati serta kepatuhan pada batasan fiskal sangat krusial bagi kesuksesan implementasi program ini. (*)