KABARBURSA.COM - Ekonom senior Mari Elka Pangestu telah mengungkapkan sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan penerimaan pajak, termasuk melalui ekstensifikasi basis pajak, peningkatan administrasi pajak, dan digitalisasi layanan.
"Dengan sistem elektronik dan peningkatan administrasi pajak, menurut berbagai analisis yang saya lihat, kita bisa meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 2 persen," ujar Mari setelah menghadiri Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Jakarta Kamis 31 Mei 2024 kemarin.
Mari juga menyoroti kemungkinan pengenaan pajak atas kekayaan (wealth tax) yang sedang menjadi perbincangan. Namun, dia menekankan bahwa penerapan pajak kekayaan ini memiliki konsekuensi yang perlu dipertimbangkan, terutama terkait dengan individu yang bukan penduduk Indonesia.
"Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan wealth tax? Ini berarti bukan pendapatan yang dikenakan pajak, melainkan kekayaan. Namun, hal ini juga memiliki konsekuensi bagi individu yang bukan penduduk Indonesia," ungkapnya.
Selain itu, Mari juga membahas rencana pemerintah untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN). Menurutnya, BPN sebagai lembaga pemungut pajak dapat membantu dalam perluasan basis pajak atau ekstensifikasi.
"Pertanyaannya adalah apakah lebih baik jika BPN dipisahkan secara institusi dan dalam pelaksanaan tugasnya," tambahnya.
Sebagai informasi tambahan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa realisasi penerimaan pajak pada periode Januari hingga April 2024 mencapai Rp 624,19 triliun. Angka ini setara dengan 31,38 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Meskipun demikian, realisasi penerimaan pajak ini mengalami penurunan signifikan sebesar 9,29 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 688,15 triliun.
Indonesia menganut prinsip bahwa seluruh penghasilan wajib pajak, termasuk yang diperoleh dari luar negeri, dikenakan pajak. Untuk wajib pajak dalam negeri, pajak dikenakan berdasarkan asas domisili. Sedangkan bagi warga negara asing yang tinggal dan memperoleh penghasilan di Indonesia, status wajib pajak ditentukan berdasarkan batas waktu tertentu. Wajib pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam konteks global saat ini, OECD mengklasifikasikan pajak atas kekayaan sebagai bagian dari pajak kepemilikan harta (property tax) dalam kategori 4000 yang tertuang dalam laporan Revenue Statistics 1965-2017.
OECD mendefinisikan pajak atas kepemilikan harta sebagai pajak yang dikenakan secara berulang (recurrent tax) dan tidak berulang (non-recurrent tax) atas penggunaan, kepemilikan, atau transfer kekayaan. Pajak berulang diterapkan secara periodik, sementara pajak tidak berulang hanya dikenakan satu kali.
Secara garis besar, terdapat enam sub-kategori pajak yang masuk klasifikasi pajak atas kepemilikan harta, yaitu:
- Pajak Berulang untuk Kepemilikan Harta Tidak Bergerak (4100)
- Pajak Berulang atas Kekayaan Bersih (4200)
- Estate Tax, Pajak Warisan dan Pajak Hibah (4300)
- Pajak atas Transaksi Keuangan dan Modal dari Penggunaan Harta (4400)
- Pajak Tidak Berulang Lainnya untuk Kepemilikan Harta (4500)
- Pajak Berulang Lainnya untuk Kepemilikan Harta (4600)
Selain itu, ada jenis-jenis pajak atas kepemilikan harta lain yang tidak termasuk dalam kategori 4000 menurut klasifikasi OECD, namun masuk dalam kategori lain. Contohnya adalah pajak atas capital gains yang masuk dalam kategori 1000 (taxes on income, profits and capital gains). Dengan kata lain, pemajakan capital gains dianggap sebagai pajak penghasilan, bukan bagian dari pajak atas kekayaan.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.