KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan kemungkinan penerapan pajak tinggi terhadap barang-barang impor dari China sebagai langkah untuk mengatasi banjirnya produk dari negara tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, mengatakan bahwa pajak tersebut bisa mencapai 200 persen, tergantung hasil penyelidikan.
"Ya, bisa saja dikenakan 200 persen, tergantung hasil penyelidikannya. Kita tunggu dulu, masih dalam proses," ujarnya.
Budi menjelaskan bahwa saat ini sedang berlangsung penyelidikan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terkait dengan lonjakan impor dari China.
Setelah penyelidikan selesai, pajak atau bea masuk akan ditetapkan melalui mekanisme Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
"Proses penyelidikan oleh KPPI sedang berlangsung, dan jika selesai, segera ditetapkan bea masuk melalui BMTP," jelasnya.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), sebelumnya juga menyatakan bahwa pemerintah akan memperketat impor keramik dari luar negeri dengan mengenakan tarif pajak yang tinggi.
"Kementerian Perdagangan akan mengenakan tarif pada barang-barang impor keramik rumah tangga atau lainnya. Pajak yang tinggi akan diterapkan untuk melindungi industri keramik dalam negeri," katanya saat mengunjungi UMKM di Purwakarta, Jawa Barat, pada Jumat, 21 Juni 2024.
Zulhas menambahkan bahwa keramik-keramik yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dari China telah dimusnahkan di Surabaya. Total keramik yang tidak sesuai SNI tersebut mencapai 4,7 juta unit dengan nilai Rp80 miliar.
Ketua KPPI, Franciska Simanjuntak, mengungkapkan bahwa penyelidikan ini didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI). Penyelidikan dilakukan karena ditemukan bukti bahwa lonjakan impor ubin keramik berdampak negatif pada produk dalam negeri.
"Berdasarkan bukti awal dari permohonan penyelidikan perpanjangan yang diajukan, KPPI menemukan adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh pemohon, serta penyesuaian struktural yang belum optimal," jelas Franciska, Rabu, 26 Juni 2024.
Barang dari China bakal Mahal?
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengumumkan rencana mengenakan bea masuk hingga 200 persen pada barang-barang asal China, sebagai respons terhadap perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).
Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa perang dagang antara China dan AS telah menyebabkan over capacity dan over supply di China, yang berimbas pada membanjirnya produk-produk seperti pakaian, baja, dan tekstil ke Indonesia. Hal ini terjadi karena pasar negara-negara Barat menolak produk-produk tersebut.
“Dalam satu atau dua hari ini, kami berharap peraturan menteri perdagangan (Permendag) akan selesai. Jika sudah selesai, kami akan menerapkan bea masuk sebagai upaya perlindungan terhadap barang-barang yang deras masuk ke sini,” ujar Zulkifli di Bandung, Jawa Barat, pada Jumat, 28 Juni 2024.
Besaran bea masuk yang akan dikenakan berkisar antara 100 hingga 200 persen dari harga barang. “Saya katakan kepada teman-teman, jangan takut dan jangan ragu. Amerika bisa mengenakan tarif hingga 200 persen terhadap keramik dan pakaian, kita juga bisa. Ini agar industri UMKM kita bisa tumbuh dan berkembang,” tambahnya.
Permendag ini merupakan respons terhadap regulasi sebelumnya yang dianggap belum memuaskan dalam melindungi industri lokal. Zulkifli menjelaskan bahwa efek perang dagang antara China dan AS sudah terlihat sejak 2022, sehingga respons cepat diperlukan untuk melindungi produk dan industri dalam negeri, termasuk UMKM yang terdampak.
Pada tahun lalu, Permendag 37 diterbitkan untuk memperketat arus barang impor. Sebelumnya, barang impor bisa langsung masuk ke toko atau konsumen tanpa pemeriksaan, namun kini harus melalui pemeriksaan untuk mengendalikan impor. Permendag ini juga mengatur bahwa pekerja migran Indonesia (PMI) boleh membawa barang dari luar negeri senilai maksimal 500 dolar tanpa pajak, untuk 56 jenis produk. Selain itu, seluruh barang konsumen seperti pakaian, elektronik, dan kosmetik harus melalui pertimbangan teknis.
Namun, implementasi Permendag 37 mengalami kendala, di mana barang-barang PMI tertahan di bandara setelah pemeriksaan bea cukai. Hal ini menyebabkan ratusan hingga ribuan kontainer tidak bisa didistribusikan, sehingga Permendag ini diubah menjadi Permendag Nomor 7, yang mengembalikan aturan lama bagi PMI.
Permendag Nomor 7 juga menemui kesulitan dalam praktiknya, mengakibatkan penumpukan 20.000 kontainer di berbagai pelabuhan. Akhirnya, Permendag ini diubah lagi menjadi Permendag Nomor 8, yang berhasil mengurai penumpukan kontainer dalam satu bulan. Namun, industri tekstil dan lainnya mengeluhkan perubahan ini dan meminta pengembalian ke Permendag 37, sehingga dibutuhkan aturan baru untuk melindungi pasar domestik dari derasnya barang impor.
“Dengan Permendag 37, kami benar-benar bisa mengendalikan impor,” tutup Zulkifli. (*)