Logo
>

Masyarakat Adat Juga Ditawari IUPK Pertambangan

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Masyarakat Adat Juga Ditawari IUPK Pertambangan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memberikan tanggapannya terhadap reaksi beberapa organisasi masyarakat (ormas) keagamaan terhadap pemberian Izin Usaha Pertambangan Kecil (IUPK) baru.

    Organisasi seperti Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menunjukkan penolakan, sementara organisasi Islam seperti Muhammadiyah tampaknya ingin mengambil waktu untuk mempertimbangkan tawaran tersebut dengan lebih seksama.

    Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan menghormati keputusan tersebut, mengingat tidak semua organisasi keagamaan memiliki kemampuan ekonomi yang sama dan mungkin memerlukan IUPK tersebut untuk keberlangsungan aktivitas mereka.

    “Dalam negara demokrasi seperti ini, sangatlah penting untuk menghormati berbagai pendapat,” kata Bahli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Juni 2024.

    Dia juga menegaskan bahwa langkah pemerintah untuk melakukan redistribusi kekayaan negara adalah sebagai wujud keadilan dan implementasi dari Pasal 33 UUD 1945.

    “Dalam menyosialisasikan aturan baru ini, kita akan berdiskusi dengan baik mengenai hal-hal yang masih belum jelas,” ujarnya.

    Bahlil menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang berkomunikasi dengan berbagai organisasi agama, termasuk yang menolak, untuk menjelaskan secara lebih rinci mengenai perubahan regulasi yang baru.

    “Kami akan melihat apakah setelah mereka memahami tujuan dan isi dari regulasi ini, mereka bersedia menerimanya. Jika ya, itu adalah hal yang baik. Jika tidak, kita tidak boleh memaksa. Namun, saya yakin bahwa dengan tujuan yang baik, hasilnya juga akan baik,” tuturnya.

    Jika pada akhirnya ormas keagamaan menolak mengelola konsesi tambang, lanjut Bahlil, pihaknya mempertimbangkan untuk memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada masyarakat adat.

    “Dalam rapat tadi, kami menerima perkembangan aspirasi dari anggota DPR dari Kalimantan, dan kami akan menampung serta mengkaji hal tersebut,” ungkapnya.

    Bahlil menyebut, sudah ada pengajuan konsesi IUP untuk masyarakat adat, namun saat ini pihaknya masih dalam proses verifikasi.

    “Saya tidak bisa mengumumkan hal yang belum pasti, kami akan mengumumkan sesuatu yang sudah pasti,” ucap Bahlil.

    Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, anggota Komisi VI DPR, Dedi Sitorus, mengajukan pertanyaan kepada Menteri Bahlil mengenai pemberian WIUPK kepada Ormas Keagamaan berdasarkan perjuangan ormas tersebut.

    Namun, kata Dedi, ada pihak lain yang juga berjuang untuk Indonesia, seperti Legion Vetera Republik Indonesia yang mengalami kesulitan.

    “Ada juga masyarakat sekitar pertambangan yang terdampak, seperti masyarakat adat sebagai penduduk asli di wilayah pertambangan,” kata Dedi.

    “Mereka, yang telah tinggal ribuan tahun di Republik ini, di daerah pemilihan (dapil) saya di Kalimantan Utara, melihat ratusan kapal di laut yang mengangkut batu bara untuk diekspor, sementara mereka hanya bisa menonton,” sambungnya.

    Dedi pun menyoroti konflik distribusi keadilan dalam hal pemberian izin usaha pertambangan dan perlunya keadilan substansi dalam distribusi keadilan tersebut.

    Jatah Ormas Keagamaan Dilelang

    Pemerintah berencana melelang jatah lahan tambang yang diberikan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan jika ormas tersebut menolak untuk mengelolanya.

    Hingga saat ini, pemerintah hanya memberikan izin pengelolaan tambang kepada enam ormas keagamaan.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menjelaskan bahwa terdapat enam lahan tambang yang akan diberikan kepada enam ormas keagamaan untuk dikelola. Namun, jika ormas tersebut menolak, lahan tambang akan dikembalikan ke negara dan dilelang sesuai dengan aturan yang berlaku.

    “Ya, kembali kepada negara. Kita berlakukan sebagaimana aturan yang ada, lelang kalau tidak mau ambil,” ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat, 7 Juni 2024.

    Lahan tambang yang disiapkan pemerintah untuk ormas keagamaan merupakan hasil penciutan dari lahan beberapa perusahaan besar. Seluruh lahan tersebut merupakan tambang batu bara, termasuk lahan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dari PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

    Saat ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memproses Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dan dipastikan mendapatkan izin pengelolaan tambang di lahan eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC).

    Sementara itu, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) telah menyatakan penolakannya terhadap tawaran pemerintah untuk mengelola lahan pertambangan.

    Menurut Arifin, ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi oleh badan usaha ormas tersebut jika ingin mengelola lahan tambang. Salah satunya adalah melakukan feasibility study (FS) atas lahan yang diberikan sehingga dapat mengetahui pasar tujuan untuk produk batu bara yang dihasilkan.

    “Harus bikin dulu FS, dia mau marketnya ke mana, dengan market itu ingin produksi berapa. Untuk produksi itu dia (badan usaha ormas) perlu peralatan berapa, itu masuk dalam FS,” jelas Arifin.

    Setelah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), badan usaha ormas keagamaan tersebut wajib mengelola lahan dalam kurun waktu lima tahun.

    Targetnya adalah agar lahan tambang bisa berproduksi setidaknya dalam dua hingga tiga tahun setelah IUP diterbitkan. Selain itu, ormas yang mendapatkan IUP juga harus membayar biaya kompensasi data informasi (KDI).

    “Harus memenuhi persyaratannya, ada KDI. Semuanya ada aturan yang harus dipatuhi,” tegas Arifin. (yub/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.