Logo
>

Mata Uang Asia Kompak Layu, Rupiah Pagi Ini Sentuh Rp16.263

Ditulis oleh Yunila Wati
Mata Uang Asia Kompak Layu, Rupiah Pagi Ini Sentuh Rp16.263

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nilai tukar Rupiah dibuka di posisi Rp16.263 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Rabu, 5 Juni 2024 pagi. Mata uang Garuda turun 43 poin atau minus 0,27 persen dibandingkan penutupan di hari sebelumnya. Serupa, mata uang Asia dominan layu pagi ini. Peso Filipina melemah 0,02 persen, Yuan China jatuh 0,07 persen, Yen Jepang minus 0,38 persen, dan Rupee India ambruk 0,46 persen.

    Sedangkan penguatan dirasakan Dolar Singapura yang naik 0,05 persen, Dolar Hong Kong dan Baht Thailand tumbuh 0,06 persen. Begitu pula dengan Ringgit Malaysia menguat 0,07 persen dan Won Korea Selatan melesat 0,54 persen.  Serupa dengan mata uang utama negara maju mayoritas dibuka perkasa. Poundsterling Inggris naik 0,06 persen, Euro Eropa tumbuh 0,04 persen, Franc Swiss merosot 0,04 persen, Dolar Australia tumbuh 0,18 persen, dan Dolar Kanada plus 0,04 persen.

    Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, Rupiah masih bisa unjuk gigi hari ini. Terlebih, dolar AS melemah usai data tenaga kerja dari JOLT yang lebih lemah dari prediksi. "Namun, penguatan terbatas. Investor mengantisipasi data (manufaktur) Institute of Supply Management (ISM) service AS malam ini yang diperkirakan akan lebih baik," katanya, mengutip CNNIndonesia.com.

    Ia memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp16.200 sampai Rp16.300 per dolar AS pada hari ini.

    Pasar Wait and See

    Mata uang rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi ini di tengah sikap pasar wait and see jelang rapat bank sentral Amerika Serikat pekan depan.

    Menurut data Refinitiv pukul 09.05 WIB, hari ini, dolar tercatat melemah 0,28 persen dan tembus Rp16.260 per USD. Rilis utama perekonomian AS minggu ini adalah data pekerjaan non farm payrolls pada Mei yang akan dirilis pada Jumat, 7 Juni 2024. Pemberi kerja diperkirakan menambah 185.000 pekerjaan pada Mei. Hal ini terjadi setelah laporan April menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melambat lebih dari yang diperkirakan, dengan penambahan 175.000 lapangan kerja, yang merupakan pertumbuhan paling rendah dalam enam bulan terakhir.

    Jika proyeksi terjadi, maka akan membuat inflasi bisa kembali meningkat karena lapangan pekerjaan yang tinggi dapat mendorong daya beli. Namun, harapan para pelaku pasar adalah bahwa angka pengangguran semakin besar atau lowongan pekerjaan tersedia sedikit. Saat pengangguran banyak, tingkat penghasilan warga AS lebih sedikit dan menekan daya beli, sehingga inflasi bisa turun dan dapat meyakinkan The Fed untuk mulai menurunkan suku bunga.

    Mengutip perangkat FedWatch, probabilitas The Fed mempertahankan suku bunga pada pertemuan bulan ini sebesar 99,9 persen. Para pelaku pasar melihat kemungkinan penurunan suku bunga tahun ini terjadi dua kali, yakni pada pertemuan September dan Desember. Pada pertemuan 18 September 2024, pasar melihat kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, sehingga target suku bunga menjadi 5,00 persen hingga 5,25 persen. Kemudian, The Fed akan sekali lagi menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen sampai 5,00 persen pada pertemuan 18 Desember 2024. Ini mencerminkan proyeksi pasar terhadap kebijakan moneter yang mungkin diambil oleh bank sentral Amerika Serikat dalam upaya merespons kondisi ekonomi dan pasar yang dinamis.

    Kondisi perekonomian global, terutama di AS, selalu menjadi fokus utama bagi para pelaku pasar keuangan di seluruh dunia. Data ekonomi AS memiliki dampak yang besar pada pasar keuangan global, termasuk mata uang, saham, dan komoditas. Oleh karena itu, rilis data non farm payrolls pada Mei menjadi perhatian utama bagi investor dan pelaku pasar keuangan di Indonesia maupun di seluruh dunia.

    Peningkatan jumlah lapangan kerja biasanya dianggap sebagai sinyal positif bagi perekonomian AS dan dapat mendorong kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve. Namun, reaksi pasar terhadap data tersebut bisa bervariasi, tergantung pada interpretasi pelaku pasar terhadap data tersebut dan juga ekspektasi mereka terhadap kebijakan moneter Federal Reserve.

    Saat ini, pasar sedang menunggu hasil rapat Federal Reserve yang dijadwalkan akan berlangsung pada pekan depan. Para pelaku pasar berharap untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang arah kebijakan moneter Federal Reserve dan kemungkinan langkah-langkah yang akan diambil oleh bank sentral AS dalam merespons kondisi ekonomi dan pasar yang berubah-ubah.

    Selain itu, pasar juga memperhatikan perkembangan terkait perang dagang antara AS dan China serta ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia. Ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan dan politik dapat mempengaruhi sentimen pasar dan menyebabkan volatilitas dalam nilai tukar mata uang dan harga aset keuangan lainnya.

    Dalam konteks ini, mata uang rupiah sebagai mata uang negara berkembang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal tersebut. Meskipun Bank Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk menjaga stabilitas mata uang dan pasar keuangan domestik, namun fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan sentimen pasar global.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79