KABARBURSA.COM - PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), sebuah emiten konsumer nonsiklikal yang dikenal di pasar, mengumumkan keputusan penting terkait likuidasi salah satu anak perusahaannya, Mayora Nederland B.V. yang berbasis di Belanda. Langkah strategis ini diambil oleh perusahaan setelah mempertimbangkan sejumlah faktor efisiensi yang berhubungan dengan kelangsungan operasional dan struktur bisnis jangka panjangnya.
Mayora Nederland didirikan pada tahun 1996 untuk tujuan penerbitan global medium-term note programme, dengan Mayora Indah bertindak sebagai penjamin. Namun, seiring berakhirnya program tersebut, Mayora Nederland tidak lagi melakukan aktivitas bisnis apapun, sehingga membuat entitas ini menjadi tidak relevan dengan tujuan usaha Mayora secara keseluruhan.
Keputusan untuk melikuidasi anak usaha ini tidak hanya berkaitan dengan efisiensi, tetapi juga terkait dengan langkah konsolidasi dan penghematan biaya. Dalam proses likuidasi ini, Mayora Nederland tercatat memiliki kewajiban sebesar Rp35 miliar yang tercatat dalam laporan keuangan yang dikonsolidasikan dengan Mayora Indah, yang pada dasarnya memperlihatkan dampak terbatas terhadap kondisi finansial perusahaan induk.
Menurut Yuni Gunawan, Corporate Secretary MYOR, likuidasi ini merupakan tindakan yang sesuai dengan strategi jangka panjang Mayora. Meskipun likuidasi tersebut terindikasi tidak berpengaruh langsung terhadap kelangsungan perusahaan induk, hal tersebut menjadi pilihan yang tepat karena akan mengurangi beban finansial dan memperbaiki struktur biaya. Selain itu, langkah ini tidak melibatkan transaksi material atau konflik kepentingan, mengingat MYOR memiliki 100 persen saham pada Mayora Nederland.
Manajemen Mayora Indah menggarisbawahi bahwa meskipun keputusan ini mungkin dilihat sebagai sebuah langkah restrukturisasi yang radikal, namun itu tidak menandakan dampak negatif bagi perusahaan, melainkan sebaliknya, berfokus pada pengoptimalan operasional yang lebih efisien. Jadi, dengan adanya likuidasi ini, MYOR diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya dan berfokus pada pengelolaan entitas-entitas bisnis yang lebih strategis dan relevan di masa depan.
Langkah ini sejalan dengan tujuan Mayora untuk terus berkembang dan mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pemimpin pasar dalam industri konsumer nonsiklikal, yang dinilai tetap tangguh meskipun menghadapi tantangan global.
Saham Menghijau
Sejalan dengan efisiensi yang dilakukan Mayora, pergerakan saham pada Rabu, 8 Januari 2025, terlihat menghijau.
Saham dibuka pada level Rp2.700, pasar menunjukkan posisi stabil di hari perdagangan tersebut. Saham mencapai puncaknya di Rp2.770, meskipun diperdagangkan di level rendah yang sama dengan harga pembukaan. Kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp61,49 triliun, menunjukkan ukuran perusahaan yang cukup signifikan dan mendominasi sektor terkait. Dengan rasio harga terhadap pendapatan (P/E ratio) di angka 19,32, perusahaan ini menunjukkan valuasi yang cukup solid, yang sering kali digunakan investor untuk menilai seberapa mahal atau murahnya saham dibandingkan dengan laba yang dihasilkan.
Bagi para pemegang saham yang lebih mengutamakan pendapatan pasif, tingkat dividen yang ditawarkan sebesar 2,00 persen menjadi salah satu daya tarik. Angka ini mencerminkan pendapatan tambahan yang bisa didapat oleh pemegang saham melalui pembayaran dividen relatif terhadap harga saham.
Di sisi lain, dengan rentang fluktuasi harga saham yang terjaga antara 2.200,00 (52-week low) dan 3.010,00 (52-week high), perusahaan ini tetap beroperasi dalam batas-batas yang cukup stabil meskipun menghadapi perubahan pasar.
Melihat dari kinerja saham pada tahun lalu, angka-angka tersebut menggambarkan dinamika pasar yang sehat namun juga memberikan gambaran potensi volatilitas.
Tersulut PPN Tetap 11 Persen
Pemerintah telah memberikan kepastian terkait kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) di awal tahun 2025. Dalam pengumuman resmi pada Selasa, 31 Desember, disampaikan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya akan berlaku untuk kategori barang-barang mewah.
Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 15/2023 dan No. 42/2022. Sementara itu, barang dan jasa umum yang selama ini dikenakan tarif PPN 11 persen tetap berada pada angka tersebut tanpa perubahan. Selain itu, barang dan jasa yang sebelumnya dibebaskan dari PPN juga tetap tidak dikenakan pajak.
Menurut Edi Chandren, analis dari Stockbit Sekuritas, dengan tarif PPN barang dan jasa umum yang tidak mengalami kenaikan, tekanan terhadap kenaikan harga yang seringkali membebani konsumen dapat diminimalkan. Hal ini diharapkan mendorong stabilitas permintaan konsumen pada paruh pertama tahun 2025.
Namun demikian, tantangan masih ada jika pelaku usaha yang telah menaikkan harga jual berdasarkan informasi kebijakan sebelumnya tidak segera menyesuaikan kembali harga-harga mereka. Jika tidak, dampak negatif pada daya beli tetap mungkin terjadi, meskipun hanya bersifat sementara.
Reaksi pasar terhadap kebijakan ini terlihat menjanjikan. Fokus kini beralih pada implementasi lapangan, di mana pemerintah dan pelaku usaha perlu bersinergi memastikan kebijakan tersebut dapat berjalan tanpa gangguan.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, sehingga KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.