KABARBURSA.COM - Wacana pemberian insentif kepada mobil hybrid memiliki dampak positif terhadap perkembangan kendaraan roda empat jenis tersebut.
Pengamat otomotif, Bebin Djuana mengatakan pemberian insentif tersebut berpotensi membuat penjualan mobil hybrid naik secara signifikan.
"Secara industri otomotif sangat positif karena harapan memperbesar volume penjualan akan terlihat signifikan," ujarnya Kabar Bursa, Kamis, 16 Mei 2024.
Selain itu, Bebin menilai kebijakan tersebut juga dapat mempercepat pertumbuhan ICE, hybrid & BEV. Menurutnya, tiga lini ini akan berkembang serempak meski beda kecepatan.
Saat ditanya adakah pengaruhnya pemberian insentif mobil hybrid terhadap mobil listrik, khususnya yang memengaruhi penjualan, secara tegas Bebin menjawab tidak. Karena menurutnya keduanya memiliki konsumen yang berbeda.
"Insentif yang diberikan pada hybrid tidak mengganggu penjualan BEV karena konsumen yg berbeda tidak tumpang tindih," tandasnya.
Adapun wacana pemberian intensif kepada mobil hybrid sudah ada sejak lama. Namun belum diketahui kapan kebijakan tersebut bakal berjalan.
Mobil hybrid memiliki pasar yang besar ketimbang mobil listrik. Berdasarkan data yang dihimpun, penjualan mobil hybrid berada di level 17.256 unit per April 2024. Sementara mobil listrik 7.745 unit.
Dan perlu diketahui, pabrikan Jepang mendominasi segmen mobil hybrid di Indonesia, di antaranya adalah Toyota, Nissan, Lexus, dan Suzuki.
Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Jongkie Sugiarto, wacana tentang pemberian insentif oleh pemerintah untuk mobil hybrid diyakini akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri otomotif dalam negeri.
Jongkie menyatakan bahwa saat ini pemerintah sedang melakukan kajian terkait insentif pajak yang akan diberikan kepada mobil hybrid.
Ia menekankan bahwa meskipun harga mobil hybrid lebih rendah daripada mobil listrik, namun masih lebih tinggi daripada mobil konvensional. Namun, teknologi mobil hybrid memastikan efisiensi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang lebih tinggi daripada mobil konvensional.
Selain itu, mobil hybrid dapat mengisi ulang baterainya sendiri saat dalam perjalanan dan tidak memerlukan stasiun pengisian daya. Oleh karena itu, mobil hybrid masih dapat mengisi BBM di SPBU.
Jongkie berharap bahwa insentif tersebut dapat mendorong peningkatan populasi mobil hybrid, sehingga penggunaan BBM secara nasional dapat berkurang. Dia juga menyatakan bahwa pangsa pasar mobil listrik tidak akan tergerus jika mobil hybrid juga mendapat insentif pajak.
Sementara itu Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus, memperkirakan, insentif yang diberikan kepada mobil hybrid tidak sebesar insentif ke mobil listrik.
“Karena jelas insentifnya tidak akan sebesar mobil listrik rakitan lokal dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tinggi,” katanya kepada Kabar Bursa, Rabu, 15 Mei 2024.
Yannes menilai, mobil hybrid masih menghasilkan emisi gas buang, meskipun lebih rendah dari mobil bensin sehingga pemberian insentif tersebut akan terbatas.
Di samping itu, terkait penjualan, dia memperkirakan mobil listrik lokal dengan TKDN tinggi masih berpeluang lebih murah. “Mobil listrik rakitan lokal dengan TKDN tinggi berpotensi tetap lebih murah dibandingkan dengan impor mobil listrik yang dinolkan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah),” tuturnya.
Berbeda dengan yang lain, perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) menilai insentif mobil hybrid perlu kajian lebih lanjut. Ketua Umum Periklindo, Moeldoko, menyebutkan pemberian insentif mobil hybrid masih perlu penelitian lebih lanjut. Mengingat mobil listrik masih membutuhkan bensin.
"Kajian-kajian ini harus lebih didalamkan lagi. Tidak bisa dengan mudah memberikan izin, nanti untuk EV nggak akan bertumbuh dengan baik," jelas dia.
Namun sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko enggan berkomentar lebih lanjut. Dia menjelaskan saat ini insentif mobil hybrid masih digodok.
"Memang sedang digodok. Makanya kemarin Presiden waktu ditanya bilang nunggu dulu," lanjut Moeldoko.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah masih terus mengkaji rencana pemberian insentif untuk mobil hybrid.
Airlangga menjelaskan, insentif yang akan diberikan berupa pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP). Besaran PPN DTP untuk mobil hybrid rencananya akan sama dengan besaran insentif yang diberikan untuk mobil listrik.
“Kita akan bahas dengan kementerian teknis, kita sedang kaji. Sama dengan PPN DTP, kalau sekarang kan 1 persen, nanti kita akan exercise," kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, beberapa waktu lalu.
Dia belum memberikan detail waktu aturan teknis akan diberikan. Sebab, pihaknya masih menghitung dampak pemberian insentif terhadap harga jual mobil hybrid.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.