KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri asuransi berpotensi tumbuh dengan adanya program 3 juta rumah dan makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, mengatakan industri asuransi bisa ikut berkontribusi dalam dua program tersebut.
Ogi menjelaskan, OJK telah melakukan diskusi kepada para pelaku perasuransian mengenai dukungan mereka terhadap program 3 juta rumah dan MBG.
Pernyataan dari OJK tersebut jelas menjadi angin segar bagi industri asuransi tanah air. Lalu, bagaimana proyeksi emiten asuransi terhadap sentimen positif ini?
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy, mengatakan Program 3 dan MBG yang dijalankan oleh pemerintahan Prabowo Subianto memberikan dampak positif tidak hanya pada sektor sosial, tetapi juga pada industri asuransi.
"Program MBG bertujuan meningkatkan kualitas gizi masyarakat, sementara Program 3 Juta Rumah fokus pada penyediaan rumah terjangkau," ujar dia kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Abdul menilai, kombinasi kedua program tersebut secara tidak langsung mendorong peningkatan kebutuhan akan asuransi kesehatan dan asuransi properti.
Berdasarkan laporan (OJK), dia menjelaskan peningkatan premi asuransi kesehatan meningkat 16,8 persen pada 1H2024, seiring dengan implementasi program MBG yang menjangkau lebih dari 10 juta penerima manfaat.
"Program ini mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan, terutama untuk keluarga dengan anak-anak yang menjadi target utama MBG," jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Abdul, program 3 juta rumah juga berkontribusi pada peningkatan permintaan asuransi properti, yang naik 12 persen pada periode yang sama.
Menurutnya, rumah-rumah yang dibangun melalui program ini memerlukan perlindungan asuransi untuk mengatasi risiko seperti kebakaran, bencana alam, atau kerusakan, sehingga membuka peluang besar bagi perusahaan asuransi.
Dampak Jangka Panjang
Di sisi lain, Abdul juga membeberkan dampak jangka panjang program 3 juta rumah terhadap emiten asuransi. Dia menilai, program ini bisa mendongkrak pertumbuhan premi asuransi dan berdampak positif terhadap emiten di sektor ini.
"Tentu saja dengan adanya program ini dapat mendorong akselerasi pertumbuhan premi asuransi properti di tahun 2025 hingga 2030," ujarnya.
Namun begitu, dia memandang program MBG tidak menjadi penopang yang signifikan untuk industri asuransi kesehatan di Indonesia dalam jangka panjang.
Sebab, kata Abdul, asuransi kesehatan di Indonesia saat ini masih ditopang oleh masyarakat yang tergolong kepada masyarakat berpenghasilan menengah hingga atas.
Tantangan Industri Asuransi
Presiden Direktur PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) Tatang Nurhidayat, mengungkapkan sejumlah tantangan yang akan dihadapi industri asuransi pada tahun 2025. Tantangan tersebut mencakup dinamika global, kebijakan domestik, hingga implementasi standar akuntansi baru yang dinilai mempengaruhi stabilitas industri ke depan.
Tatang menyoroti kondisi global sebagai salah satu faktor utama. Peningkatan risiko akibat bencana alam, seperti kebakaran besar di Los Angeles (LA), menjadi ancaman nyata bagi sektor asuransi.
“Sekarang ada kejadian bencana ya (LA), jadi kondisi global ini menyebabkan peningkatan risiko lah. Sehingga akan meningkatkan juga harga reaksionasi,” ujar Tatang saat ditemui Kabarbursa.com di Jakarta Pusat, Kamis 23 Januari 2025.
Selain itu, stabilitas ekonomi dan politik turut menjadi perhatian besar. Menurut Tatang, investasi serta kemampuan konsumen untuk membayar premi akan menjadi faktor kunci yang memengaruhi industri.
“Kan kita juga salah satu yang penting kan investasi. Investasi dan lainnya juga termasuk kolektibilitas, kan kalau ini konsumen mampu nggak mampu bayar, gimana?” jelasnya.
Di tingkat domestik, kebijakan terkait kenaikan modal perusahaan asuransi menjadi tantangan yang tidak kalah besar. Beberapa perusahaan menghadapi risiko tinggi akibat tekanan untuk memenuhi persyaratan modal tersebut.
“Kalau yang nggak mampu memenuhi itu, di saat-saat akhir ini apakah mampu memenuhi atau mencoba hal terakhir dengan apapun yang dia lakukan, yang ini kan berisiko sekali,” ungkap Tatang.
Ia juga menyoroti persaingan pasar yang semakin ketat akibat berbagai kebijakan perusahaan dalam menghadapi risiko pasar.
“Kalau ternyata jadinya greedy, kan jadi masalah jangka panjang buat industri,” tambahnya.
Selain itu, implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menjadi sorotan utama. Menurut Tatang, perbedaan antara laporan keuangan berbasis PSAK baru dan laporan perpajakan menciptakan tantangan besar bagi perusahaan.
“Kebayang kalau company yang secara PSAK baru performa nggak bagus, tapi eksposur pajaknya tetap tinggi kan dua kali ya. Itu juga jadi tantangan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa perbedaan metodologi dalam perlakuan risiko akibat standar baru ini, terutama terkait risiko yang dianggap merugikan (onerous), juga memerlukan perhatian khusus.
“Kalau yang onerous actualnya juga onerous, ya memang harus dihindari atau perlu ada hal baru,” tambahnya.
Lebih jauh, Tatang berharap agar pemerintahan baru dapat menciptakan stabilitas politik yang lebih baik. Menurutnya, dengan selesainya agenda politik seperti pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg), dan pemilihan kepala daerah (pilkada), pemerintah dapat lebih fokus pada penguatan ekonomi.
“Kita berharap stabilitas keamanan politik itu, hal-hal yang nggak perlu-nggak perlu, sudahlah ya. Sehingga kita fokus sekarang ke hal-hal yang perlu-perlu, yaitu ekonomi,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Tatang dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut. Dia menegaskan pentingnya penguatan infrastruktur serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi.
“Sense kita terhadap hal yang baru, hal yang tidak common, itu juga perlu diperkuat,” tuturnya.(*)