Logo
>

Melirik Emiten Madu Indonesia yang tak Lagi Manis

Ditulis oleh Yunila Wati
Melirik Emiten Madu Indonesia yang tak Lagi Manis

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Madu, produk alam yang memiliki banyak manfaat dan berbagai jenis dari sumber nektar yang berbeda, pertumbuhannya tidak semanis rasanya. Sebenarnya, produksi madu Indonesia memiliki potensi besar, namun masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan pasar domestik.

    Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 Indonesia memproduksi 21.392 liter madu dengan Jawa Tengah dan Sumatera menjadi provinsi yang berkontribusi besar. Meski ada peningkatan produksi di berbagai daerah, angka ini masih jauh dari mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga Indonesia masih harus mengimpor madu dari negara lain.

    Dalam beberapa tahun terakhir, tren produksi madu Indonesia mengalami fluktuasi. Selama dua tahun (2020-2022), produk madu sempat turun karena perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang mengganggu habitat lebah.

    Namun pada 2023, produksi madu meningkat dengan total produksi mencapai 9.430,62 ton. Hanya saja, peningkatan itu belum terasa signifikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, apalagi ekspor.

    Karena itu, ke depan perlu adanya upaya untuk memperkuat ekosistem lebah dan meningkatkan teknologi budidaya lebah agar dapat memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.

    Kinerja Emiten Madu

    Ada beberapa emiten madu yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, di antaranya adalah MOLI atau PT Madusari Murni Indah, Tbk. Saham MOLI cukup aktif diperdagangkan di Bursa. Sayangnya, pergerakannya tidak cukup menarik. Pada perdagangan hari ini saja, hingga pukul 14.55 WIB turun 0,83 persen atau setara dengan 2 poin dan berada di level Rp240.

    Mengutip Stockbit, Kamis, 19 September 2024, seperti ini kinerja perusahannya:

    1. Valuasi Saham dan Rasio Profitabilitas

    MOLI saat ini diperdagangkan dengan Price to Earnings (PE) ratio TTM sebesar 19,71, yang mencerminkan valuasi cukup tinggi jika dibandingkan dengan median IHSG PE Ratio yang hanya 7,89. Ini mengindikasikan bahwa investor bersedia membayar premi lebih tinggi untuk setiap rupiah keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dibandingkan rata-rata perusahaan lainnya di IHSG. Namun, dengan forward PE ratio yang belum tersedia, ada ketidakpastian mengenai proyeksi pendapatan masa depan.

    Earnings yield (TTM) perusahaan berada pada angka 5,07 persen, yang menunjukkan potensi pendapatan dari investasi saham MOLI, meskipun masih relatif rendah dibandingkan standar sektor yang lebih luas.

    Dari sisi Price to Sales (P/S), MOLI memiliki rasio 0,48, yang cukup rendah dan bisa menunjukkan bahwa sahamnya relatif undervalued dibandingkan dengan pendapatannya. Sementara itu, Price to Book Value (PBV) sebesar 0.56 menunjukkan bahwa saham perusahaan diperdagangkan dengan diskon besar terhadap nilai bukunya, yang sering kali menjadi indikator bahwa saham tersebut undervalued.

    2. Profitabilitas Perusahaan

    Dari segi profitabilitas, MOLI mencatat Net Profit Margin (Quarter) sebesar 1,02 persen, angka yang sangat rendah. Bahkan lebih mengkhawatirkan adalah bahwa Net Income (Quarter YoY Growth) perusahaan turun drastis hingga -94,05 persen. Penurunan laba yang signifikan ini mengindikasikan bahwa perusahaan sedang menghadapi tekanan operasional atau pasar yang cukup berat, dan bisa berdampak pada sentimen investor.

    Meskipun demikian, Gross Profit Margin (Quarter) perusahaan sebesar 24,42 persen masih cukup solid, menandakan kemampuan MOLI dalam mengelola biaya produksi relatif efisien. Namun, penurunan Gross Profit (Quarter YoY Growth) sebesar -4,98 persen menunjukkan bahwa efisiensi ini mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.

    3. Solvabilitas dan Struktur Modal

    Dari segi solvabilitas, MOLI memiliki Current Ratio (Quarter) sebesar 2,16, yang menunjukkan perusahaan memiliki likuiditas yang baik dan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimiliki. Quick Ratio (Quarter) berada di 1,31, yang berarti MOLI masih mampu menutup kewajiban jangka pendek dengan aset lancar yang sangat likuid tanpa bergantung pada penjualan inventori.

    Dalam hal utang, Debt to Equity Ratio (Quarter) MOLI relatif rendah di angka 0,37, yang menunjukkan tingkat leverage yang sehat. Rasio Long-Term Debt/Equity (Quarter) hanya 0,01, yang mencerminkan bahwa perusahaan memiliki beban utang jangka panjang yang sangat kecil, dan ini memberi fleksibilitas lebih dalam pengelolaan modal di masa depan.

    4. Pertumbuhan dan Kinerja Operasional

    Dari sisi pertumbuhan, MOLI menghadapi tantangan yang cukup besar, dengan Revenue (Quarter YoY Growth) yang turun -1,72 persen. Penurunan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari permintaan yang menurun hingga masalah dalam operasi internal perusahaan.

    Sementara itu, Days Inventory Outstanding (Quarter) berada di angka 161,12 hari, yang berarti perusahaan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjual persediaannya. Hal ini dapat mengindikasikan potensi masalah dalam manajemen inventori atau adanya tantangan di sisi penjualan.

    Namun, satu poin positif adalah Return on Capital Employed (ROCE) sebesar 7,39 persen, yang menunjukkan bahwa perusahaan masih mampu menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan.

    5. Arus Kas dan Dividen

    Dari sisi arus kas, MOLI berhasil mencatatkan Free Cash Flow (TTM) sebesar 71 B yang menunjukkan bahwa perusahaan masih mampu menghasilkan arus kas positif yang bisa digunakan untuk ekspansi, pelunasan utang, atau pembayaran dividen. Pada sisi lain, perusahaan juga membayar dividen sebesar 3,67 per saham, dengan Dividend Yield mencapai 1,67 persen, dan Payout Ratio sebesar 55,41 persen, yang menunjukkan bahwa lebih dari separuh laba perusahaan digunakan untuk membayar dividen kepada pemegang saham.

    6. Harga Saham dan Kinerja Pasar

    Dalam hal kinerja saham, MOLI menghadapi tren penurunan. Selama satu tahun terakhir, harga sahamnya mengalami koreksi sebesar -42,86 persen, dengan 52-week high sebesar 492 dan 52-week low di 208. Penurunan ini menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi tekanan besar di pasar, yang bisa disebabkan oleh kondisi eksternal seperti kondisi ekonomi makro atau masalah internal perusahaan.

    Kinerja harga saham yang buruk juga tercermin dalam 3 Year Price Returns sebesar -70,22 persen, yang menandakan tren penurunan berkepanjangan.

    Secara keseluruhan, kinerja MOLI mencerminkan situasi yang menantang. Penurunan drastis dalam laba bersih dan pertumbuhan pendapatan menjadi perhatian utama, meskipun perusahaan masih memiliki neraca yang sehat dengan likuiditas yang baik dan leverage rendah. Pada saat yang sama, valuasi saham yang rendah dan profitabilitas yang stabil di beberapa metrik menunjukkan potensi pemulihan jika perusahaan dapat mengatasi hambatan operasionalnya. Namun, investor harus berhati-hati dan mempertimbangkan risiko jangka pendek sebelum melakukan investasi lebih lanjut di MOLI.(*)

     

    Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan Investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79