KABARBURSA.COM - Saham ritel, khususnya non cyclical, saat ini tengah dihadapkan dengan tantangan sulit karena beberapa faktor. Namun, saham di sektor ini diperkirakan mampu bangkit.
Pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono, memperkirakan saham ritel non cylical berpeluang mencetak kinerja positif pada akhir tahun ini.
"Sektor ritel jelas, untuk akhir tahun masih potensial," kata Wahyu kepada Kabarbursa.com, Kamis, 31 Oktober 2024.
Wahyu menyadari, saham ritel tengah menghadapi tantangan yang sulit dikarenakan beberapa faktor, seperti banyaknya PHK dan menurunnya kelas menengah. Dengan kondisi seperti itu, konsumer dipastikan sedang tertekan dan hal tersebut secara otomatis berdampak kepada industri ritel.
Meski begitu, Wahyu melihat ada beberapa sentimen yang bisa mendongkrak emiten ritel untuk bangkit dari kesulitan, di antaranya ialah window dressing hingga January efect di awal 2025 mendatang.
Perlu diketahui, window dressing merupakan kegiatan para manajer perusahaan atau emiten untuk memperbaiki portfolio menjelang akhir tahun. Sementara January effect adalah kenaikan harga saham di awal tahun, terutama pada bulan Januari.
"Akhir tahun menjadi peluang bagi konsumen untuk melakukan aksi pembelian karena banyaknya diskon yang ditawarkan," ujar Wahyu.
Lebih lanjut, ada beberapa saham yang terbilang potensial dari sentimen tersebut, yaitu UNVR, ICBP, MYOR, hingga AALI. Saham-saham itu diprediksi akan memiliki kinerja apik dalam beberapa hari ke belakang.
Hal senada disampaikan Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer. Menurutnya, perusahaan-perusahaan ritel akan segera menemukan momentumnya, yaitu saat menjelang pergantian tahun. Lomba diskon yang diterapkan nantinya sangat menjadi daya tarik bagi konsumen untuk membeli.
“Saham-saham retail ini cenderung untuk mengeluarkan diskon pada periode tersebut,” ujar dia kepada Kabarbursa.com, beberapa waktu lalu.
Menurut Khaer, pemberian diskon tersebut berpotensi membuat emiten-emiten ritel meraih revenue pendapatannya pada akhir tahun mendatang.
“Jadi, memang secara kuartal-kuartal atau periode, ada kecenderungan saham-saham retail di akhir tahun memiliki potensi penguatan yang cukup besar dibandingkan dengan periode atau sebelumnya,” ujar dia.
Adapun pada penutupan perdagangan sesi I, Kamis, 31 Oktober 2024, sektor non cyclical terpantau menghijau cenderung stagnan dengan kinerja 0,00 persen. Terdapat saham-saham yang menguat signifikan seperti BTEK (33,33 persen), diikuti SKLT (25,88 persen), dan ADES (4,68 persen).
Dari “Kacangan” Jadi Industri Besar
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah, menceritakan bagaimana perkembangan bisnis sektor ritel di Indonesia. Katanya, dari yang hanya dianggap bisnis sederhana kini menjadi industri besar.
“Awalnya, kami sebagai supplier. Ya ke Mal Matahari, Ramayana, dan lainnya yang ada di Indonesia,” kata Budihardjo kepada Kabarbursa.com, Senin, 9 September 2024.
Namun, dalam perjalanannya, para supplier menyadari ada potensi besar yang bisa mereka raih jika terjun langsung ke dunia ritel. Jika sebelumnya menjadi supplier, kini memiliki toko sendiri di pusat perbelanjaan.
“Dulu, kami melihat bagaimana merek-merek seperti Hammer dan Executive yang awalnya hanya supplier, akhirnya membuka toko sendiri di mal-mal,” tuturnya.
Dia contohkan lagi, Restoran Sari Ratu. Sebelum dikenal sebagai kuliner masakan khas Padang yang berada di dalam mal, Sari Ratu memulai perjalanannya dengan nama Grand Melawai.
“Jadi,itu langkah awal restoran Padang masuk ke mal,” ungkap Budihardjo.
Dengan berkembangnya sektor ritel tersebut, berbagai asosiasi mulai bermunculan untuk mendukung ekosistem ini. Asosiasi ponsel, waralaba, garmen, dan lainnya, berkumpul di bawah payung HIPPINDO.
“Semua asosiasi terkumpul dan mereka memandang sektor ritel perlu dikembangkan di Indonesia, yang menghidupi itu adalah konsumsi,” jelasnya.
HIPPINDO, lanjut dia, dibentuk dengan lima pilar utama, yaitu peritel, mal, supplier, pemerintah, dan karyawan. Menurut dia, tanpa keberadaan lima pilar tersebut, ekosistem ritel tidak akan berjalan dengan baik.
“Kalau enggak ada lima pilar, ekosistem ritel enggak jalan,” imbuhnya.
Menurut Budihardjo, mayoritas sektor ritel di Indonesia berawal dari pabrik. Dalam perjalanannya, pabrik-pabrik tersebut membuka toko-toko ritel sendiri.
Beralih ke brand, Budihardjo menganggapnya sebagai aset bangsa. Dia menyontohkan, banyak produk bertaraf internasional yang tidak memiliki pabrik, tapi memiliki merek yang kuat. Itulah mengapa kemudian brand disebut sebagai aset bangsa.
“Merek-merek berskala internasional itu tidak punya pabrik, mereka hanya punya merek. Itu yang dimaksud brand merupakan aset bangsa,” jelas Budihardjo.
Setelah delapan tahun beroperasi, HIPPINDO berharap dengan lima pilar yang dia sebutkan, pihaknya dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia.
“Dengan membuka toko, maka dapat menyerap pakaian lokal dan impor, serta mengintegrasikan berbagai merek global,” imbuhnya.
Budihardjo pun menekankan, pihaknya tidak memusuhi merek global, tapi sebaliknya. Dia berpendapat, dengan membawa merek internasional ke Tanah Air dan membuka toko akan bisa mengurangi kecenderungan warga Indonesia untuk membeli barang dari luar negeri.
Budihardjo sebelumnya sempat meminta pemerintah untuk memperbanyak pembangunan pabrik asing di Indonesia. Alasannya, pembangunan tersebut dapat mengundang lebih banyak merek internasional untuk memproduksi barang di Indonesia. Dengan keberadaan mereka, pemerintah dapat memperkuat perdagangan domestik dan menciptakan lebih banyak peluang ekonomi.
“Jadi, mohon dibantu pak Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) untuk memperbanyak pabrik asing di Indonesia. Kita undang brand-brand luar untuk memproduksi produk-produknya di Indonesia dan kita jual di sini,” katanya dalam pembukaan ‘Indonesia Retail Summit 2024’ di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Jakarta Utara, Rabu, 28 Agustus 2024.
Lebih lanjut, HIPPINDO mendukung segala bentuk perdagangan yang resmi, dalam hal ini terkait dukungan terhadap produk-produk yang diproduksi di dalam negeri, meskipun memiliki merek internasional.
“HIPPINDO mendukung semua yang resmi dan itu untuk membuat perdagangan domestik menjadi kuat,” ujar dia.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.