KABARBURSA.COM - Dalam dunia investasi, ada beberapa istilah yang mungkin masih membingungkan bagi sebagian calon investor, seperti SBN, SBSN, dan SUN. Apa perbedaannya?
Menurut laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ketiga istilah tersebut memiliki singkatan sebagai berikut:
- SBN: Surat Berharga Negara
- SBSN: Surat Berharga Syariah Negara
- SUN: Surat Utang Negara
Lalu, apa pengertian dari masing-masing istilah ini?
Pengertian SBN, SBSN, dan SUN
Surat berharga adalah dokumen yang memiliki nilai uang atau nominal dan berfungsi sebagai legitimasi atas kepemilikan hak tertentu yang bisa digunakan untuk keperluan transaksi.
Berikut pengertian dari tiga istilah di atas:
Surat Berharga Negara atau SBN adalah surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan bebas dari risiko gagal bayar karena investasi ini dijamin oleh negara.
SBN terdiri dari dua jenis utama, yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara atau SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, yang nilai pokok dan kuponnya dijamin oleh negara sesuai masa berlakunya.
Sementara itu, SBSN yang juga dikenal sebagai Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Investasi dalam SUN maupun SBSN dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Penawaran SUN dan SBSN
Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ditawarkan secara ritel kepada warga negara Indonesia.
Ada berbagai jenis investasi SUN dan SBSN berdasarkan karakteristik produknya, yang terbagi menjadi kategori konvensional dan syariah.
Di kategori investasi konvensional ada Obligasi Negara Ritel (ORI), yaitu memiliki nilai kupon tetap dan bisa diperdagangkan antar investor domestik.
Jenis investasi konvensional lainnya yaitu Savings Bond Ritel (SBR), yakni mempunyai tingkat kupon mengambang dan tidak bisa diperdagangkan.
Sementara itu, yang termasuk jenis investasi syariah adalah Sukuk Ritel.
Dalam hal ini Sukuk Ritel memiliki tingkat imbalan tetap yang dibayarkan setiap bulan dan bisa diperdagangkan di pasar sekunder.
Selain itu ada Sukuk Tabungan yang memiliki tingkat imbalan mengambang dan tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder.
Dan, Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel) atau Sukuk Wakaf Ritel yaitu Investasi wakaf uang pada sukuk negara yang imbalannya disalurkan untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat.
Meskipun memiliki kategori yang berbeda, seluruh SBN digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan nasional.
Keamanan Investasi SBN
Seluruh instrumen SBN termasuk investasi yang aman karena nilai pokok dan kuponnya dijamin oleh negara.
Dengan memahami perbedaan antara SBN, SUN, dan SBSN, calon investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik.
SBN menawarkan keamanan dan dukungan dari pemerintah, sedangkan SBSN memberikan opsi investasi berdasarkan prinsip syariah yang juga aman dan dijamin oleh negara.
Lelang Tujuh SUN, Pemerintah Kantongi Rp22 Triliun
Pemerintah Indonesia berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp22 triliun dari lelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan pada Selasa, 11 Juni 2024.
Ketujuh seri yang dilelang melalui sistem lelang Bank Indonesia (BI) antara lain adalah:
- SPN03240911 (penerbitan baru), SPN12250612 (penerbitan baru)
- FR0101 (pembukaan kembali), FR0100 (pembukaan kembali)
- FR0098 (pembukaan kembali), FR0097 (pembukaan kembali)
- FR0102 (pembukaan kembali).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa total penawaran masuk pada lelang mencapai Rp42,96 triliun.
Seri FR0100 menjadi seri dengan penyerapan terbesar, berhasil memenangkan dana sebesar Rp7,8 triliun dari total penawaran masuk Rp12,45 triliun, dengan imbal hasil (yield) rata-rata tertimbang sebesar 7,01993 persen.
Selanjutnya, seri FR0101 memenangkan dana sebesar Rp7,7 triliun dari total penawaran masuk Rp13,25 triliun, dengan imbal hasil rata-rata tertimbang sebesar 6,94998 persen.
Seri FR0098 berhasil memenangkan dana sebesar Rp2,15 triliun dari total penawaran masuk Rp4,35 triliun, dengan imbal hasil rata-rata tertimbang sebesar 7,03964 persen.
Pemerintah juga berhasil memenangkan dana dari seri FR0102 sebesar Rp1,9 triliun dari total penawaran masuk Rp2,48 triliun, dengan imbal hasil rata-rata tertimbang sebesar 7,05959 persen.
Dari seri FR0097, Pemerintah memutuskan untuk menyerap dana sebesar Rp1,25 triliun dari total penawaran masuk Rp3,92 triliun, dengan imbal hasil rata-rata tertimbang sebesar 7,05986 persen.
Seri SPN12250612 berhasil dimenangkan sebesar Rp1 triliun dari total penawaran masuk Rp4,08 triliun, dengan imbal hasil rata-rata tertimbang sebesar 6,81914 persen. Terakhir, Pemerintah juga menyerap dana sebesar Rp200 miliar dari seri SPN03240911 yang menerima penawaran masuk Rp2,39 triliun, dengan imbal hasil rata-rata tertimbang sebesar 6,59000 persen.
Pemerintah memperoleh dana yang signifikan melalui lelang ini, yang akan digunakan untuk membiayai berbagai program dan proyek pembangunan di Indonesia.
Keuntungan Investasi SUN
Tingkat keuntungan investasi SUN bersumber dari penghasilan kupon dan potensi kenaikan harga obligasi.
Dibandingkan efek lainnya, SUN memiliki risiko gagal bayar yang sangat kecil sebab nilai pokok dan kuponnya dijamin negara.
Produk SUN juga bisa dijadikan sebagai agunan dan dapat dijual sewaktu-waktu saat pemiliknya membutuhkan dana.
Perlu diketahui, setiap tahun pemerintah menganggarkan pembayaran kupon maupun pokok obligasi negara dalam APBN.
Penjualan dan penawaran obligasi negara oleh pemerintah di pasar primer umumnya dilakukan melalui lelang.
Lelang obligasi diikuti oleh peserta yang memenuhi persyaratan seperti bank atau perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai dealer utama. (*)