KABARBURSA.COM - Uni Eropa (UE) telah menjadi kekuatan ekonomi terbesar yang mulai menurunkan biaya pinjaman untuk dunia usaha dan konsumen di tengah inflasi yang meningkat.
Melalui laporan dari Yahoo Finance pada Kamis, 6 Juni 2024, Presiden ECB Christine Lagarde dan pejabat lainnya telah mengisyaratkan penurunan suku bunga sebesar seperempat poin dari rekor tertinggi 4 persen. Keputusan ini kemungkinan akan diambil dalam pertemuan di kantor pusat ECB di Frankfurt, Jerman.
Lagarde menunjukkan keyakinannya bahwa inflasi di zona UE terkendali. Pernyataannya yang disampaikan oleh pejabat ECB lainnya meyakinkan para analis bahwa penurunan suku bunga akan menjadi langkah berikutnya.
Langkah ini mencerminkan peralihan dari awal lonjakan inflasi, ketika The Fed memimpin pengetatan kredit dengan menaikkan suku bunga sejak Maret 2022. Kenaikan ini meningkatkan biaya hipotek namun juga meningkatkan imbal hasil bagi penabung yang memiliki sertifikat deposito atau uang tunai.
Bank-bank sentral besar di seluruh dunia kini cenderung menurunkan suku bunga. Negara-negara seperti Swedia, Swiss, Hungaria, dan Republik Ceko telah memangkas suku bunga mereka. Bank of England juga dijadwalkan bertemu pada 20 Juni 2024, meskipun belum jelas apakah mereka akan menurunkan suku bunga dari 5,25 persen.
Penyebab inflasi di Uni Eropa sebagian besar disebabkan oleh Rusia yang menghentikan pasokan gas alam ke benua tersebut dan terhambatnya pasokan bahan mentah dan suku cadang ketika ekonomi global pulih dari pandemi COVID-19. Meski UE pertama kali terkena dampak parah, lonjakan harga energi kini telah mereda dan inflasi turun menjadi 2,6 persen pada Mei, dari puncaknya 10,6 persen pada Oktober 2022, mendekati target ECB sebesar 2 persen.
Sementara itu, The Fed di AS menghadapi perekonomian yang berbeda dengan stimulus pemerintah dan belanja pemulihan pandemi yang memicu inflasi. Indeks harga konsumen AS berada pada 3,4 persen per tahun, jauh dari target The Fed sebesar 2 persen. Ketua Fed Jerome Powell memperkirakan akan menurunkan suku bunga tahun ini dari level 5,25-5,5 persen, namun diperkirakan tidak ada perubahan pada pertemuan kebijakan Fed berikutnya pada 11-12 Juni 2024.
Menurunnya inflasi di AS membuat para ekonom dan investor memperkirakan hanya akan ada satu atau dua pemotongan suku bunga tahun ini. Perbedaan suku bunga yang semakin lebar antara Eropa dan AS bisa melemahkan euro terhadap dolar dengan menarik lebih banyak uang investasi keluar dari zona euro, merugikan upaya ECB memerangi inflasi karena membuat impor lebih mahal.
Para analis mengatakan pemotongan seperempat poin kemungkinan tidak akan memicu serangkaian pemotongan lebih lanjut karena bank menunggu untuk memastikan inflasi terkendali sambil melonggarkan kredit untuk membantu ekonomi.
Di Jerman, kenaikan suku bunga ECB menghentikan kenaikan harga rumah selama sembilan tahun dan menghambat aktivitas konstruksi, yang sangat sensitif terhadap biaya pinjaman. Tarif yang lebih tinggi juga meningkatkan biaya untuk membangun produksi energi terbarukan baru sebagai bagian dari upaya Eropa beralih dari bahan bakar fosil dan memerangi perubahan iklim berdasarkan perjanjian iklim Paris 2015.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 lalu, BI memutuskan untuk menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 7,00 persen.
Kenaikan ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah risiko global yang memburuk, serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025 sejalan dengan kebijakan moneter yang pro-stability.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia pada April 2024 tetap tinggi meski mengalami penurunan signifikan dari bulan sebelumnya. BI mencatat posisi cadangan devisa sebesar US$136,2 miliar atau Rp2.189,9 triliun pada akhir April 2024, turun sebesar US$4,2 miliar dari bulan sebelumnya. Penyebab penurunan cadangan devisa termasuk kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah gejolak perekonomian global yang tinggi.
Perry menegaskan bahwa penurunan cadangan devisa tidak perlu dikhawatirkan dan memastikan cadangan devisa akan mengalami peningkatan di masa depan seiring dengan kembali masuknya aliran modal asing dan nilai tukar rupiah yang diperkirakan stabil.
“[Penurunan] cadangan devisa gak usah gundah gulana, gak usah insecure, memang wajarnya begitu. Memang kita kumpulkan waktu panen, sekarang lagi terjadi outflow, lagi perlu stabilitas. Tapi, kami pastikan stoknya itu jauh lebih cukup dari yang kita perlukan,” katanya dalam acara Taklimat Media Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu 8 Mei 2024 lalu
Perry mengatakan bahwa BI juga telah mengantisipasi adanya kebutuhan valas yang besar, termasuk pada korporasi dan musim pembagian dividen, pada kuartal kedua 2024 ini.
Namun demikian, dia memastikan cadangan devisa lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan valas tersebut. Perry juga memastikan bahwa cadangan devisa Indonesia akan mengalami peningkatan ke depan, seiring dengan kembali masuknya aliran modal asing ke dalam negeri dan nilai tukar rupiah yang diperkirakan stabil. “Kami perkirakan inflow dan stabilitas nilai tukar akan meningkatkan cadangan devisa ke depan. Kami akan memastikan cadangan devisa akan naik,” jelas Perry.
{
"width": "100 persen",
"height": "480",
"symbol": "ECONOMICS:IDFER",
"interval": "D",
"timezone": "Etc/UTC",
"theme": "light",
"style": "1",
"locale": "en",
"hide_top_toolbar": true,
"allow_symbol_change": false,
"save_image": false,
"calendar": false,
"hide_volume": true,
"support_host": "https://www.tradingview.com"
}
Posisi cadangan devisa Indonesia pada April 2024 masih setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. (Dev/*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.