KABARBURSA.COM - Harga emas pada perdagangan hari ini, 11 Februari 2025, kembali melanjutkan tren penguatan dan mencetak rekor all-time high. Diketahui, harga emas pada perdagangan global mencapai level USD2.905 per ons troi.
Seperti dikutip dari Reuters, harga emas spot melonjak 1,6 persen menjadi USD2.905,24 per ons, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi USD2.911,30 dalam sesi perdagangan. Kontrak berjangka emas AS di COMEX ditutup naik 1,6 persen pada USD2.934,40.
Kenaikan sebesar 1,6 persen ini terjadi di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, terutama setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif baru terhadap impor baja dan aluminium.
Trump berencana mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen untuk kedua komoditas tersebut, sebagai bagian dari kebijakan proteksionisme yang semakin agresif. Tidak hanya itu, ia juga mengisyaratkan akan mengumumkan tarif balasan terhadap negara-negara lain dalam waktu dekat, dengan besaran tarif yang akan disesuaikan dengan kebijakan perdagangan negara mitra.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi perang dagang yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi global. Tidak hanya itu, kondisi ini membuat investor beralih ke aset safe haven seperti emas, yang selama ini dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
Hendriko Gani dari Stockbit Sekuritas, dalam risetnya Selasa, 11 Februari 2025, menyatakan lonjakan harga emas memberikan dampak positif bagi emiten-emiten produsen emas, seperti PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT J Resources Asia Pacific Tbk (PSAB).
Begitu pula dengan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI). Dengan kenaikan harga emas, emiten-emiten ini berpotensi mengalami peningkatan harga jual rata-rata (ASP) serta margin laba yang lebih tinggi.
Secara historis, kenaikan harga emas sering kali berkorelasi dengan meningkatnya minat investor terhadap saham-saham produsen emas. Hal ini juga dapat mendorong peningkatan eksplorasi dan produksi dari perusahaan tambang untuk memanfaatkan momentum harga yang tinggi.
Di sisi lain, volatilitas harga emas tetap menjadi faktor yang perlu diperhatikan, terutama jika ada perubahan kebijakan moneter dari bank sentral utama dunia, seperti The Federal Reserve.
Dengan tren harga emas yang semakin menguat, pasar akan terus mencermati perkembangan kebijakan perdagangan AS serta respons dari negara-negara lain yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi global.
Investor pun akan lebih selektif dalam memilih aset investasi, dengan emas sebagai salah satu pilihan utama di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.
Mampukah MDKA dan ARCI Menghijau?
Mengutip data Stockbit, hingga pukul 11.00 WIB, baik MDKA maupun ARCI masih berada di zona merah. Sementara, BRMS dan PSAB berkilau dengan masing-masing menunjukkan kenaikan harga saham sebesar 1,10 persen dan 6,40 persen.
Saham MDKA saat ini berada di level Rp1.480 per lembar, mengalami tekanan sebesar 0,67 persen. Penurunan ini mencerminkan koreksi tipis setelah saham sempat menyentuh level tertinggi harian di Rp1.565, sebelum akhirnya terkoreksi ke level terendah di Rp1.480.
MDKA dibuka pada level Rp1.510, sedikit lebih rendah dari harga penutupan sebelumnya di Rp1.490. Volume transaksi mencapai 175 ribu lot dengan nilai transaksi sebesar Rp26,6 miliar. Rata-rata harga perdagangan sepanjang hari berada di level Rp1.520, menunjukkan adanya tekanan jual yang cukup kuat meskipun harga emas global mencetak rekor tertinggi di atas US$2.900 per troy ounce.
Pelemahan harga MDKA ini bisa disebabkan oleh aksi ambil untung setelah reli sebelumnya, atau adanya kekhawatiran investor terhadap volatilitas pasar logam mulia. Namun, secara fundamental, lonjakan harga emas tetap menjadi faktor positif bagi kinerja emiten ini dalam jangka panjang, terutama karena potensi peningkatan harga jual rata-rata (ASP) dan margin keuntungan. Jika harga emas terus bertahan di level tinggi, MDKA berpeluang mendapatkan sentimen positif yang dapat mendorong pergerakan sahamnya kembali menguat dalam beberapa sesi mendatang.
Hal serupa terjadi pada saham ARCI, yang pada hari ini mengalami tekanan sebesar 1,53 persen. Saham ARCI hingga penutupan pertama perdagangan bursa berada di level Rp258 per saham.
Koreksi ini mencerminkan aksi jual yang terjadi di tengah volatilitas pasar, meskipun harga emas global baru saja mencetak rekor tertinggi di atas USD2.900 per troy ounce.
Volume transaksi tercatat sebesar 3,22 juta lembar saham, sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume harian yang berada di kisaran 2,38 juta lembar. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas perdagangan, yang kemungkinan dipicu oleh aksi ambil untung setelah pergerakan harga sebelumnya.
Tekanan terhadap ARCI bisa terjadi karena investor masih menimbang dampak jangka pendek dari pergerakan harga emas terhadap kinerja perseroan. Meskipun secara fundamental kenaikan harga emas berpotensi meningkatkan pendapatan emiten produsen emas seperti ARCI, pergerakan sahamnya masih cenderung mengikuti dinamika pasar yang lebih luas.
Jika harga emas tetap bertahan di level tinggi, ada peluang bagi ARCI untuk kembali mendapatkan dorongan positif dalam beberapa sesi perdagangan mendatang.
Untuk saat ini, harga emas global yang melambung, bahkan terus reli menyentuh ATH, belum bisa membuat kedua saham tersebut menghijau. Walau begitu, volume transaksi keduanya cukup tinggi karena adanya tekanan jual saham atau aksi ambil untung yang dilakukan investor.(*)