Logo
>

Mencari Peluang Investasi di Sektor Energi, ini Rekomendasinya!

Ditulis oleh Yunila Wati
Mencari Peluang Investasi di Sektor Energi, ini Rekomendasinya!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sektor energi diperkirakan akan menjadi motor penggerak pasar dalam enam bulan ke depan. Prediksi ini didukung oleh berbagai faktor yang meningkatkan prospek pertumbuhan sektor ini, salah satunya adalah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, yang dapat memicu devaluasi yuan.

    Mengutip data Bloomberg pada Rabu, 11 Desember 2024, kondisi eskalasi perang dagang ini diperkirakan akan memberikan manfaat bagi ekspor energi Indonesia, mengingat posisi strategisnya sebagai eksportir energi global. Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa Timur turut mendorong kenaikan harga energi dunia yang memberikan peluang bagi emiten-emiten energi domestik untuk meningkatkan margin keuntungan mereka.

    Dalam hal ini, pemerintah Indonesia tampak semakin agresif dalam memberikan insentif untuk mendukung kemandirian energi dalam lima tahun ke depan, sekaligus menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan sektor ini.

    Terkait dengan ini, ada beberapa emiten di sektor energi yang memiliki peluang besar untuk dapat dikoleksi guna mendapatkan cuan, yaitu PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Berikut ini ulasannya!

    PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) menjadi salah satu perusahaan yang menonjol dengan target harga Rp4.500. ADRO tengah menggarap proyek besar seperti pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 400MW di Batam dan pembangkit listrik tenaga air sebesar 1,3GW di Kalimantan Utara.

    Proyek-proyek ini diharapkan dapat menggandakan aset perusahaan dalam lima tahun mendatang. Dengan valuasi saat ini di 16,3 kali proyeksi laba tahun 2025, ADRO menawarkan potensi pertumbuhan yang menarik dibandingkan dengan perusahaan sejenis.

    Sementara itu, AADI menjadi sorotan dengan target harga Rp30.100. Sebagai aset batu bara yang baru kembali terdaftar, AADI menunjukkan profitabilitas yang solid. Perusahaan ini mencatat pengembalian ekuitas (ROE) sebesar 32,2 persen dan rasio utang bersih terhadap ekuitas (net gearing ratio) yang negatif, yaitu -10 persen. Angka itu mencerminkan struktur keuangan yang sangat sehat.

    Dengan valuasi hanya 2,3 kali proyeksi laba tahun 2024, AADI menjadi salah satu pilihan investasi yang sangat menarik.

    Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga tidak kalah menarik dengan target harga Rp720. Saham ini dinilai undervalued, dengan diskon 53 persen terhadap nilai intrinsiknya. Jika kebijakan pembatasan harga gas domestik dicabut, ENRG diperkirakan akan mendapat keuntungan signifikan. Dengan potensi kenaikan harga minyak akibat ketegangan geopolitik, ENRG memiliki peluang untuk mencatatkan peningkatan nilai hingga 40 persen dari valuasi saat ini.

    Secara keseluruhan, sektor energi diperkirakan akan terus mendapatkan dukungan dari kenaikan harga energi global yang dipicu oleh risiko geopolitik dan kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan. Hal ini menjadikan sektor ini sebagai salah satu pilihan utama bagi investor yang mencari peluang investasi dengan prospek pengembalian yang menarik.

    Permintaan Batu Bara di Indonesia

    Mengutip riset McCloskey by OPIS (a Dow Jones Company), diproyeksikan bahwa pada tahun 2050, permintaan listrik global akan mencapai 1,2 TWh per tahun. Hal tersebut didorong oleh berbagai faktor seperti penggunaan kendaraan listrik, peningkatan kapasitas pusat data, dan elektrifikasi industri.

    Namun, pertumbuhan pesat ini menghadirkan tantangan signifikan, terutama terkait ketersediaan bahan baku yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat.

    Dalam konteks pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, McCloskey memprediksi bahwa produksi listrik dari sumber ini akan mencapai puncaknya antara tahun 2035 hingga 2040. Upaya untuk secara drastis mengurangi pembangkit listrik tenaga batu bara tampaknya sulit tercapai, mengingat tingginya permintaan listrik yang terus meningkat serta tantangan besar dalam mengembangkan kapasitas pembangkit dari sumber bahan bakar alternatif.

    Di Indonesia, permintaan batu bara domestik diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa dekade mendatang. Konsumsi batu bara untuk sektor ketenagalistrikan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2030 hingga 2040 sebelum akhirnya stabil.

    Namun, sektor lain, seperti industri baja dan peleburan, termasuk nikel, diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan konsumsi batu bara sepanjang periode perkiraan ini. Proyeksi pertumbuhan produksi baja menggunakan teknologi-teknologi baru di Indonesia juga memberikan gambaran akan peningkatan permintaan batu bara termal selama tiga dekade mendatang.

    Harga batu bara termal selama paruh pertama tahun 2024 diperkirakan cenderung stabil, berbeda dengan kondisi pasar dalam beberapa tahun terakhir yang sangat fluktuatif. Di pasar Eropa Barat Laut, harga batu bara termal dengan basis 6.000 kc NAR menunjukkan fluktuasi sebesar USd33 per ton selama enam bulan pertama tahun 2024, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata fluktuasi sebesar USD108 per ton pada tahun-tahun sebelumnya.

    Sementara itu, di pasar Indonesia, volatilitas harga batu bara termal tetap rendah dengan kisaran harga antara USD53,36 hingga USD57,69 per ton selama periode yang sama. Stabilitas ini didukung oleh pasokan pasar yang berlimpah.

    Dalam jangka panjang, permintaan listrik di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan diperkirakan akan terus meningkat, didukung oleh pertumbuhan elektrifikasi di wilayah ini. Hal ini juga akan mendorong permintaan impor batu bara, terutama dari China, yang terus menjadi pemain utama dalam konsumsi energi global.

    Meski ada upaya transisi energi menuju sumber-sumber yang lebih ramah lingkungan, McCloskey memperkirakan bahwa bauran bahan bakar pembangkit listrik di kawasan Asia Pasifik masih akan mengandalkan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus berkembang.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79