KABARBURSA.COM - Saham perbankan dinilai cukup menarik untuk dikoleksi meski di tengah ketidakpastian perekonomian global maupun domestik.
Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Reza Priyambada mengatakan, saham perbankan menarik dikarenakan industri ini melekat dengan transaksi masyarakat.
"Hampir sebagian besar dari masyarakat itu bermuaranya ke bank, bahkan kita mau pake e-toll atau lain sebagainya, itu pasti bermuaranya ke bank. Jadi sektor ini menarik karena perputaran dana di masyarakat bermuaranya ke perbankan," ujar dia dalam acara webinar 'Untung Buntung Saham Perbankan, Gen Z Harus Tahu' yang diselenggarakan Kabar Bursa, Kamis, 5 September 2024.
Bahkan, Reza menyatakan saham perbankan tetap menarik di tengah ketidakpastian perekonomian dalam negeri.
"Anggap masyarakat banyak menabung, dana yang disimpan masyarakat itu menjadi pendapatan buat bank," tambah dia.
Kata Reza, meski masyarakat hanya menabung dan tidak melakukan transaksi, itu menjadi pendapatan untuk perbankan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Head of Investment Nawasena Abhipraya Investa, Kiswoyo. Dia mengakui jika saham perbankan menarik karena pembagian deviden di sektor ini yang terbesar di bursa saham Indonesia.
Menurut Kiswoyo, Indonesia memiliki 10 bang dengan aset besar yang kini menjadi dana pihak ketiga (DPK) atau tempat orang menabung.
"Dana pihak ketiga, orang yang menaruh uang berupa tabungan atau deposito, 90 persen itu ada di 10 bank dengan aset terbesar di Indonesia," ungkap dia dalam kesempatan yang sama.
Akan tetapi dari 10 bank tersebut, Kiswoyo menilai hanya ada 4 saham perbankan yang terbilang menarik. Di antaranya ialah BBRI, BBNI, BMRI, dan BBCA.
"Karena mereka (4 bank) menguasai aset DPK terbesar di Indonesia mereka juga bisa dapat dana murah artinya mereka memberikan bunga murah pun masyarakat masih tetap percaya," jelasnya.
Karenanya, Kiswoyo melihat profit margin dan net profit 4 bank tersebut selalu tinggi. Selain itu, mereka juga sering membagikan deviden yang besar.
Prospek Penurunan Suku Bunga
Sebelumnya diberitakan, peluang penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) semakin besar seiring dengan laju inflasi Amerika Serikat (AS) yang moderat pada Juli 2024 dan penurunan inflasi tahunan.
Namun, apa dampaknya bagi saham perbankan di tengah kemungkinan penurunan suku bunga ini? Tim analis JP Morgan Sekuritas dalam riset terbaru mereka mencatat beberapa saham bank sebagai pilihan utama, terutama dengan semakin terbukanya ruang untuk penurunan suku bunga.
JP Morgan berpendapat bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara emerging market yang paling diuntungkan oleh pemangkasan suku bunga The Fed. “JP Morgan memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan September dan tambahan 50 bps lagi pada bulan November,” demikian dinyatakan dalam riset yang dipublikasikan pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Selanjutnya, BI diprediksi akan mengikuti langkah ini dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 50 bps antara September hingga Desember tahun ini, dan kemungkinan tambahan 50 bps lagi pada semester pertama tahun 2025.
Menanggapi situasi ini, JP Morgan lebih memilih sektor perbankan dan properti sebagai sektor unggulan di tengah prospek penurunan suku bunga acuan. Hal ini mengingat bahwa sektor otomotif dihadapkan pada kompetisi yang semakin ketat di pasar kendaraan roda empat.
Beberapa saham perbankan yang menjadi pilihan utama JP Morgan mencakup PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Jago Tbk (ARTO).
Walaupun diperkirakan bahwa net interest margin (NIM) dari sebagian besar bank di Indonesia tidak akan meningkat secara signifikan saat terjadi pemangkasan suku bunga, perbaikan kondisi likuiditas dan peningkatan arus modal diharapkan tetap memberikan keuntungan bagi sektor perbankan.
JP Morgan juga menilai bahwa BBRI memiliki potensi untuk mengalami peningkatan margin, terutama karena tingginya porsi komposisi fixed loan yield yang berasal dari segmen mikro, yang akan diuntungkan oleh penurunan biaya dana (cost of fund).
Transaksi Perbankan Digital
Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa transaksi perbankan digital pada Juli 2024 mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 30,50 persen year on year (yoy), mencapai 1.845,27 juta transaksi.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI bulan Agustus 2024, menyampaikan bahwa transaksi uang elektronik (UE) juga mengalami peningkatan sebesar 22,61 persen (yoy) dengan total 1.272,35 juta transaksi.
Menurut Perry, kinerja ekonomi dan keuangan digital sepanjang Juli 2024 tetap solid berkat sistem pembayaran yang andal, aman, serta berjalan lancar. Seperti dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu 21 Agustus 2024.
Dalam hal nilai, transaksi BI-RTGS mencatat kenaikan 15,36 persen (yoy), mencapai Rp15.450 triliun. Pada sektor ritel, volume transaksi BI-FAST melesat 65,08 persen (yoy) menjadi 301,41 juta transaksi.
Transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/debet justru mengalami penurunan 9,57 persen (yoy) menjadi 584,95 juta transaksi. Sebaliknya, transaksi kartu kredit tumbuh 15,35 persen (yoy) dengan total 39,83 juta transaksi.
Selain itu, penggunaan QRIS terus meningkat pesat, tumbuh 207,55 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 51,43 juta dan jumlah merchant yang terdaftar sebanyak 33,21 juta.
Dari sisi pengelolaan uang rupiah, jumlah uang kartal yang diedarkan (UYD) tumbuh 9,45 persen (yoy) menjadi Rp1.041,02 triliun.
Lebih lanjut, Perry menegaskan bahwa stabilitas infrastruktur sistem pembayaran tetap terjaga, didukung oleh interkoneksi struktur industri yang semakin meluas.
Dari aspek infrastruktur, Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) terus berjalan dengan baik, aman, dan andal, didukung oleh likuiditas serta operasional yang memadai.
Dari sisi struktur industri, interkoneksi sistem pembayaran dan pengembangan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) terus menunjukkan peningkatan. Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP), yang memfasilitasi interkoneksi antar-sistem pembayaran, tumbuh positif didorong oleh perluasan kerja sama di antara para pelaku industri. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.