KABARBURSA.COM - Beberapa waktu lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kontribusi konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2024 mengalami peningkatan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia A Widyasanti menyampaikan, bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I tahun ini mencapai 4,91 persen, dan merupakan angka tertinggi sejak awal pandemi COVID-19 pada kuartal I 2020.
“Konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2024 tumbuh 4,91 persen, mencatatkan angka tertinggi sejak pandemi COVID-19,” ujarnya dalam sesi rilis berita resmi statistik di Jakarta, Sabtu 11 Mei 2024.
Akan tetapi, beberapa pihak memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga bakal menurun pada kuartal II tahun ini, salah satunya adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan perkiraan penurunan tersebut sudah dibicarakan oleh asosiasi di Indonesia. Oleh karenanya, ia pun meminta pihaknya untuk mengantisipasi kondisi tersebut.
Hal serupa juga disampaikan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), yang memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II melambat.
Efek Pemilu dan Idulfitri
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan pelambatan pertumbuhan itu disebabkan karena berakhirnya pemilu dan hari raya Idulfitri.
Namun di satu sisi, Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II masih positif karena disebabkan beberapa faktor.
"Konsumsi (rumah tangga) kuartal II masih akan tumbuh positif karena ada efek lebaran pada April, puncak panen raya yang bergeser ke April-Mei, dan gaji ASN ke-13," ujarnya kepada Kabar Bursa, Sabtu 11 Mei 2024.
Eliza memprediksi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II bakal tumbuh dikisaran lima persen.
Namun, dia memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II tidak akan setinggi kuartal II secara year on year (yoy) dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Biasanya, kata Eliza, pada kuartal II pertumbuhannya relatif lebih tinggi karena momentum Ramadan dan Lebaran. Akan tetapi pada tahun ini, kasusnya berbeda karena Ramadan di kuartal I dan lebaran di kuartal II.
Menurut Eliza, yang banyak berkontribusi kepada konsumsi rumah tangga itu adalah kelompok 20 persen pengeluaran tertinggi atau kelas atas yakni sebesar 48 persen terhadap total konsumsi.
"Kelas menengah kontribusinya 35 persen. Selagi pemerintah menjaga daya beli kelas menengah atas, maka sektor konsumsi masih tumbuh positif," ungkapnya.
Namun Eliza menyatakan daya beli kelas bawah juga harus tetap dijaga. Dia bilang, Meski kontribusi mereka terhadap total konsumsi relatif kecil, namun mereka ini rentan jatuh ke jurang kemiskinan.
"Sebab jika jatuh ke jurang kemiskinan, ini akan memperberat pengurangan angka kemiskinan. Mengingat pengurangan kemiskinan saat ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan pengurangan kemiskinan era pak SBY," pungkasnya.
Pertumbuhan Konsumsi Anjlok
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengklaim pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2024 seharusnya bisa ditingkatkan lagi.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut konsumsi rumah tangga pada kuartal I tumbuh sebesar 4,91 persen. Angka ini menjadi yang terbesar dalam menopang pertumbuhan ekonomi sebanyak 54,93 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun begitu, Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef, Ahmad Heri Firdaus mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga seharusnya bisa ditingkatkan.
“Kontributor utama ekonomi kita yaitu konsumsi rumah tangga, ini melajunya menurut saya kurang. Kalau angkanya 4,9 persen itu masih bisa ditingkatkan lagi,” ujar dia dalam diskusi beberapa waktu lalu.
Ahmad bilang, jika kontributor utama itu tumbuhnya masih di bawah pertumbuhan ekonomi secara umum, maka akan sulit untuk teraselerasi.
Di sisi lain, dia juga menyoroti pertumbuhan konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).
Komponen Pertumbuhan Tinggi
Dua komponen tersebut mencatat pertumbuhan yang tinggi. Konsumsi pemerintah tumbuh 19,90 persen sedangkan LNPRT 24,29 persen.
Namun begitu, kontribusi konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar hanya 6,25 persen, sementara LNPRT hanya sekitar 1,43 persen.
Ahmad menyampaikan, seharusnya konsumsi pemerintah dapat menjadi stimulus penggerak konsumsi rumah tangga.
Jadi, lanjut dia, belanja pemerintah bukan hanya sekadar mengeluarkan uang dari APBN, tapi harapannya adalah untuk menggerakan perekonomian di instrumen lain.
“Seperti gelontoran anggaran pemerintah bisa menstimulus konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor. Tapi kelihatannya di sini belum sampai ke sana,” pungkas dia.