KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya pengelolaan utang yang hati-hati untuk tahun anggaran 2025. Ia memperkirakan bahwa suku bunga yang tinggi akan terus berlanjut, yang akan berdampak pada anggaran belanja negara.
"Kondisi 'higher for longer' pasti akan mempengaruhi belanja, terutama belanja bunga utang. Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati dalam mengelola utang dalam situasi seperti ini," ujar Sri Mulyani, Rabu, 5 Juni 2024.
Kementerian Keuangan mematok target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 berada dalam rentang 2,45 persen hingga 2,82 persen.
Pembiayaan investasi diproyeksikan antara 0,3 persen hingga 0,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan rasio utang dalam rentang 37,98 persen hingga 38,71 persen. Keseimbangan primer dipatok pada rentang 0,3 persen hingga 0,61 persen.
Sri Mulyani, saat Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024, Selasa, 4 Juni 2024, menyatakan APBN 2025 dirancang ekspansif, namun tetap terarah dan terukur untuk memaksimalkan kemampuan fiskal untuk program pemerintah selanjutnya.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2025, Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1-5,5 persen. Target pertumbuhan ini menurutnya ambisius, namun masih realistis.
Kemudian agar kondisi fiskal tetap sehat dalam menyambut pemerintahan baru, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah telah mendesain rasio utang pada batas yang aman di rentang 37,9-38,71 persen terhadap PDB.
“Pembiayaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan inovatif, prudent, dan sustainable melalui berbagai manajemen utang Indonesia yang terus di benchmark secara global," ujarnya.
Bendahara Negara itu mengatakan bahwa untuk menjaga rasio utang, Kemenkeu akan memaksimalkan pembiayaan internal seperti melalui Badan Layanan Umum (BLU) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Strategi Dongkrak Pendapatan
Di samping itu, Sri Mulyani memaparkan sejumlah strategi pemerintah untuk mendongkrak pendapatan negara 2025, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital dalam sistem perpajakan. Pada awal masa kepemimpinan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, pemerintah menargetkan pendapatan negara berada di kisaran 12,14 persen-12,36 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dibanding target pendapatan negara pada 2024, yakni 12,27 persen terhadap PDB.
“Kami menargetkan peningkatan pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi,” ujar Sri Mulyani.
Dia menjelaskan beberapa strategi yang akan dijalankan pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara antara lain, melalui pelaksanaan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan berbagai reformasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, serta lembaga pengumpul pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Salah satu kebijakan dalam UU HPP yakni. mencakup pemadanan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP), pengaturan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), dan beberapa kebijakan pajak lainnya.
Selanjutnya, pemerintah akan melakukan penguatan core tax, CEISA, dan SIMBARA untuk peningkatan kepatuhan dan perluasan basis pajak.
“Sistem core tax diharapkan selesai tahun ini dan bisa berjalan, sedangkan CEISA yang sudah mencapai 4.0 ini harus ditingkatkan keandalannya,” kata Sri Mulyani.
Sebagai informasi, core tax merupakan fondasi administrasi pajak suatu negara yang mengotomatisasi proses perpajakan dari pendaftaran hingga penghitungan, pelaporan, dan pemeriksaan.
Sementara itu, Ceisa (Customs-Excise Information System and Automation) adalah sistem informasi kepabeanan dan cukai yang merupakan program khusus milik Ditjen Bea Cukai. Di dalamnya terdiri dari berbagai aplikasi yang digunakan untuk proses administrasi, pelayanan, pengawasan, dan hal yang terkait dengan tugas dan fungsi lembaga.
Pemerintah juga akan mengoptimalkan penggunaan SIMBARA yang merupakan sistem aplikasi pengumpulan PNBP, pajak, dan bea cukai untuk komoditas batu bara.
“Nanti akan diperluas untuk mineral lain. Tujuannya untuk meningkatkan rasio pajak tanpa membuat ekonomi mengalami tekanan,” ujar Sri Mulyani.
Selanjutnya, pemerintah juga akan melakukan sinkronisasi dengan sistem digital dan sistem perpajakan global. Kemudian, pemerintah juga akan melakukan reformasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan barang milik negara (BMN).
“Kami juga menjaga dan memonitor perjanjian perpajakan global, karena ini sudah menjadi diskusi sangat intens di G20. Nanti akan ada perjanjian pajak global atau global taxation agreement, terutama untuk dua pilar yakni, tarif pajak minimal dan terkait pajak korporasi multinasional, terutama digital,” papar Sri Mulyani.
Terakhir, pemerintah juga menetapkan insentif fiskal yang terukur demi mengakselerasi investasi. “Tentu kami akan lapor terus kepaa publik berapa insentif dan dampaknya bagaimana bagi ekonomi,” tuturnya. (*)