KABARBURSA.COM - Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) akan berlangsung hingga akhir Juli 2024, menampilkan berbagai model mobil terbaru dengan berbagai inovasi. Dengan adanya pameran kendaraan tersebut, timbul berbagai harapan terkait performa saham PT Astra International Tbk (ASII).
Salah satu fokus utama adalah kehadiran BYD di pameran tersebut. Pabrikan mobil listrik asal China yang bersaing dengan Tesla ini juga merencanakan pembangunan pabrik di Kawasan Industri Subang Smartpolitan milik PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dan telah mulai menjual produknya di Indonesia.
Dari peristiwa ini, muncul beberapa asumsi. Pertama, bisnis ASII mungkin akan terpengaruh oleh kehadiran BYD, mengingat ASII belum melakukan penetrasi agresif ke pasar kendaraan listrik. Ada kekhawatiran bahwa ASII bisa terlambat beradaptasi dan kinerjanya tertekan.
Kedua, ada anggapan bahwa BYD mungkin hanya akan menjadi pemain kecil di pasar otomotif Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kesulitan pemain baru dalam secara konsisten meningkatkan pangsa pasar mereka. Konsumen sering kali tetap setia pada merek yang sudah mereka kenal, bukan hanya pada jenis kendaraan tetapi juga pada layanan purna jual.
Namun, BYD mungkin memiliki peluang untuk menarik perhatian segmen menengah ke atas yang terbuka pada mobil baru. Jika BYD dapat menawarkan layanan purna jual yang unggul dan kendaraan yang tahan lama, mereka bisa meningkatkan permintaan dan mulai menggeser pangsa pasar ASII.
Ketiga, BYD berpotensi menjadi ancaman serius bagi ASII karena mereka juga memasuki pasar mobil hybrid, yang merupakan fokus utama Grup Astra. Berikutnya, BYD memasuki pasar mobil hybrid dengan melihat rendahnya permintaan kendaraan listrik di Indonesia, berusaha untuk mengganggu dominasi ASII di segmen ini. Data Gaikindo menunjukkan bahwa penjualan mobil hybrid sedang mengalami tren tertinggi.
Namun, ada satu hal yang sering terabaikan dari empat asumsi tersebut: kondisi industri otomotif Indonesia yang sedang kurang baik. Penjualan mobil telah stagnan di angka sekitar 1 juta unit per tahun selama lebih dari satu dekade terakhir, dan banyak pemain baru yang mengalami kesulitan dalam melakukan penetrasi yang signifikan. Kehadiran BYD mungkin tidak akan secara signifikan menghidupkan pasar otomotif, tetapi bisa sedikit mengubah lanskap persaingan, terutama di segmen menengah ke atas.
Contohnya adalah Wuling, yang mengalami pertumbuhan penjualan ritel yang luar biasa, mencapai sekitar 20.000 unit antara Januari-Juni 2020-2023, namun kemudian mengalami penurunan sebesar 57 persen menjadi 11.150 unit.
Tantangan bagi pendatang baru di industri otomotif adalah kemampuan mereka untuk menghadirkan mobil yang menarik minat dalam jangka panjang. Bergantung terus pada produk baru bisa mengakibatkan biaya riset dan produksi yang tinggi. Sebagai contoh, meskipun Wuling sempat meraih sukses dengan kendaraan listrik kecilnya, popularitas tersebut tidak bertahan lama dan tidak berhasil menjaga penjualan ritel yang tinggi.
ASII akan Punya Prospek?
ASII masih memiliki prospek yang menjanjikan dalam jangka panjang. Selain sebagai emiten di sektor otomotif, ASII juga memperoleh pendapatan utama dari bisnis pertambangan dan otomotif, dengan dukungan pendapatan besar dari sektor keuangan dan CPO.
Secara umum, ASII telah melakukan ekspansi yang cukup agresif, terutama melalui PT United Tractors Tbk (UNTR) dengan akuisisi di bidang panas bumi, nikel, PLTA, dan tambang emas. ASII juga telah memasuki sektor kesehatan dengan menjadi pemegang saham di PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) dan mengembangkan bisnis perbankan melalui Bank Jasa Jakarta dan aplikasi Bank Saqu, serta merencanakan ekspansi ke data center.
Bisnis otomotif ASII tidak dibiarkan stagnan. ASII tetap mampu menjadi pemimpin pasar di sektor otomotif meskipun banyak pesaing baru yang muncul. Hingga Juni 2024, pangsa pasar ASII meningkat menjadi 60 persen.
Meskipun saham ASII sering dianggap kurang menarik karena cenderung bergerak stabil dalam 10 tahun terakhir dan ada riset yang mempertanyakan apakah Jardine (pemegang saham ASII saat ini) sebaiknya menjual sahamnya, saham ASII cenderung tidak menarik jika dibeli pada harga tinggi sekitar Rp6.000-Rp8.000 per saham.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Jardine mengalami kerugian dari investasi di ASII. Kemungkinan besar tidak. Jardine mulai berinvestasi di ASII pada awal 2000-an, dan jika menggunakan harga rata-rata saat itu, kemungkinan pegangan Jardine ada di kisaran Rp500 hingga Rp1.500 per saham (tergantung pada pembelian mereka sekitar 50 persen saham ASII pada harga premium). Selain itu, keuntungan Jardine bisa meningkat lebih tinggi jika diperhitungkan bersama dividen yang diterima dari ASII.
Dari segi prospek bisnis, ASII masih memiliki potensi pertumbuhan yang menarik, yang jika diambil contoh, berbeda dengan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mengalami stagnasi dalam mendorong pertumbuhan bisnisnya. UNVR terjebak dalam pasar domestik yang jenuh dengan persaingan ketat, dan ekspor juga menjadi tantangan karena adanya Unilever lainnya di pasar potensial. Selain itu, induk usahanya terus meningkatkan biaya manajemen (terakhir sekitar 2015), sehingga posisi UNVR bisa dianggap sudah terjepit.
Sebaliknya, ASII terus mencatatkan pertumbuhan pendapatan rata-rata sebesar 4,61 persen per tahun selama 10 tahun terakhir, dengan laba bersih yang tumbuh 5,84 persen per tahun dalam periode yang sama.
Saham ASII Stagnan?
Alasan utama adalah karena ASII merupakan perusahaan holding yang beroperasi di berbagai sektor. Selama 10 tahun terakhir, terjadi perubahan ekonomi yang sangat dinamis.
Contohnya, pada periode 2014-2016, bisnis batu bara mengalami masa-masa sulit dengan harga yang turun drastis hingga mencapai USD50 per ton. Hal ini berdampak pada UNTR, yang merupakan salah satu penyumbang pendapatan dan laba bersih ASII.
Setelah periode harga komoditas rendah, saham ASII sempat melonjak ke sekitar Rp9.000 per saham pada 2017. Namun, saham ASII kembali melemah ke Rp6.000 per saham akibat masalah rasio kredit bermasalah BNLI (Bank Permata) yang saat itu berada di bawah ASII. BNLI kemudian berhasil memulihkan kinerjanya dalam waktu sekitar satu tahun, dan harga saham ASII kembali naik ke Rp8.000-an per saham.
Kemudian, pandemi Covid-19 memberikan tekanan pada ASII dan semua saham yang terdaftar di BEI. Meskipun terjadi lonjakan harga komoditas yang membuat saham ASII sempat mencapai Rp7.600 per saham, harga tersebut kemudian menurun karena normalisasi harga komoditas dan stagnasi permintaan di sektor otomotif, ditambah dengan masalah floating loss dalam investasi di saham GOTO serta replanting besar-besaran oleh AALI.
Oleh karena itu, wajar jika saham ASII cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir. Namun, dengan berbagai rencana ekspansi yang sedang dijalankan, ada potensi bagi saham ASII untuk mengalami lonjakan lagi jika sebagian besar pendorong pendapatannya kembali tumbuh positif.
Bisakan ASII Menguntungkan?
Meskipun investasi jangka panjang di saham ASII tampaknya tidak menguntungkan, dengan asumsi memegang saham di harga Rp4.000-Rp4.500 per saham, serta potensi dividen dan kenaikan harga saham hingga minimal Rp6.000 per saham, ASII tetap menjadi bluechip yang menarik.
Namun, sebaiknya hindari investasi jangka panjang di ASII jika membeli di harga Rp6.000-Rp8.000 per saham, karena risikonya cukup besar dan tingkat dividend yield-nya tidak terlalu tinggi.
Harga wajar ASII secara konservatif ada di sekitar Rp5.828 per saham. Dengan mempertimbangkan berbagai risiko, disarankan untuk memegang ASII di bawah Rp5.000 per saham untuk hasil yang lebih optimal. Untuk proyeksi dividen, diperkirakan ASII akan membagikan sekitar Rp446 per saham (akumulasi interim dan final), berdasarkan proyeksi laba bersih ASII di 2024 sekitar Rp774 per saham dan dividend payout ratio sebesar 60 persen. Dengan harga saham per 22 Juli 2024, dividend yield ASII diperkirakan sekitar 9,9 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.