KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia mencatat kenaikan tipis pada Rabu, 10 Desember 2024 karena didorong oleh meningkatnya permintaan dari China dan kekhawatiran potensi kekurangan pasokan di Eropa menjelang musim dingin. Meski demikian, dinamika geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi perhatian, menyusul perkembangan terbaru dari Suriah.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent naik 5 sen atau 0,07 persen ke USD72,19 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat menguat 22 sen atau 0,32 persen ke USD68,59 per barel. Keduanya sudah lebih dulu naik lebih dari 1 persen pada perdagangan Senin sebelumnya.
Kenaikan ini turut dipicu kebijakan baru China yang berencana menerapkan pelonggaran moneter pada 2025, langkah pertama dalam 14 tahun terakhir. Selain itu, impor minyak mentah China melonjak pada November dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menandai pertumbuhan tahunan pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Namun, analis PVM Oil, Tamas Varga, mencatat bahwa lonjakan impor tersebut lebih terkait dengan penimbunan stok ketimbang peningkatan permintaan nyata. “Ekonomi China hanya akan benar-benar pulih melalui sentimen positif, peningkatan belanja konsumen, dan permintaan domestik yang kuat,” ujarnya.
Krisis Pasokan Eropa dan Sentimen Timur Tengah
Di Eropa, ketatnya pasokan menjelang musim dingin menjadi pendorong utama. Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group, mengungkapkan bahwa hedge fund mulai mengakumulasi minyak sebagai respons terhadap potensi krisis pasokan di pasar Eropa.
Sementara itu, Timur Tengah tetap berada dalam sorotan. Di Suriah, kelompok pemberontak tengah membangun pemerintahan baru pasca-gulingnya Presiden Bashar al-Assad. Meski Suriah bukan produsen minyak utama, lokasinya yang strategis dan hubungan eratnya dengan Rusia dan Iran menempatkan negara ini dalam perhitungan pasar minyak global.
Namun, risiko geopolitik dinilai terkendali. “Ketegangan di kawasan ini tampaknya tidak akan meluas, sehingga pasar melihat gangguan pasokan signifikan sebagai skenario kecil,” kata strategis pasar IG, Yeap Jun Rong.
Menanti Dampak Kebijakan The Fed
Di sisi lain, pasar juga berspekulasi soal dampak kebijakan Federal Reserve. Pemangkasan suku bunga 0,25 persen yang diantisipasi pada pertemuan 17-18 Desember mendatang dapat mendorong permintaan minyak di AS, ekonomi terbesar dunia.
Namun, semua mata kini tertuju pada rilis data inflasi AS minggu ini. Hasilnya diperkirakan akan memengaruhi keputusan The Fed sekaligus memberikan sinyal lebih jelas bagi arah harga minyak dalam waktu dekat.
Tren Menguat
Harga minyak dunia juga mengalami kenaikan lebih dari 1 persen pada Selasa, 9 Desember 2024, dini hari WIB akibat meningkatnya risiko geopolitik. Diketahui, Presiden Suriah Bashar al-Assad berhasil dijatuhkan, sementara ada sinyal dari Tiongkok mengenai pelonggaran kebijakan moneter untuk pertama kalinya sejak 2010.
Harga minyak Brent tercatat naik sebesar USD1,02 atau 1,4 persen menjadi USD72,14 per barel. Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik USD1,17 atau 1,7 persen menjadi USD68,37 per barel.
Perubahan rezim di Suriah memicu kekhawatiran tentang meningkatnya ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah. Meskipun Suriah bukan penghasil minyak utama, lokasinya yang strategis dan hubungannya dengan Rusia serta Iran menjadikannya memiliki pengaruh geopolitik yang signifikan.
Kejatuhan rezim Assad berpotensi menimbulkan dampak luas ke wilayah negara tetangga, yang memang sudah bergolak. Sebagai tanda awal gangguan di pasar minyak, data pelacakan kapal memperlihatkan adanya sebuah tanker di Laut Merah yang membawa minyak Iran ke Suriah dan berbalik arah.
Sementara itu, Tiongkok menunjukkan komitmen untuk meningkatkan permintaan domestik dan konsumsi melalui kebijakan moneter yang lebih longgar.
Media pemerintah Xinhua melaporkan langkah ini merupakan hasil dari rapat Politbiro, di mana Tiongkok berencana melakukan penyesuaian “tidak konvensional” untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah lesunya pasar properti dan penurunan kepercayaan konsumen.
Pelonggaran kebijakan moneter biasanya mencakup peningkatan pasokan uang, penurunan suku bunga, dan pemberian stimulus fiskal.
Analis dari Price Futures Group, Phil Flynn, memperkirakan bahwa jika Tiongkok benar-benar menerapkan langkah-langkah kebijakan tersebut, hal ini dapat memicu lonjakan harga komoditas secara global.
Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga menjadi salah satu alasan OPEC+ menunda rencana peningkatan produksi minyak hingga April mendatang.
Di sisi lain, eksportir utama seperti Saudi Aramco justru menurunkan harga minyak Januari 2025 untuk pembeli Asia ke level terendah sejak awal 2021, menimbulkan kekhawatiran tentang lemahnya permintaan.
Pasar minyak juga tetap memantau data inflasi AS yang akan dirilis minggu ini, yang berpotensi memperkuat langkah Federal Reserve untuk memangkas suku bunga pada pertemuan Desember.
Penurunan suku bunga dapat menurunkan biaya pinjaman, mendorong aktivitas ekonomi, dan meningkatkan permintaan minyak secara keseluruhan. Perpaduan antara faktor geopolitik, kebijakan moneter, dan dinamika pasar global ini diperkirakan akan terus membentuk pergerakan harga minyak dalam beberapa bulan mendatang.(*)