KABARBURSA.COM - Harga minyak merosot lebih dari 1 persen pada Kamis, 15 Agustus 2024, didorong oleh lonjakan tak terduga stok minyak mentah AS dan meredanya kekhawatiran tentang potensi konflik lebih luas di Timur Tengah, yang pada akhirnya mengurangi tekanan terhadap pasokan dari wilayah penghasil minyak utama dunia.
Kontrak berjangka minyak Brent ditutup turun 93 sen (1,15 persen) menjadi USD79,76 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) AS merosot USD1,37 (1,8 persen) menjadi USD76,98 per barel. Data dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mengungkapkan stok minyak mentah AS meningkat sebesar 1,4 juta barel, berbanding terbalik dengan ekspektasi penurunan 2,2 juta barel. Kenaikan ini memutus tren penurunan selama enam minggu berturut-turut.
"Penurunan stok selama enam minggu itu cukup mengesankan, tetapi sekarang sudah berlalu. Fakta bahwa kita memutus rentetan tersebut seharusnya memberikan tekanan pada harga," ungkap Robert Yawger, Direktur Futures Energy Mizuho.
Di sisi lain, stok bensin dan sulingan turun lebih dari yang diperkirakan. Data dari American Petroleum Institute (API) pada Rabu, 14 Agustus 2024 menunjukkan penurunan sebesar 5,21 juta barel. Minyak Brent sebelumnya melonjak lebih dari 3 persen dan ditutup pada USD82,3 per barel pada Senin, 12 Agustus 2024, setelah mengalami lima hari kenaikan berturut-turut, menyusul sentimen positif setelah sempat menyentuh level terendah tujuh bulan di USD76,30.
Ketegangan geopolitik juga mempengaruhi pasar. Iran berjanji akan merespons keras atas pembunuhan pemimpin Hamas di akhir bulan lalu, dengan tiga pejabat senior Iran menyatakan bahwa hanya kesepakatan gencatan senjata di Gaza yang dapat menahan Iran dari pembalasan langsung terhadap Israel.
Israel belum mengonfirmasi atau membantah keterlibatannya, namun saat ini sedang terlibat konflik dengan Hamas di Gaza. Sebagai langkah antisipatif, Angkatan Laut AS telah mengerahkan kapal perang dan kapal selam ke Timur Tengah.
"Ketegangan geopolitik ini sudah cukup memengaruhi harga," kata Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial.
Selain faktor geopolitik, penurunan harga minyak juga didorong oleh revisi proyeksi permintaan minyak global. Badan Energi Internasional (IEA) memangkas estimasi pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun 2025, disebabkan oleh dampak pelemahan ekonomi China terhadap konsumsi. OPEC sebelumnya juga melakukan pemangkasan proyeksi permintaan untuk tahun 2024 dengan alasan serupa.
Permintaan bahan bakar jet global diperkirakan akan melambat seiring dengan penurunan pengeluaran konsumen yang memengaruhi anggaran perjalanan, sebuah tren yang dapat terus menekan harga minyak di bulan-bulan mendatang.
"Musim berkendara musim panas hampir berakhir, dengan sekolah mulai dibuka dan Hari Buruh semakin dekat," kata Matt Smith, analis dari Kpler.
Sementara itu, inflasi harga konsumen (CPI) AS yang naik moderat pada Juli, bersama dengan inflasi tahunan yang melambat di bawah 3 persen untuk pertama kalinya sejak awal 2021, memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga bulan depan. Penurunan suku bunga ini dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan permintaan minyak di masa mendatang.
Sinyal positif lainnya datang dari Libya, di mana produksi minyak Waha dikurangi sebesar 115 ribu barel per hari karena pemeliharaan pipa, memberikan penyangga bagi harga minyak global.
Anjloknya harga minyak sudah terjadi sejak kemarin. Harga minyak mengalami penurunan tajam hingga 2 persen pada Selasa, 13 Agustus 2024 yang dipicu oleh meredanya kekhawatiran di kalangan trader mengenai potensi eskalasi konflik yang lebih luas di Timur Tengah. Kekhawatiran tersebut berkurang setelah Iran belum melakukan aksi balasan terhadap Israel terkait pembunuhan seorang pejabat Hamas di Teheran.
Menurut laporan dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup turun sebesar USD1,61 atau 1,96 persen menjadi USD80,69 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat juga mencatat penurunan, dengan harga turun sebesar USD1,71 atau 2,14 persen menjadi USD78,35 per barel.
Phil Flynn, seorang analis senior di Price Futures Group, menyatakan bahwa pasar sebelumnya memperkirakan adanya serangan balasan dari Iran terhadap Israel dalam waktu 24 hingga 48 jam. Namun, karena hal tersebut tidak terjadi, pasar kini mengurangi premi risiko geopolitik dari harga minyak.
“Pasar merespon dengan mengurangi premi risiko tersebut dari harga minyak,” ungkap Flynn.
Di sisi lain, Badan Energi Internasional (IEA) tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024, namun mereka memangkas perkiraan untuk tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh konsumsi minyak di China yang lesu, yang berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi global.
Namun demikian, pada hari Senin, 12 Agustus 2024, harga Brent mengalami kenaikan lebih dari 3 persen, ditutup pada level USD82,30 per barel setelah sebelumnya mencapai harga penutupan terendah dalam tujuh bulan di level USD76,30. Di hari yang sama, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengumumkan pengurangan proyeksi permintaan untuk tahun 2024, meskipun kelompok tersebut bersama sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, berencana untuk meningkatkan produksi minyak mulai Oktober.(*)