KABARBURSA.COM – Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengungkapkan, pelarangan penjualan mobil berbahan bakar fosil (konvensional) pada tahun 2045 seharusnya dapat diantisipasi oleh produsen sehingga tidak sampai rugi.
“Secara umum, rata-rata umur ekonomis mesin produksi pabrik komponen berkisar antara 10 hingga 20 tahun. Jadi sebetulnya jika manajemen perusahaan cukup antisipatif, tidak ada masalah,” kata Yannes ketika dihubungi Kabar Bursa, Senin, 2 September 2024.
Jika regulasi terkait pelarangan penjualan mobil BBM telah disetujui maka perusahaan masih memiliki waktu sekitar 15 tahun untuk bersiap hingga pelarangan benar-benar ditetapkan. Sembari menunggu, lanjut dia, perusahaan dapat bersiap secara ilmiah melakukan reinvestasi mesin-mesin baru.
“Perkembangan teknologi yang pesat dapat membuat mesin menjadi usang secara teknologi sebelum mencapai umur fisiknya dapat menjadikan line produksi sebagai line produksi komponen aftermarket untuk mobil-mobil ICE yang masih ada di jalanan non kota besar di Pulau Jawa dan beberapa kota besar lainnya di luar Jawa hingga tahun 2040-an,” jelasnya.
Karena pada 2045 pemerintah hanya melarang penjualan mobil konvensional namun tidak melarang mobil konvensional yang sudah ada untuk berhenti beroperasi. Mobil-mobil tersebut akan dibiarkan hingga berkurang secara alami hingga populasinya habis dan digantikan oleh mobil listrik.
Menurutnya, kunci peralihan menuju era electric vehicle (EV) secara penuh bakal menjadi tantangan tersendiri bagi industri komponen mesin ICE. Karena, wacana pelarangan ini keluar setelah banyak merek mobil mulai berdatangan untuk berinvestasi di Indonesia.
“Tantangan ini harus dapat disikapi dengan strategi yang tepat seperti diversifikasi produk, adaptasi teknologi, kolaborasi dan dukungan kebijakan pemerintah yang sinergis,” ujarnya.
Ia mengaku optimistis jika perusahaan otomotif yang telah eksis di Indonesia akan dapat bertahan dan berkontribusi di sektor ekonomi Tanah Air serta mewarnai dengan beragam inovasi produk yang ramah lingkungan.
Menunju Net Zero Emission 2060
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengeluarkan wacana pelarangan penjualan mobil konvensional. Tujuan dari pelarangan ini adalah untuk implementasi roadmap di sektor otomotif Tanah Air.
Tujuan dari pelarangan ini adalah untuk mempercepat peningkatan jumlah kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Dengan dihentikannya penjualan mobil konvensional, masyarakat secara otomatis harus beralih ke kendaraan listrik. Hal ini akan menyebabkan populasi kendaraan konvensional menurun drastis dan digantikan oleh EV.
Wacana pelarangan penjualan mobil konvensional ini tentu menggemparkan pasar otomotif Indonesia, yang saat ini masih didominasi oleh mobil berbahan bakar konvensional (ICE). Meskipun penjualan kendaraan listrik di Indonesia telah meningkat pesat, bahkan lebih dari dua kali lipat, perbandingan jumlah antara mobil konvensional dan mobil listrik masih sangat timpang.
Menurut data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), hingga awal semester kedua, populasi kendaraan konvensional telah mencapai 484.236 unit. Sementara itu, populasi kendaraan listrik baru mencapai 17.826 unit.
Meski populasi kendaraan listrik meningkat hingga tiga kali lipat, namun pemerintah berupaya untuk lebih menggenjot populasi mobil listrik di Indonesia yang merupakan semangat implementasi net zero emission.
“Indonesia sendiri berkomitmen mencapai net zero emission baru pada tahun 2060. Target 2045 untuk pelarangan penjualan mobil BBM sejalan dengan komitmen ini,” kata Yannes.
Akademisi dari Institut Teknologi Bandung itu menilai pelarangan penjualan mobil BBM adalah tekanan dari negara penguasa ekonomi dan politik.
“Sebagai gambaran, Norwegia menargetkan penghentian penjualan mobil BBM pada 2045, Inggris 2030, Denmark 2030, Islandia 2030, Irlandia 2030, Swedia 2030, Kanada 2035, India 2035, Jepang 2035, USE bertahap mulai dari 2.033 dan Prancis pada 2040,” jelasnya.
Net Zero Emission adalah konsep yang merujuk pada kondisi di mana jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer sebanding dengan jumlah emisi yang dihapus dari atmosfer, sehingga secara keseluruhan tidak ada tambahan emisi bersih. Tujuan utamanya adalah untuk menyeimbangkan emisi yang dihasilkan dengan emisi yang dihilangkan atau dikompensasi, sehingga tidak menambah konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
Aksi Net Zero Emision adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak mungkin melalui berbagai strategi, seperti penggunaan energi terbarukan (misalnya, solar atau angin), efisiensi energi, dan peralihan dari bahan bakar fosil ke teknologi yang lebih bersih. Menggunakan metode untuk menyerap karbon dari atmosfer, seperti reforestasi, penghijauan lahan, dan teknologi penangkapan serta penyimpanan karbon (CCS). Menginvestasikan dalam proyek-proyek yang mengurangi emisi di tempat lain, seperti proyek energi terbarukan atau inisiatif konservasi, untuk menyeimbangkan emisi yang masih dihasilkan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.