Logo
>

Mulai Gersang, Saham BUMI hingga ENRG Ditinggal Asing

Investor asing mulai meninggalkan saham-saham tambang Indonesia seperti BUMI, ARCI, dan MBMA, menandakan pergeseran sentimen global dari sektor komoditas menuju aset defensif.

Ditulis oleh Yunila Wati
Mulai Gersang, Saham BUMI hingga ENRG Ditinggal Asing
Aktivitas tambang di Indonesia. Foto: Dok ESDM.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa saham domestik mulai menunjukkan tanda-tanda keringnya minat asing terhadap sektor tambang. Data transaksi 17 Oktober 2025 yang diambil dari Stockbit, mencatat investor asing melakukan aksi jual besar-besaran pada saham-saham sumber daya alam seperti BUMI, ARCI, GZCO, MBMA, dan ENRG.

    Catatan ini menandai pergeseran sentimen dari komoditas energi dan mineral. Aksi jual menjadi sinyal bahwa pamor saham tambang Indonesia yang sempat bersinar kini mulai meredup di mata investor global, seiring tekanan harga komoditas dan meningkatnya ketidakpastian geopolitik dunia.

    Dalam data Top 20 Net Foreign Sell Midday per hari ini. Investor asing mulai melakukan aksi jual besar-besaran pada saham-saham sektor tambang. Dari data tersebut, beberapa kode saham yang masuk kategori tambang adalah BUMI, ARCI, GZCO, MBMA, dan ENRG. Total volume jual bersihnya mencapai lebih dari 300 juta saham.

    Dari lima saham tersebut, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menempati posisi pertama dengan net sell mencapai 133,8 juta saham. Angka tersebut jauh di atas emiten lain.

    Aksi jual yang masif ini bisa diintepretasikan sebagai aksi ambil untung atau profit taking, setelah reli harga batu bara sebelumnya. Atau, ada kekhawatiran ata prospek harga komoditas yang mulai terkoreksi, terutama menjelang akhir tahun.

    Apalagi, Kementerian ESDM baru saha menaikkan harga batu bara acuan (HBA), sehingga aksi jual asing ini mengindikasikan bahwa investor global memandang kenaikan ini hanya bersifat sementara. Terlebih, di tengah tren transisi energi dan potensi perlambatan permintaan dari China.

    Yang kedua adalah PT Archi Indonesia Tbk, dengan kode saham ARCI. Emiten emas ini mencatatkan net sell kedua terbesar, yakni 74,4 juta saham. 

    Padahal, harga emas saat ini semakin berkilau dan telah melebih rekor. Diketahui, emas global berhasil menembus harga USD4.300 per ons. Akibatnya, muncul sebuah paradoks bahwa harga emas naik namun di saat yang bersamaan penambang emas dijual oleh asing.

    Dalam ilmu ekonomi, kondisi ini menandakan divergensi antara harga komoditas dan valuasi saham tambang emas. Kemungkinan besar, investor asing menilai reli ini sudah terlalu tinggi (overbought) dan berisiko tinggi pula. Jadi, para investor ini memilih keluar dulu dari sektor emas domestik.

    Selanjutnya ada saham Gozco Plantation Tbk atau GZCO. Saham ini masuk dalam daftar dengan net sell sebesar 62,8 juta saham. Meskipun GZCO tidak sepenuhnya bergerak di sektor tambang – sebagian portofolionya berhubungan dengan sumber daya alam – namun tren ini menunjukkan bahwa sentiment negative telah meluas pada sektor berbasis komoditas.

    PT Merdeka Battery Materials Tbk atau MBMA, pemain penting di sektor nikel dan baterai kendaraan listrik, juga mengalami net sell signifikan. Angkanya besar, sekitar 23,7 juta saham.

    Aksi jual ini tidak bisa dianggap remeh, karena sektor nikel sebelumnya dianggap unggulan dalam ekosistem hilirasasi Indonesia. Tapi, dengan penurunan minat ini keraguan terhadap prospek jangka pendek industri EV menjadi ragu-ragu, akibat pelemahan harga nikel global dan penundaan investasi di sektor baterai.

    Pun dengan PT Energi Mega Persada Tbk. Emiten dengan kode saham ENRG, yang berfokus pada sektor migas, juga mencatatkan net sell sebesar 17,2 juta saham. Padahal, pagi ini harga minyak dunia baru saja turun lebih dari 1 persen, karena rencana pertemuan Trump-Putin untuk membahas perang Ukraina.

    Kali ini, penurunan harga minyak tampaknya langsung tercermin dalam pelepasan saham-saham migas Indonesia. Investor asing tampak bereaksi cepat terhadap perubahan geopolitik global dan menyeretnya menjadi sektor negatif bagi emiten di sektor terkait.

    Dari kelima saham tambang tersebut, pola yang dapat dikritisi adalah bahwa investor asing tengah melakukan rotasi portofolio keluar dari sektor komoditas — terutama yang volatil seperti batu bara, emas, dan nikel — menuju aset yang dianggap lebih defensif. 

    Ini menunjukkan hilangnya kepercayaan jangka pendek terhadap daya tahan sektor tambang di tengah tekanan geopolitik, tren transisi energi, dan potensi resesi global.

    Secara keseluruhan, data ini memperlihatkan dua hal penting:

    1. Aksi jual asing di saham tambang mengindikasikan sinyal hati-hati terhadap outlook harga komoditas.
    2. Pasar domestik perlu waspada, karena tekanan jual asing di sektor sumber daya biasanya menjadi awal dari fase koreksi yang lebih luas di indeks komoditas.

    Dengan kata lain, meskipun secara fundamental beberapa emiten tambang masih mencetak laba tinggi, sentimen global dan arah arus modal asing kini bergerak ke sektor yang lebih stabil dan berisiko rendah.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79