KABARBURSA.COM - Neraca Perdagangan Indonesia dengan India mengalami peningkatan yang signifikan. Tercatat ada surplus sebesar USD1,55 miliar. Selanjutnya, dengan Amerika Serikat neraca perdagangan juga mengalami surplus sebesar USD1,21 miliar. Begitu pula dengan Jepang yang surplus-nya mencapai USD740 juta.
"Surplus terbesar yang dialami dengan India didorong komoditas bahan bakar mineral (HS27), logam mulia dan perhiasan atau permata (HS71), serta bijih logam kerak abu (HS26)," kata Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik M Habibullah.
Namun pada Mei 2024, Indonesia mengalami defisit perdagangan terbesar dengan China, sementara neraca perdagangan dengan India justru mengalami peningkatan. Menurut Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah, defisit terbesar Indonesia dengan China, Australia, dan Thailand masing-masing mencapai USD1,32 miliar, USD540 juta, dan USD320 juta.
Penurunan ekspor ke China dipengaruhi oleh performa buruk ekspor mesin/peralatan mekanis dan bagiannya (HS84), mesin/perlengkapan elektrik juga bagiannya (HS84), serta plastik dan barang dari plastik (HS39).
Dalam Konferensi Pers Pengumuman Ekspor-Impor Mei, Rabu (19/6/2024), Habibullah juga melaporkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada bulan Mei mencapai USD22,33 miliar, meningkat 13,82 persen dibandingkan bulan April 2024. Nilai ekspor sektor nonmigas mengalami lonjakan signifikan sebesar 14,46 persen menjadi USD20,91 miliar, sementara ekspor migas naik 5,12 persen menjadi USD1,42 miliar.
Peningkatan ekspor nonmigas didorong oleh komoditas seperti mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya yang tumbuh 26,66 persen, biji logam, terak, dan abu yang naik 25,96 persen, serta kendaraan dan bagiannya yang meningkat 26,8 persen.
Secara khusus, ekspor migas meningkat karena ekspor minyak tanah. Namun demikian, defisit perdagangan Indonesia dengan beberapa negara termasuk China menunjukkan tantangan yang perlu diperhatikan dalam upaya memperkuat neraca perdagangan negara ini.
Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus pada April 2024, yang menandakan bahwa negara ini lebih banyak menerima valuta asing dibandingkan melepasnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Ini merupakan surplus yang telah berlangsung selama 48 bulan berturut-turut.
Meskipun kelebihan neraca perdagangan barang menunjukkan aspek positif dalam penerimaan valuta asing, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan kelemahan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020, rata-rata kurs rupiah di pasar spot adalah Rp14.529,06 per dolar AS, sedangkan pada tahun ini, rata-ratanya mencapai Rp15.788,78 per dolar AS per 15 Mei, dengan puncaknya melebihi Rp16.000 per dolar AS, yang merupakan level terlemah sejak 2020.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan nilai tukar suatu negara adalah transaksi berjalan (current account), yang mencakup neraca perdagangan barang dan jasa serta pergerakan valas. Indonesia sering mengalami defisit dalam transaksi berjalan, yang menunjukkan bahwa penerimaan dari ekspor barang dan jasa tidak mencukupi untuk menutup pembayaran impor serta pembayaran kepada luar negeri untuk jasa dan investasi.
Pada tahun 2023, misalnya, Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan sebesar USD1,57 miliar atau setara dengan 0,11 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun neraca perdagangan barang menunjukkan surplus sebesar USD46,35 miliar, defisit transaksi berjalan menunjukkan bahwa pasokan valuta asing dari transaksi ini lebih stabil dalam jangka panjang daripada dari investasi portofolio yang bersifat lebih spekulatif (hot money).
Dengan demikian, meskipun neraca perdagangan barang Indonesia menunjukkan kinerja yang kuat, kelemahan dalam transaksi berjalan menjadi faktor penting yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, termasuk dolar AS.
Pada 2023, Indonesia menghadapi beberapa tantangan signifikan terkait dengan neraca transaksi dan fiskal yang berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat (AS).
- Neraca Jasa dan Pendapatan Primer:
- Neraca Jasa: Indonesia mencatat defisit sebesar USD17,92 miliar pada tahun 2023. Defisit terbesar terjadi di sektor transportasi, yang mencapai USD8,7 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung pada kapal-kapal asing untuk aktivitas ekspor dan impor di perairan Indonesia.
- Neraca Pendapatan Primer: Defisitnya mencapai USD35,36 miliar pada tahun 2023, yang lebih dalam dibandingkan dengan tahun 2022. Penyebab utamanya adalah peningkatan pembayaran imbal hasil investasi, sejalan dengan meningkatnya penarikan utang luar negeri dan tingginya suku bunga global.
- Defisit Fiskal:
- Indonesia juga mengalami defisit fiskal, yang berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menghabiskan lebih banyak daripada yang diterima. Defisit fiskal ini sering kali dibiayai dengan utang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ketika pemerintah menarik utang dari luar negeri, hal ini meningkatkan kebutuhan akan valuta asing (valas), yang pada gilirannya dapat menekan nilai tukar rupiah.
- Dampak terhadap Nilai Tukar Rupiah:
- Meskipun neraca perdagangan barang menunjukkan surplus yang stabil, defisit dalam neraca jasa, pendapatan primer, dan fiskal menunjukkan bahwa Indonesia lebih banyak 'membakar' valas daripada menerimanya. Ketergantungan yang tinggi terhadap pelaku usaha asing dalam sektor transportasi dan investasi menjadi faktor utama yang menyebabkan defisit ini.
- Defisit transaksi berjalan dan fiskal dapat menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama jika permintaan valas terus meningkat untuk membiayai kebutuhan eksternal dan fiskal.
Dengan demikian, meskipun surplus dalam neraca perdagangan barang menawarkan beberapa keuntungan dalam penerimaan valas, tantangan dalam neraca jasa, pendapatan primer, dan fiskal tetap menjadi faktor penting yang mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah Indonesia terhadap mata uang asing. Perbaikan dalam semua aspek ini akan menjadi kunci untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan memperkuat ekonomi secara keseluruhan.(*)