Logo
>

Netizen Anggap Utang Negara Beban karena Proyek tak Penting

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Netizen Anggap Utang Negara Beban karena Proyek tak Penting

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan hasil pantauan kepada warganet atau netizen tentang kenaikan utang pemerintah. Hasilnya, netizen menganggap utang tersebut sebagai beban.

    Sebagian besar warganet, menurut INDEF, menilai bahwa utang yang dimiliki oleh negara banyak digunakan untuk proyek yang dianggap tidak penting dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data INDEF, membuktikan, sebanyak 18.997 akun media sosial menghasilkan 22.180 perbincangan antara 15 Juni hingga 1 Juli 2024.

    Tak hanya itu, pencarian kata kunci "utang negara" mencapai lebih dari 218.000 kali di Google dalam periode 19 Juni hingga 1 Juli 2024. "Ini kita peroleh dari Twitter, dan data bukan buzzer yang ngomong tapi kita sudah filter, dan lebih natural perbincangannya. Kemudian, dari 22.189 perbincangan, 79 persen netizen menganggap utang pemerintah sebagai beban,” kata dia dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk “Warisan Utang untuk Pemerintah Mendatang”, Kamis, 4 Juli 2024.

    Dalam paparannya, Eko menyebutkan bahwa 79 persen netizen menganggap utang pemerintah sebagai beban karena digunakan untuk proyek-proyek yang dianggap tidak prioritas dan tidak menguntungkan, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    “Dengan situasi sekarang dan tahun depan, utang kita utamanya yang jatuh tempo cukup besar dan perlu menjadi concern pemerintah,” ungkap Eko.

    Meski begitu, Eko menyampaikan bahwa 20,9 persen netizen menganggap utang tersebut bermanfaat karena dinilai memberikan manfaat pada pembangunan nyata seperti jalan tol. Beberapa netizen juga berpendapat bahwa rasio utang Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan Amerika Serikat dan Jepang.

    “Meski dinilai rasio utang Indonesia masih terbilang lebih rendah dari Jepang dan Amerika Serikat. Walaupun kita tau sebagai peneliti ukurannya tidak hanya itu, karena kita tahu Jepang adalah negara maju dan produktivitasnya tinggi,” ungkapnya.

    Sebagai informasi, posisi utang pemerintah kembali mengalami peningkatan per akhir Mei 2024, mencapai Rp8.353,02 triliun, bertambah Rp14,59 triliun atau meningkat 0,17 persen dibandingkan posisi utang pada akhir April 2024 yang sebesar Rp8.338,43 triliun.

    Kemudian, berdasarkan data Kemenkeu, per 30 April 2024 menunjukkan bahwa total utang jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp 800,33 triliun, yang terdiri dari utang surat berharga negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan utang pinjaman Rp100,19 triliun. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan utang jatuh tempo tahun ini yang sebesar Rp434,29 triliun.

    Rasio utang pemerintah terhadap PDB masih di bawah batas aman 60 persen. Pemerintah memprioritaskan utang jangka menengah-panjang dan aktif mengelola portofolio utang.

    Utang pemerintah terus meningkat, dengan beban yang lebih besar di tahun 2025. Pengelolaan utang yang hati-hati dan strategi pendanaan yang berkelanjutan menjadi penting untuk menjaga stabilitas keuangan negara.

    Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, memaparkan gambaran mengkhawatirkan tentang beban utang Indonesia yang kini mencapai puncaknya. Menurutnya, Kondisi tersebut memerlukan perhatian serius dari pemerintah untuk menghindari potensi krisis keuangan yang lebih parah.

    "Tahun depan saja, kita harus membayar 800 triliun rupiah dulu. Kalau tidak diimbangi dengan kapasitas penerimaan negara yang semakin meningkat, maka saya tidak bisa membayangkan apakah negara ini akan mengalami krisis yang lebih dalam lagi," ujar Esther.

    Sementara, dia pun mengungkapkan, pemerintah mencari sumber pendanaan alternatif untuk membiayai berbagai program ambisius dengan dana fantastis yang telah direncanakan.

    Dia mencontohkan, misalnya, proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang membutuhkan anggaran 446 triliun rupiah dari APBN, dan program makan siang gratis yang juga membutuhkan anggaran sebesar 446 triliun rupiah, dengan alokasi 71 triliun rupiah pada tahun pertama. Sehingga ini membuat mau tidak mau suka tidak suka pemerintah ke depan harus men-generate income lebih, untuk meluas kapasitas fiskal.

    "Ruang fiskal kita biar bisa meningkat. karena programnya sangat fantastis, kan dalam program pembangunan tidak hanya IKN dan makan bergizi gratis, masih ada program-program yang lainnya, seperti infrastruktur dan lainnya," terang dia.

    Usulan Langkah Strategis

    Untuk menghadapi situasi ini, Esther menekankan pentingnya pemerintah mendatang untuk menetapkan prioritas program yang benar-benar memiliki efek ganda yang luas dan berdampak jangka panjang.

    Efisiensi yang berlebihan dapat berisiko menurunkan pertumbuhan ekonomi. "Jangan efisiensi, nanti pertumbuhan ekonomi bisa drop," kata dia.

    Menurutnya, pemerintah perlu memprioritaskan program yang memiliki multiplier effect luas dan dampak jangka panjang yang signifikan.

    Seperti halnya, penguatan sumber daya manusia, peningkatan kualitas SDM, penguatan modal, dan transfer teknologi. "Dari negara negara yang sudah maju hanya tiga itu syaratnya," jelasnya. (yub/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.