KABARBURSA.COM - PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 3,7 persen menjadi Rp900 miliar pada tahun 2023 dibandingkan dengan Rp867 miliar pada tahun sebelumnya, meskipun harga nikel global mengalami penurunan.
Mayoritas penjualan perseroan dilakukan kepada pihak ketiga, termasuk PT Agung Mineral Abadi senilai Rp768,78 miliar dan PT Kyara Sukses Mandiri senilai Rp102,06 miliar.
Selain dari penjualan nikel, perseroan juga mencatat kenaikan pendapatan yang signifikan dari bisnis selain nikel, seperti dari sewa dermaga, sewa ruang, dan sewa rampdoor. Anak usaha LX International Corp, bagian dari LG Group, berhasil mengantongi Rp27,59 miliar dari hasil sewa dermaga, yang merupakan lonjakan lebih dari 2.000 persen pada akhir 2023.
Berdasarkan laporan keuangan NICE tahun buku 2023 dikutip Senin 1 April 2024, pendapatan sewa ruang juga melesat 286 persen menjadi Rp1,65 miliar dan dari hasil sewa rampdoor, perseroan memperoleh Rp264,144 juta hingga pengujung 2023. Informasi saja, pada tahun 2022, belum ada penghasilan yang diperoleh dari bisnis sewa rampdoor tersebut.
Dari sisi operasional produksi, NICE tercatat kian efisien. Hal ini tercermin pada biaya produksi yang berhasil ditekan dari Rp754,3 miliar menjadi Rp736,13 miliar. Manajemen NICE memang terus berupaya untuk bisa meningkatkan efisiensi dalam proses produksi melalui pembaruan teknologi tambang.
Dengan masuknya LX International Corp sebagai pemegang saham pengendali, maka pembaruan teknologi tambang bisa direalisasikan secara maksimal. Dengan demikian, biaya produksi berpotensi kian menyusut dan tingkat profitabilitas bisa terdongkrak.
Di saat yang sama, perseroan juga tidak lagi menanggung beban penjualan karena bijih nikel tidak lagi dijual melalui perantara (agen). Sebagai perbandingan, pada 2022, perseroan harus merogoh kocek Rp9,69 miliar untuk membayar pihak agen penjual.
Kendati beban operasional produksi dan penjualan bisa ditekan, terdapat sejumlah beban lain yang mengalami kenaikan yang berakibat laba bersih perseroan turun dari Rp108,86 miliar menjadi Rp61,46 miliar tahun lalu.
Adapun sejumlah beban yang mengalami peningkatan di antaranya biaya pencadangan persediaan bijih nikel, biaya reklamasi dan eksplorasi, serta biaya umum dan administrasi. Kenaikan biaya-biaya tersebut ditengarai terjadi akibat adanya transisi dari manajemen lama ke manajemen baru.