Logo
>

Nilai Impor Indonesia Melonjak pada Oktober 2024, Ekspor Bagaimana?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Nilai Impor Indonesia Melonjak pada Oktober 2024, Ekspor Bagaimana?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia tumbuh signifikan baik secara bulanan (month to month/mtm) maupun secara tahunan (year on year/yoy) pada Oktober 2024.

    Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, nilai impor Indonesia pada Oktober mencapai USD21,94 miliar atau meningkat 16,54 persen secara bulanan.

    Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan pada impor nonmigas sebesar 12,13 persen menjadi USD18,27 miliar dan kenaikan impor migas sebesar 44,98 persen menjadi USD3,67 miliar.

    “Peningkatan nilai impor secara bulanan ini didorong oleh peningkatan nilai impor nonmigas yang memberikan andil sebesar 10,50 persen dan peningkatan nilai impor migas dengan andil sebesar 6,04 persen,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 15 November 2024.

    Secara tahunan, nilai impor Oktober juga meningkat 17,49 persen dibandingkan Oktober 2023 yang tercatat sebesar USD18,67 miliar.

    Peningkatan impor tahunan ini ditopang oleh impor migas yang naik 14,32 persen dan impor nonmigas yang naik 18,14 persen.

    Menurutnya, peningkatan nilai impor secara tahunan baik pada komoditas migas maupun nonmigas ini disebabkan oleh peningkatan volume dan juga penurunan rata-rata harga agregat.

    “Pada Oktober 2024, seluruh jenis penggunaan barang impor mengalami peningkatan baik secara bulanan maupun tahunan,” ucapnya.

    Adapun tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Oktober 2024 adalah China sebesar USD6,43 miliar (35,19 persen), Jepang USD1,50 miliar (8,22 persen), dan Singapura USD1,09 miliar (5,96 persen).

    Sementara nilai impor nonmigas dari ASEAN mencapai USD3,40 miliar (18,61 persen) dan Uni Eropa USD1,07 miliar (5,88 persen).

    Nilai Ekspor Indonesia Oktober 2024

    Sementara itu, BPS mencatat pertumbuhan signifikan nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2024, baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy).

    Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa nilai ekspor Indonesia mencapai USD24,41 miliar, meningkat 10,69 persen dibanding bulan sebelumnya.

    Kenaikan ini didorong oleh lonjakan ekspor nonmigas sebesar 16,88 persen menjadi USD23,07 miliar, sementara ekspor migas naik 10,35 persen menjadi USD1,35 miliar.

    “Peningkatan ekspor bulanan terutama disebabkan oleh kenaikan pada komoditas lemak dan minyak hewani nabati (HS15) yang melonjak 52,67 persen,” jelas Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 15 November 2024.

    Komoditas lain yang berkontribusi pada kenaikan ekspor nonmigas termasuk bahan bakar mineral dengan kenaikan 5,50 persen dan alas kaki yang tumbuh 25,87 persen. Di sisi lain, ekspor migas meningkat berkat kenaikan nilai ekspor gas dengan kontribusi sebesar 0,68 persen.

    Secara rinci, ekspor nonmigas pada Oktober 2024 didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar USD18,43 miliar, diikuti sektor pertambangan USD3,97 miliar, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan USD0,66 miliar.

    “Sektor industri pengolahan menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan 12,04 persen dan kontribusi sebesar 8,98 persen,” jelasnya.

    Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia dari Januari hingga Oktober 2024 mencapai USD217,24 miliar, meningkat 10,25 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Ekspor nonmigas naik 1,48 persen menjadi USD204,21 miliar, sementara ekspor migas turun 1,05 persen menjadi USD13,02 miliar.

    Peningkatan ekspor tahunan nonmigas terutama berasal dari sektor industri pengolahan dengan kontribusi 2,71 persen, serta sektor pertanian yang menyumbang 0,41 persen.

    Dari sisi negara tujuan, China, Amerika Serikat (AS), India, dan Jepang tetap menjadi pasar utama ekspor Indonesia.

    Ekspor nonmigas terbesar ditujukan ke China dengan nilai USD5,66 miliar, disusul Amerika Serikat USD2,34 miliar, dan India USD2,02 miliar, yang secara total menyumbang 43,49 persen dari ekspor Oktober 2024.

    Sementara itu, ekspor ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mencapai USD4,32 miliar, dan ke Uni Eropa sebesar USD1,59 miliar.

    UMKM Sulit Saingi Barang Murah Impor

    Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny mengungkapkan kekhawatirannya terkait keberlanjutan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang saat ini menghadapi tantangan besar akibat persaingan dengan produk impor murah, khususnya dari China.

    Menurut Hermawati, serbuan produk impor dengan harga sangat murah menjadi ancaman serius bagi daya saing UMKM lokal, terutama dalam hal harga yang sulit ditandingi oleh produk dalam negeri.

    “Produk impor murah sudah membanjiri pasar kita, dan banyak UMKM kesulitan untuk bersaing,” ujarnya kepada Kabar Bursa di Jakarta, Minggu, 10 November 2024.

    Hermawati menilai langkah pemerintah untuk melindungi produk lokal masih sangat terbatas. Ia mencatat bahwa negara-negara lain telah memberlakukan batasan atau regulasi untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan impor. Namun, di Indonesia, upaya tersebut masih belum terlihat secara konkret.

    “Jika kita lihat negara lain, pemerintah mereka sudah mengatur untuk melindungi produk lokal, sementara di Indonesia, belum ada langkah nyata yang jelas untuk mengatasi masalah ini,” kata Hermawati.

    Sebagai contoh, Hermawati menyoroti operasi sidak yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa hari lalu yang berhasil menyita 90.000 rol tekstil asal China. Meski demikian, ia menilai tindakan tersebut lebih bersifat reaktif ketimbang preventif.

    “Saya rasa operasi tersebut lebih karena tekanan masyarakat, bukan bagian dari strategi pemerintah yang terstruktur untuk melindungi UMKM,” tegasnya.

    Hermawati juga mengkritik harga jual produk impor yang sangat murah, sehingga semakin menyulitkan UMKM untuk bersaing. Ia memberi contoh produk pakaian impor yang dapat dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.

    “Produk impor, seperti pakaian, bisa dijual dengan harga Rp10.000, sementara produk lokal paling murah bisa mencapai Rp40.000. Kondisi ini jelas menguntungkan importir, tapi merugikan UMKM,” ujarnya.

    [caption id="attachment_67363" align="aligncenter" width="1365"] Pameran UMKM (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)[/caption]

    Dengan daya beli masyarakat yang semakin melemah, Hermawati khawatir konsumen akan lebih memilih produk murah meskipun harus mengorbankan kualitas atau aspek lokalitas. Selain itu, ia juga menyoroti tingginya biaya produksi sebagai kendala besar bagi UMKM untuk bersaing di pasar domestik.

    “Biaya produksi yang tinggi, seperti bahan baku dan sertifikasi halal, menjadi beban tambahan yang berat bagi pelaku UMKM,” ujar Hermawati.

    Menurutnya, sertifikasi halal seharusnya menjadi faktor yang memperkuat daya saing produk lokal, namun saat ini justru menjadi kendala yang memberatkan pelaku UMKM.

    Selain masalah harga dan biaya produksi, Hermawati juga mengungkapkan tantangan lain yang dihadapi UMKM, yakni kesulitan dalam mengakses platform digital. Ia menjelaskan bahwa untuk bisa bergabung dengan e-commerce, UMKM diharuskan memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIP), namun banyak pelaku UMKM yang kesulitan memenuhi syarat legalitas dan prosedur teknis yang diperlukan.

    “Walaupun UMKM sekarang semakin melek teknologi dan sudah merambah e-commerce, persaingan di pasar digital tetap sangat berat, terutama soal harga,” ujar Hermawati.

    Hermawati berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret melalui regulasi yang mendukung UMKM, khususnya dalam menurunkan biaya produksi dan memberikan perlindungan terhadap produk lokal dari gempuran produk impor.

    “Pemerintah harus segera turun tangan untuk membantu UMKM bertahan dan berkembang, agar tidak tergerus oleh produk impor murah yang terus merajalela di pasar,” pungkasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi