KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan, kebijakan penundaan short selling masih berlaku hingga 26 September 2025, sejalan dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Di tengah gejolak pasar global yang mulai mereda, keputusan akhir terkait penundaan tersebut akan diperpanjang bergantung terhadap hasil evaluasi bersama regulator dan pemangku kepentingan industri.
“Kami akan berkoordinasi dengan OJK untuk menentukan apakah penundaan diperpanjang atau tidak,” ujar Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik dalam keterangannya dikutip Jumat, 4 Juli 2025.
Short selling menjadi salah satu instrumen pasar yang potensial meningkatkan likuiditas dan efisiensi, namun implementasinya masih menunggu kesiapan penuh dari sisi regulasi dan pengawasan.
Sejak penundaan diberlakukan, pelaku pasar banyak menanti kejelasan waktu dan teknis pelaksanaannya, khususnya setelah tekanan eksternal mulai melandai.
Di sisi lain, sejumlah kebijakan lain yang tengah diproses turut menjadi perhatian, termasuk rencana penyesuaian satuan lot saham dan penambahan jam perdagangan. Keduanya sempat menjadi pembahasan intensif di kalangan investor karena berpengaruh langsung pada aksesibilitas dan efisiensi perdagangan.
Merespons pertanyaan terkait dua agenda tersebut, Jeffrey menyatakan bahwa kajiannya masih berlangsung. BEI sebelumnya telah menggelar survei terhadap investor domestik pada 16–26 Juni 2025 untuk menyerap aspirasi terkait perubahan jam perdagangan. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan resmi.
“Kajian terkait jam perdagangan dan lot size masih dalam proses. Akan kami sampaikan nanti bila sudah ada hasilnya,” ujar Jeffrey.
Rencana perubahan satuan lot dari 100 saham menjadi 50 saham per lot juga belum dipastikan implementasinya dalam waktu dekat. BEI masih mencermati dampak perubahan tersebut terhadap perilaku investor ritel maupun institusi.
Sementara itu, terkait kebijakan liquidity provider (LP) yang mulai disiapkan sejak awal tahun ini, BEI mencatat sudah ada 13 Anggota Bursa (AB) yang menyampaikan minat untuk menjadi penyedia likuiditas di pasar saham. Tiga di antaranya sudah masuk dalam tahap evaluasi intensif.
“Melihat progres dan kesiapan AB, kami harapkan paling lambat bulan depan sudah ada AB yang mendapat izin sebagai AB LP Saham,” ungkap Jeffrey.
Kebijakan LP Saham dirancang untuk memperbaiki likuiditas, khususnya pada saham-saham yang kurang aktif diperdagangkan. Meskipun laman resmi BEI hingga saat ini masih menunjukkan daftar kosong dalam kolom LP Saham, BEI menegaskan proses seleksi sedang berjalan. Adapun daftar saham yang ditargetkan untuk didampingi LP telah disusun sebanyak 400 saham, dengan insentif tambahan untuk menempatkan LP di saham-saham indeks utama seperti LQ45.
Mengenai pembukaan data domisili investor yang sebelumnya dibatasi sejak 2022, Jeffrey memastikan bahwa BEI tengah menyiapkan implementasinya dalam waktu dekat.
“Informasi domisili setelah penutupan sesi 1 juga sedang proses. Kami harapkan dalam beberapa minggu ke depan bisa diimplementasikan,” katanya.
Selain inisiatif di atas, BEI juga tengah menanti penerbitan Peraturan OJK (POJK) terkait Exchange Traded Fund (ETF) berbasis emas. Jeffrey menyampaikan bahwa produk ini diharapkan bisa mulai tercatat di BEI pada kuartal IV/2025.
“Kami harapkan POJK ETF Emas bisa terbit di kuartal ketiga, sehingga kuartal keempat sudah ada produk ETF Emas tercatat di BEI,” ujarnya.
Produk ETF Emas diharapkan bisa menjadi sarana diversifikasi baru bagi investor ritel maupun institusi, sekaligus menambah kedalaman pasar ETF domestik yang saat ini masih didominasi oleh indeks saham.
Adapun saat ditanya soal inovasi tambahan di luar kebijakan utama yang sedang berjalan, BEI menyebut masih ada sejumlah program yang sedang digodok, termasuk penguatan ekosistem digital pasar modal.
Program lainnya yang juga sedang digodok, lanjut dia, adalah pengembangan sistem perdagangan dan keterbukaan informasi, serta inisiatif edukasi dan perlindungan investor ritel melalui kolaborasi dengan pelaku industri dan akademisi.
Dengan berbagai langkah ini, BEI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat ekosistem pasar modal Indonesia agar semakin likuid, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan investor masa kini.(*)