KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku tidak mudah memberantas judi online dan pinjaman online (pinjol) ilegal. Kenapa?
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi mengatakan, sejak 2015 hingga saat ini pihaknya telah lebih dari 8.500 pinjol sudah ditutup paksa atau blokir.
Menurut Frederica, kesulitannya memberantas pinjol sama dengan judi online, yaitu servernya berada di luar negeri.
“Saat ini lebih dari 8.500 aplikasi pinjol sudah kita tutup sejak 2015. Ada beberapa kendala sering muncul, sama seperti dengan judi online, karena sering kali servernya berada di luar negeri,” kata Frederica dalam acara konferensi pers di kantor Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2024.
Meski begitu, OJK melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo) terus berupaya menutup judi online dan pinjol ilegal.
“Begitu kita menerima laporan atau menemukan adanya pinjol ilegal dan judi online, langsung kami tutup. Tetapi ya itu, servernya ada di luar negeri, yang praktiknya seperti judi online di dilegalkan,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis mengatakan pihaknya telah memblokir lebih dari 6.000 rekening yang diindikasikan terkait transaksi judi online.
Selain itu, OJK juga telah meminta bank melakukan Enhance Due Diligence (EDD) atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online dan melaporkan transaksi tersebut sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Untuk diketahui, aktivitas perjudian di Indonesia merupakan Salah Satu Tindak Pidana Asal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penyebab Gen Z Terjerat Pinjol Ilegal dan Judi Online
OJK mengungkap bahwa anak-anak muda, khususnya Generasi Z (Gen Z), masih banyak terjebak dalam pinjaman online (pinjol) dan perjudian daring atau judi online.
Masalah ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran yang meningkat tentang bahaya keuangan dan perjudian, generasi muda tetap rentan terhadap tawaran dan risiko yang ditawarkan oleh platform-platform ini. OJK pun terus mengingatkan pentingnya pendidikan keuangan dan perlunya kewaspadaan dalam menggunakan layanan online untuk menghindari dampak negatif yang dapat memengaruhi stabilitas keuangan mereka.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, mengungkapkan salah satu faktor utama di balik tingginya keterlibatan generasi muda, terutama generasi Z, dalam pinjol dan judi online adalah tingkat literasi keuangan mereka yang masih rendah.
Menurutnya, kurangnya pemahaman tentang pengelolaan keuangan dan risiko yang terkait dengan layanan online dapat membuat mereka lebih mudah terjebak dalam situasi keuangan yang berisiko.
OJK menekankan pentingnya peningkatan pendidikan keuangan untuk membantu generasi muda memahami dan mengelola risiko finansial dengan lebih baik.
“Di usia 15 sampai 17 tahun itu rentan, tingkat literasinya rendah inklusinya rendah. Itu banyak sekali menjadi korban pinjol, anak-anak juga masuk ke judi online. Yang formal paylater, produk itu formal, tapi penggunaannya mereka tidak well literate, akhirnya anak-anak muda terjerat utang yang sangat menyusahkan masa depan mereka,” kata wanita yang akrab disapa Kiki dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Agustus 2024.
Selain itu, generasi Z yang literasi keuangannya rendah ini disebut sering kali menempuh jalan pendek untuk memenuhi gaya hidupnya. Kiki mencontohkan, ada kasus anak muda yang kini nekat membuka pinjaman online hanya untuk nongkrong.
“Misalnya mereka butuh sesuatu untuk memenuhi FOMO (Fear of Missing Out) dan YOLO (You Only Live Once), tetapi mereka nggak financially literate. Ini berbahaya. Saya dapat info, anak-anak muda ini yang terjerat pinjol dan kemudian beranak (utangnya), itu karena ketika dia makan di cafe dengan gaya hidupnya, tiba-tiba tahu, ternyata uangnya enggak cukup. Dengan hanya menggunakan jempol mendapatkan pinjaman online yang cair dalam waktu 15 menit. Ternyata itu menggulung (utangnya) dan terjerat dalam utang,” ungkap Kiki.
Kiki pun mewanti-wanti agar anak muda jangan sembarangan menggunakan pinjaman online dan judi online karena dampaknya kepada masa depan. Kata Kiki, OJK telah memasukan catatan pinjaman online ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“Anak-anak muda ini harus kita bimbing. OJK akan memasukkan data termasuk data data pinjol ke SLIK, semua akan masuk dan akan terhubung. Kalau tidak perform akan ter-capture, akan membahayakan saat mendaftar kerja atau melakukan hal hal lain,” tuturnya.
Sebagai informasi, OJK dengan Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan penduduk Indonesia sebagai landasan program peningkatan literasi dan inklusi keuangan ke depan.
Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
SNLIK tahun 2024 juga mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah. Hasil yang diperoleh menunjukkan indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia sebesar 39,11 persen. Adapun, indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen.
Berdasarkan umur, kelompok 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 51,70 persen dan 52,51 persen. Sementara indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 57,96 persen dan 63,53 persen.
Kelompok usia 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 74,82 persen, 71,72 persen, dan 70,19 persen.
Selanjutnya, kelompok umur 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 84,28 persen, 81,51 persen, dan 79,21 persen. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.