Logo
>

OJK: Pembiayaan Kendaraan Bermotor bakal Tumbuh 9-11 Persen

Ditulis oleh KabarBursa.com
OJK: Pembiayaan Kendaraan Bermotor bakal Tumbuh 9-11 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan bahwa penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor akan terus meningkat dengan pertumbuhan sebesar 9-11 persen hingga akhir 2024.

    Meskipun terjadi penurunan penjualan kendaraan bermotor, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyatakan bahwa pembiayaan di sektor ini tetap menunjukkan pertumbuhan positif.

    "Piutang pembiayaan kendaraan bermotor pada Mei 2024 meningkat 12,62 persen secara tahunan menjadi Rp400,57 triliun," kata Agusman.

    Kata dia lagi, OJK telah memfasilitasi perusahaan multifinance melalui Peraturan OJK terkait kegiatan usaha perusahaan pembiayaan, untuk menyalurkan pembiayaan tidak hanya pada kendaraan bermotor tetapi juga pada sektor produktif seperti pembiayaan investasi dan modal kerja untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Secara keseluruhan, piutang pembiayaan per Mei 2024 tercatat sebesar R 490,69 triliun, mengalami pertumbuhan 11,21 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Industri pembiayaan juga menunjukkan performa yang sehat dengan rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,77 persen dan NPF net sebesar 0,84 persen. Gearing ratio multifinance tercatat naik menjadi 2,37 kali, jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 kali.

    Agusman menekankan pentingnya menjaga kinerja perusahaan pembiayaan di tengah dinamika pasar yang terus berubah.

    "OJK akan terus mendukung dan mengawasi perusahaan pembiayaan agar dapat beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang ada, serta memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.

    OJK Ingatkan Perbankan Soal Paylater

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan industri perbankan untuk berhati-hati dalam menyalurkan kredit melalui skema channeling dengan fintech lending.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan pentingnya prinsip kehati-hatian dan asas pemberian kredit atau pembiayaan yang sehat dalam pelaksanaan kegiatan channeling.

    Menurut Dian, bank harus memastikan bahwa kerja sama channeling kredit dilakukan dengan memperhatikan izin usaha, kelayakan fintech lending sebagai penerima channeling, kepatuhan terhadap regulasi perlindungan konsumen, dan penilaian risiko yang memadai.

    “Antara lain bank harus memastikan bahwa kerja sama channeling kredit dapat memperhatikan izin usaha, kelayakan fintech lending sebagai penerima channeling, kepatuhan terhadap regulasi perlindungan konsumen, dan penilaian risiko yang memadai,” kata Dian.

    Dian juga menjelaskan bahwa kredit yang disalurkan melalui channeling bisa bersifat produktif atau konsumtif, sesuai dengan tujuan penggunaan kredit oleh end-user serta kebijakan dan risk-appetite masing-masing bank.

    “Hal ini sesuai dengan tujuan penggunaan kredit oleh end-user serta masing-masing kebijakan dan risk-appetite bank,” ujarnya.

    Untuk mengantisipasi risiko gagal bayar, Dian menegaskan bahwa pihaknya meminta bank untuk memiliki mitigasi risiko yang memadai dan menerapkan prinsip kehati-hatian sejak awal pelaksanaan kemitraan.

    “Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, langkah-langkah tersebut meliputi pemilihan mitra secara komprehensif, serta pemantauan dan evaluasi kinerja secara berkala,” jelas Dian.

    Dian melanjutkan, jika terjadi gagal bayar, bank harus memiliki strategi mitigasi risiko yang memadai, antara lain dengan membentuk cadangan kerugian terhadap kredit bermasalah dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian.

    “Jika terjadi gagal bayar, bank harus memiliki strategi mitigasi risiko yang memadai, antara lain dengan membentuk cadangan kerugian terhadap kredit bermasalah dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian,” pungkasnya.

    Dengan demikian, OJK berharap industri perbankan dapat menjaga kesehatan kredit yang disalurkan melalui skema channeling dengan fintech lending, serta melindungi kepentingan konsumen dan stabilitas sistem keuangan.

    OJK Tanggapi Batalnya BTN Akuisisi Bank Muamalat

    Di kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae juga menanggapi soal batalnya aksi akuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) terhadap PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Menurut dia, pembatalan ini membuka peluang bagi investor lain untuk masuk menjadi pemegang saham Bank Muamalat.

    Dian mengatakan awalnya OJK menilai rencana konsolidasi ini dapat memperkuat sinergi antara kedua bank. Rencana ini telah beberapa kali didiskusikan dengan OJK.

    “Itulah sebabnya kenapa OJK menyambut baik rencana akuisisi yang diajukan oleh BTN,” ujar Dian.

    Namun, Dian tidak mempermasalahkan jika BTN akhirnya batal melakukan akuisisi tersebut. Hingga saat ini, belum ada permohonan pengajuan kepada OJK mengenai rencana aksi korporasi BTN terhadap bank lain.

    “Seluruh proses dan inisiatif mengenai rencana aksi korporasi yang dilakukan merupakan kewenangan manajemen bank yang bersangkutan,” jelasnya.

    Dia menambahkan bahwa dengan batalnya akuisisi ini, masih ada peluang bagi bank atau lembaga lain untuk melakukan akuisisi terhadap Bank Muamalat. Hal ini dilakukan dalam rangka terus meningkatkan kinerja Bank Muamalat dan perbankan syariah secara umum. OJK terus membuka peluang kepada investor domestik maupun asing yang memiliki komitmen untuk mengembangkan perbankan di Indonesia sesuai dengan Roadmap Perkembangan Perbankan Syariah.

    Dian menegaskan, upaya untuk melakukan akselerasi pengembangan perbankan syariah dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui program konsolidasi perbankan syariah yang akan terus dilakukan untuk mencapai skala efisiensi dan daya saing perbankan syariah secara menyeluruh.

    “OJK akan terus mendorong dan mendukung langkah konsolidasi bank syariah yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan perbankan syariah Indonesia,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin, 8 Juli lalu mengatakan bahwa pihaknya sudah berkonsultasi dengan pemegang saham, yaitu Kementerian BUMN, dan juga sudah menyampaikan kepada OJK bahwa BTN tidak akan meneruskan proses akuisisi Bank Muamalat.

    “Pada dasarnya kami memang tetap harus menjaga kesepakatan bersama Bank Muamalat, tapi secara umum dapat kami sampaikan dan kami juga sudah konsultasi ke pemegang saham, dalam hal ini Pak Menteri BUMN dan Pak Wakil Menteri BUMN, dan kami juga sudah sampaikan ke OJK. Hanya saja kami belum lakukan keterbukaan informasi bahwa kami tidak akan meneruskan akuisisi Bank Muamalat dengan berbagai alasan yang bisa kami sampaikan kemudian,” kata Nixon.

    Lebih lanjut, Nixon menyebut bahwa BTN telah melakukan due diligence dengan Bank Muamalat sejak awal tahun 2024 ini. Namun, seiring berjalannya proses due diligence, BTN akhirnya mengambil keputusan untuk tidak meneruskan proses akuisisi. (*)

    (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi