KABARBURSA.COM - Masyarakat Indonesia perlahan-lahan mulai meninggalkan penggunaan kartu ATM atau debit perbankan. Kondisi ini terlihat dari penurunan jumlah transaksi dari tahun ke tahun (year on year/yoy).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa pada April 2024 jumlah transaksi menggunakan kartu ATM mencapai Rp619,19 triliun. Jumlah ini tercatat turun sebesar 12,49 perssn dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Nominal transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM atau debit turun sebesar 12,49 persen yoy mencapai Rp619,19 triliun," kata Perry," kata Perry Warjiyo dalam acara konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta pada Rabu, 22 Mei 2024.
Di sisi lain, jumlah transaksi bank digital mencapai Rp5.340,92 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan sebesar 19,08 perssn dibandingkan tahun sebelumnya.
"Nominal transaksi digital banking tercatat Rp5.340,92 triliun atau tumbuh sebesar 19,08 persen yoy," ungkap Perry.
Selain itu, transaksi menggunakan uang elektronik juga mengalami peningkatan yang signifikan. Pada April 2024, nominal transaksi menggunakan uang elektronik mencapai Rp90,44 triliun, naik 33,99 persen yoy. Sedangkan nominal transaksi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) tumbuh luar biasa sebesar 194,06 persen yoy, dengan jumlah pengguna mencapai 48,90 juta dan jumlah merchant mencapai 31,86 juta.
"Kenaikan ini mencerminkan pergeseran perilaku konsumen yang semakin nyaman dan terbiasa dengan transaksi digital," ujar Perry.
Fenomena ini menunjukkan perubahan besar dalam cara masyarakat Indonesia bertransaksi, beralih dari penggunaan kartu ATM ke berbagai bentuk transaksi digital. Perkembangan teknologi dan kemudahan akses layanan digital banking serta uang elektronik menjadi faktor utama yang mendorong perubahan ini.
Ke depan, Bank Indonesia terus mendorong inovasi di sektor keuangan digital untuk mendukung inklusi keuangan dan memastikan keamanan serta kenyamanan dalam bertransaksi. Hal ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem ekonomi digital di Indonesia dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
BI klaim Rupiah Lebih Kuat dari Beberapa Mata Uang Asia
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 21-22 Mei 2024 bahwa nilai tukar rupiah mengalami penguatan signifikan. Penguatan ini dipicu oleh bauran kebijakan moneter yang diterapkan BI untuk mengatasi dampak ketidakpastian global.
Pada bulan Mei 2024, nilai tukar rupiah mencatat penguatan sebesar 1,66 persen secara point to point hingga 21 Mei 2024. Ini adalah kabar baik setelah pelemahan sebesar 2,49 persen yang terjadi pada April 2024. Penguatan ini disebabkan oleh dampak positif dari respon kebijakan moneter BI pada April 2024.
“Kebijakan ini berhasil menarik aliran modal asing, khususnya ke Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dengan total sebesar 4,2 miliar dolar AS hingga 20 Mei 2024,” ujar Perry Warjiyo pada konferensi pers, Rabu 22 Mei 2024.
Secara year to date, rupiah tercatat hanya melemah 3,74 persen dari akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan peso Filipina yang melemah 4,91 persen, won Korea 5,2 persen, dan baht Thailand 5,99 persen.
“dengan perkembangan ini secara year tondate nilai tukar rupiah melemah lebih kecil yaitu 3,74 persen dari akhir desember 2024,” terangnya.
Kendati demikian, pada awal perdagangan hari ini, Rabu 22 Mei 2024, nilai tukar rupiah di pasar spot menunjukkan kekuatan, dibuka di level Rp15.980 per dolar Amerika Serikat (AS), naik 0,12 persen dari penutupan hari sebelumnya di Rp15.999 per dolar AS.
Sederet mata uang di kawasan Asia menunjukkan pergerakan bervariasi dengan kecenderungan menguat.
Baht Thailand menjadi mata uang dengan penguatan tertinggi setelah melonjak 0,18 persen. Diikuti oleh peso Filipina yang menguat 0,13 persen dan dolar Singapura yang naik 0,08 persen. Sementara itu, dolar Taiwan juga menguat 0,07 persen.
Won Korea Selatan terlihat menguat tipis 0,04 persen terhadap dolar AS, sedangkan yen Jepang mengalami pelemahan terdalam di kawasan Asia setelah koreksi sebesar 0,05 persen.
Dolar Hongkong turun 0,02 persen, dan yuan China juga terlihat melemah tipis 0,003 persen pada perdagangan pagi ini.
Namun, dia mengatakan, ke depan nilai tukar rupiah diprediksi akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat. Faktor pendorongnya antara lain imbal hasil yang menarik sejalan dengan kenaikan BI Rate, penurunan premi risiko, prospek ekonomi yang lebih baik, serta komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah.
“Ke depan nilai tukar rupiah diperkirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong oleh imbal hasil yang menarik sejalan dengan kenaikan BI Rate, premi resiko yang turun prospek ekonomi yang lebih baik dan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah,” jelas dia.
Dia mengungkapkan, pihaknya akan terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang ada untuk menjaga stabilitas rupiah. Ini termasuk melalui strategi operasi moneter pro-market dengan mengoptimalkan instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI).
Selain itu, BI memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valuta asing dari devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHESDA)
“(kebijakan) Itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023,” tutup dia.