KABARBURSA.COM - Pemerintah mengumumkan pada Senin, 16 Desember 2024 tentang serangkaian paket kebijakan ekonomi untuk tahun 2025 yang diperkirakan akan berdampak signifikan pada berbagai sektor ekonomi, termasuk pasar saham.
Dengan fokus pada penguatan daya beli masyarakat menengah ke bawah, kebijakan ini mencakup beberapa langkah strategis seperti penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen secara selektif, bantuan pangan, insentif untuk sektor padat karya, serta perpanjangan insentif di sektor properti dan otomotif.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa premium, seperti beras premium, daging wagyu, lobster, jasa pendidikan, dan kesehatan premium, serta tarif listrik untuk pelanggan kategori 3.500–6.600 VA. Sebaliknya, barang kebutuhan pokok seperti beras biasa, telur, dan susu tetap bebas PPN.
[caption id="attachment_106657" align="aligncenter" width="2560"] Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat berbicara dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan, di Kantor Kementerian Ekonomi, Jakarta Pusat, Senin, 16 Desember 2024. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)[/caption]
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 akan mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini juga didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda perekonomian tetap bergerak di tengah tantangan global maupun domestik.
“Ekonomi kita tetap bisa berjalan meski dihadapkan pada dinamika global dan situasi dalam negeri yang terus kita waspadai,” jelasnya dalam konferensi pers bertema Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, di Kementerian Ekonomi, Jakarta Pusat, Senin 16 Desember 2024.
Pemerintah juga menanggung kenaikan PPN (PPN Ditanggung Pemerintah atau DTP) untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng Minyakita agar tarifnya tetap 11 persen.
“Barang-barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita akan tetap terjangkau karena pemerintah menanggung kenaikan 1 persen,” ujar Sri Mulyani.
Peluang Emiten Barang Konsumsi Raup Keuntungan
Dalam riset yang dirilis pada Senin, 16 Desember 2024, Edi Chandren, Lead Investment Analyst dari Stockbit Sekuritas, menyatakan bahwa langkah ini diprediksi akan menguntungkan emiten barang konsumsi seperti INDF, ICBP, dan MYOR. Dengan harga kebutuhan pokok yang lebih terjangkau, lanjutnya, daya beli masyarakat dapat terdorong, mendukung pertumbuhan volume penjualan mereka.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan (year-on-year) di Indonesia menunjukkan penurunan dari 1,71 persen pada Oktober 2024 menjadi 1,55 persen pada November 2024, yang merupakan level terendah sejak Juli 2021. Penurunan inflasi ini dipengaruhi oleh turunnya harga beberapa komoditas pangan, seperti cabai merah, serta penurunan harga bahan bakar tertentu.
Sementara itu, pemerintah akan mendistribusikan bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan untuk 16 juta penerima selama dua bulan pertama tahun 2025. Diskon tarif listrik 50 persen untuk pelanggan 2.200 VA ke bawah juga akan menjangkau sekitar 97 persen pelanggan PLN.
"Kebijakan ini diharapkan meningkatkan daya beli segmen masyarakat menengah ke bawah, yang berkontribusi besar terhadap konsumsi domestik," terang analis dari Stockbit Sekuritas itu.
Untuk sektor padat karya, pajak penghasilan (PPh 21) akan ditanggung pemerintah bagi pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan. Industri padat karya yang ingin melakukan modernisasi mesin juga akan menikmati suku bunga istimewa sebesar 5 persen. Kebijakan ini dapat meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing sektor ini.
Di sisi lain, menurut Edi, TSPC, sebagai emiten di sektor farmasi, juga diperkirakan mendapat dampak positif mengingat jasa kesehatan premium hanya mencakup sebagian kecil pasar.
Jika melihat data termutakhir, Industri farmasi di Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan II tahun 2024, dengan peningkatan sebesar 8,01 persen yang berkontribusi 18,52 persen terhadap industri pengolahan nonmigas. Sepanjang Januari hingga September 2024, nilai ekspor industri farmasi dan obat bahan alam mencapai USD639,42 juta atau sekitar Rp9,9 triliun. Meskipun demikian, tingkat kematangan industri farmasi dalam negeri masih perlu ditingkatkan. Dari sekitar 240 industri farmasi di Indonesia, banyak yang belum mencapai standar kualitas global.
Proyeksi Saham Sektor Properti
Di sektor properti, Edi menilai bahwa perpanjangan insentif PPN DTP hingga Juni 2025 diharapkan mendorong penjualan rumah tapak dan rumah susun, terutama di segmen menengah.
"Emiten seperti BSDE, CTRA, dan PWON yang fokus pada hunian dengan harga di bawah Rp5 miliar dapat menikmati peningkatan permintaan, terutama menjelang pengurangan insentif pada semester kedua," ujarnya.
Menurut laporan Rumah123 Flash Report edisi November 2024, indeks harga rumah seken di 13 kota besar Indonesia meningkat sebesar 1,7 persen secara tahunan (yoy) per Oktober 2024. Kenaikan tertinggi terjadi di Denpasar, mencapai 13,2 persen, sejalan dengan pertumbuhan permintaan rumah yang dijual sebesar 25,8 persen yoy di kota tersebut.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa pada triwulan III 2024, penjualan properti residensial di pasar primer mengalami kontraksi sebesar 7,14 persen secara tahunan.
Nilai investasi di sektor properti pada paruh pertama 2024 mencapai Rp29,4 triliun, tumbuh 6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini mencerminkan kepercayaan investor yang tinggi terhadap prospek pertumbuhan sektor properti di Indonesia.
[caption id="attachment_106759" align="alignnone" width="1339"] Tangkapan layar dari data perdagangan Stockbit, diolah oleh KabarBursa.com.[/caption]
Adapun beberapa emiten properti mencatat pertumbuhan positif hingga kuartal III 2024. Hingga September 2024, BSDE mencatatkan pendapatan sebesar Rp10,1 triliun, meningkat 37,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada kuartal III saja, pendapatan mencapai Rp2,7 triliun, tumbuh 17,8 persen secara tahunan. Untuk periode yang sama, CTRA berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp7,11 triliun, naik 8 persen secara tahunan, dengan laba bersih CTRA juga tumbuh 8,4 persen menjadi Rp1,27 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. PWON mencatatkan pendapatan sebesar Rp4,78 triliun hingga kuartal III 2024, tumbuh 4,74 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Laba bersih PWON meningkat 11,79 persen menjadi Rp1,66 triliun, didukung oleh efisiensi operasional dan strategi pemasaran yang efektif.
Dampak Perpanjangan Insentif PPnBM
Pemerintah memperpanjang insentif PPnBM untuk mobil hybrid sebesar 3 persen, yang diumumkan pada 16 Desember 2024 dan bertujuan untuk meningkatkan adopsi kendaraan hemat energi di masyarakat, mengurangi kekhawatiran sebelumnya terkait kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor.
Selain itu, pemerintah melanjutkan pemberian insentif PPN DTP 10 persen untuk impor mobil listrik secara completely knocked down (CKD), serta PPnBM DTP sebesar 15 persen untuk impor mobil listrik secara completely built up (CBU) dan CKD. Pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU juga tetap diberlakukan.
Emiten otomotif seperti ASII, ungkap Edi, diperkirakan mendapat keuntungan dari kebijakan ini, mengingat hybrid menjadi segmen kendaraan yang semakin diminati.
Sebagai salah satu pemain utama di industri otomotif Indonesia, ASII menunjukkan kinerja yang stabil hingga kuartal III 2024. Pendapatan meningkat 2,2 persen secara tahunan menjadi Rp246,3 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersih naik tipis 0,63 persen dari Rp25,69 triliun menjadi Rp25,85 triliun hingga sembilan bulan pertama tahun 2024.
Namun jika melihat data, industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan signifikan sepanjang tahun 2024. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penurunan penjualan mobil. Pada November 2024, penjualan wholesales mencapai 74.347 unit, turun 11,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan ritel juga mengalami penurunan 8,1 persen secara tahunan. Akibat tren penurunan ini, Gaikindo merevisi target penjualan mobil nasional tahun 2024 dari 1,1 juta unit menjadi 850.000 unit. Penurunan penjualan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah.
Simpulan
Secara keseluruhan, kebijakan ini memberikan sentimen positif bagi sektor-sektor konsumsi, properti, dan otomotif. Emiten di sektor barang konsumsi dan properti menjadi fokus utama investor, terutama dengan adanya berbagai dukungan langsung terhadap daya beli masyarakat. Namun, dampak jangka panjang dari kenaikan PPN 12 persen pada barang premium masih perlu dicermati, terutama pada segmen yang sensitif terhadap perubahan harga.
Edi menyatakan, paket kebijakan ini menunjukkan keseimbangan antara mendorong daya beli masyarakat bawah dan memastikan optimalisasi penerimaan pajak dari segmen atas. Paket kebijakan ekonomi 2025 yang baru diumumkan pemerintah menjadi katalis positif bagi pasar saham, khususnya pada sektor konsumsi, properti, dan otomotif.
"Emiten barang konsumsi dan properti diprediksi menjadi pemenang utama dari kebijakan ini," tegas Edi. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.