Logo
>

Papua Barat Pimpin Deflasi: Penurunan Harga 1,41 Persen!

Fenomena deflasi kali ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, dengan 33 provinsi mencatatkan deflasi.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Papua Barat Pimpin Deflasi: Penurunan Harga 1,41 Persen!
Awal Ramadan pengunjung memedati pasar-pasar tradisional, harga 9 bahan pokok masih terus jadi perhatian. Foto: abbas sandji/KabarBursa

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencatatkan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2025, dengan angka deflasi sebesar 0,48 persen secara bulanan (month to month/mtm). Meski masih mengalami deflasi, laju penurunannya lebih kecil dibandingkan Januari yang mencapai 0,76 persen mtm.

    Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa fenomena deflasi kali ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, dengan 33 provinsi mencatatkan deflasi, sementara lima provinsi lainnya justru mengalami inflasi.

    Dia mengungkapkan bahwa Papua Barat menjadi provinsi dengan deflasi tertinggi pada Februari 2025, mencapai 1,41 persen secara bulanan (month to month/mtm). 

    “Deflasi tertinggi terjadi di Papua Barat sebesar 1,41 persen mtm, dan inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 2,78 persen mtm,” tutur Amalia dalam konferensi pers, Senin, 3 Maret 2025.

    Jika dilihat lebih rinci, pola deflasi yang terjadi bervariasi di setiap wilayah. Di Pulau Sumatra, Kepulauan Bangka Belitung mencatatkan deflasi paling kecil sebesar 0,03 persen mtm, sedangkan Lampung mengalami penurunan harga terdalam hingga 0,66 persen mtm.

    Di Kalimantan, Kalimantan Barat mengalami deflasi tipis sebesar 0,04 persen mtm, sementara Kalimantan Tengah mencatatkan deflasi terbesar di kawasan ini dengan angka 0,46 persen mtm.

    Sementara di Sulawesi, Sulawesi Tenggara mengalami deflasi terendah sebesar 0,36 persen mtm, sedangkan Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan deflasi terdalam mencapai 0,89 persen mtm.

    Di Pulau Jawa, DKI Jakarta mencatatkan deflasi sebesar 0,29 persen mtm, menjadi yang paling rendah di antara provinsi lainnya. Adapun Yogyakarta mengalami penurunan harga terbesar di wilayah ini, dengan deflasi mencapai 0,86 persen mtm.

    Di kawasan Bali dan Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Timur mengalami deflasi sebesar 0,37 persen mtm, sedangkan Nusa Tenggara Barat mencatatkan angka deflasi terdalam hingga 0,60 persen mtm.

    Untuk kawasan Maluku dan Papua, justru terjadi inflasi, dengan Papua Pegunungan mencatatkan inflasi tertinggi di Indonesia sebesar 2,78 persen mtm, sementara Papua Barat mengalami inflasi 1,41 persen mtm.

    Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan terbaru mengenai Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Februari 2025 pada Senin, 3 Maret 2025. Berdasarkan data yang dipaparkan, Indonesia mengalami deflasi bulanan sebesar 0,48 persen.

    Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebutkan bahwa laju deflasi tahunan tercatat sebesar 0,09 persen, sementara secara kumulatif sejak awal tahun atau year-to-date (YtD), deflasi telah mencapai 1,24 persen.

    "Secara YoY, juga terjadi deflasi 0,09 persen dan secara tahun kalender mengalami deflasi sebesar 1,24 persen (ytd)," ungkap Amalia.

    Sisi Kelompok Pengeluaran

    Dari sisi kelompok pengeluaran, sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga menjadi penyumbang utama deflasi Februari. Kelompok ini mengalami penurunan harga sebesar 3,59 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dengan kontribusi terhadap deflasi mencapai 0,52 persen.

    Amalia menjelaskan bahwa diskon tarif listrik menjadi faktor dominan yang menekan harga pada kelompok ini, dengan andil deflasi sebesar 0,67 persen. "Komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok ini adalah diskon tarif listrik yang memberikan andil deflasi sebesar 0,67 persen," katanya.

    Secara lebih rinci, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 2,65 persen secara bulanan, memberikan sumbangan deflasi sebesar 0,48 persen. Penurunan tarif listrik menjadi faktor utama dalam kelompok ini.

    Sementara itu, harga-harga dalam komponen bergejolak juga mengalami penurunan dengan deflasi sebesar 0,93 persen secara bulanan. Komoditas yang berperan dalam tren ini antara lain daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, tomat, serta telur ayam ras.

    Di sisi lain, hanya komponen inti yang masih menunjukkan inflasi, meskipun dengan laju yang lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya.

    "Komponen inti mengalami inflasi 0,25 persen MtM, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang juga mengalami inflasi 0,30 persen MtM. Komponen inti ini memiliki andil inflasi sebesar 0,16 persen MtM," terang Amalia.

    Ia menambahkan bahwa beberapa barang yang masih mengalami kenaikan harga antara lain emas perhiasan, kopi bubuk, dan mobil. “Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah emas perhiasan, kopi bubuk, dan mobil,” tutur Amalia.

    Indeks Harga Konsumen

    Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari 2025 menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, IHK Januari 2025 mencatat deflasi sebesar 0,76 persen secara bulanan (mtm), yang menyebabkan inflasi tahunan turun menjadi 0,76 persen (yoy) dari 1,57 persen (yoy) pada Desember 2024.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa deflasi ini terutama disebabkan oleh penurunan pada kelompok administered prices, dengan komoditas tarif listrik sebagai kontributor utama.

    “Inflasi IHK yang terjaga rendah ini merupakan hasil konsistensi kebijakan moneter serta sinergi pengendalian inflasi yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID),” ujar Ramdan dalam siaran persnya, Selasa, 4 Februari 2025.

    Ramdan juga menambahkan bahwa implementasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan(GNPIP) di berbagai daerah turut berperan dalam menjaga stabilitas harga.

    Ke depan, Bank Indonesia optimistis inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025.

    Inflasi Inti Tetap Terkendali

    Inflasi inti, yang mencerminkan pergerakan harga-harga yang lebih stabil tanpa pengaruh harga pangan bergejolak dan harga yang diatur pemerintah, tercatat sebesar 0,30 persen (mtm) pada Januari 2025, meningkat dari 0,17 persen (mtm) pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas global serta pola musiman di awal tahun.

    “Realisasi inflasi inti Januari 2025 disumbang terutama oleh kenaikan harga minyak goreng, emas perhiasan, dan biaya sewa rumah,” kata Ramdan.

    Secara tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 2,36 persen (yoy), naik dari 2,26 persen (yoy) pada Desember 2024.

    Meskipun mengalami peningkatan, inflasi inti masih berada dalam kisaran yang terkendali, sejalan dengan ekspektasi inflasi yang tetap stabil.

    Kelompok Volatile Food Mengalami Kenaikan Inflasi

    Kelompok volatile food, yang mencakup komoditas pangan dengan fluktuasi harga tinggi, mencatat inflasi sebesar 2,95 persen (mtm) pada Januari 2025, meningkat dari 2,04 persen (mtm) pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh naiknya harga aneka cabai dan daging ayam ras.

    Ramdan menyebutkan bahwa peningkatan inflasi pada kelompok ini disebabkan oleh curah hujan tinggi di sejumlah sentra produksi utama, yang memengaruhi hasil panen cabai, serta kenaikan biaya input produksi pakan dan bibit untuk daging ayam ras.

    “Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 3,07 persen (yoy), meningkat signifikan dari 0,12 persen (yoy) pada bulan sebelumnya,” tambahnya.

    Namun, inflasi volatile food diperkirakan tetap terkendali dengan dukungan sinergi antara Bank Indonesia, TPIP, dan TPID melalui program GNPIP.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.