Logo
>

Pasar Keuangan RI Bergerak Volatil, ada yang Mempengaruhi

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pasar Keuangan RI Bergerak Volatil, ada yang Mempengaruhi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pasar keuangan Indonesia kembali menutup perdagangan pada Rabu, 26 Juni 2024, dengan kinerja yang beragam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan tipis, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi. Sementara itu, investor mulai menjual Surat Berharga Negara (SBN).

    Diperkirakan, pasar keuangan akan tetap bergerak volatil pada hari ini, Kamis, 27 Juni 2024, karena terdapat beberapa sentimen dan agenda yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar.

    Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup di zona hijau pada level 6.905,6, naik 0,33 persen dalam sehari. Ini adalah pertama kalinya sejak 10 Juni lalu IHSG mencapai level psikologis ini.

    Terdapat 13,35 juta lembar saham yang berpindah tangan dalam 772.098 transaksi, dengan total nilai transaksi mencapai Rp9,43 triliun. Sebanyak 294 saham mengalami kenaikan, 246 saham mengalami penurunan, dan 249 saham stagnan.

    Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street menutup perdagangan pada Rabu, atau Kamis dini hari waktu Indonesia, di zona positif. Indeks S&P 500 naik 8,60 poin, atau 0,16 persen, menjadi 5.477,90. Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 15,64 poin, atau 0,04 persen, menjadi 39.127,80. Ini adalah kenaikan pertama Dow Jones dalam pekan ini setelah dua hari sebelumnya mengalami penurunan.

    Nasdaq Composite, yang kaya akan saham teknologi, naik 87,50 poin, atau 0,49 persen, menutup perdagangan pada 17.805,16.

    Kenaikan Nasdaq didorong oleh saham Nvidia yang naik hampir 0,3 persen. Meskipun kenaikan ini moderat setelah lonjakan 7 persen pada hari Selasa, nilai pasar Nvidia yang mencapai USD3,1 triliun mendominasi S&P 500.

    Kenaikan saham Nvidia sebesar 150 persen pada tahun 2024 menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian besar saham lain gagal berpartisipasi dalam reli tahun ini.

    Saham Amazon juga mengalami kenaikan signifikan sebesar 3,9 persen, memimpin kenaikan di Nasdaq. Saham ini mencapai rekor tertinggi sepanjang masa dan untuk pertama kalinya melampaui nilai pasar USD2 triliun pada hari Rabu, bergabung dengan Nvidia, Apple, Alphabet, dan Microsoft yang sudah mencapai capaian serupa.

    Di luar saham-saham teknologi besar, pasar sebagian besar stagnan karena investor menunggu data inflasi terbaru yang akan dirilis pada hari Jumat, yaitu indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi bulan Mei.

    Federal Reserve terus memantau indikator ini, dan investor berharap bank sentral akan menurunkan suku bunga nanti tahun ini jika tekanan harga terus mereda.

    Ada sejumlah sentimen yang berpotensi menggerakkan pasar pada perdagangan hari ini, termasuk kabar mengenai short selling di Bursa Efek Indonesia (BEI), kehadiran market maker di BEI, pergerakan nilai tukar rupiah, dan menjelang debat pertama antara Joe Biden dan Donald Trump di AS.

    Meskipun IHSG mampu ditutup di zona hijau pada perdagangan kemarin, volume transaksi masih tergolong lesu dengan hanya mencapai Rp9,4 triliun, jauh di bawah rata-rata harian di atas Rp10 triliun. Investor asing juga masih cenderung keluar dari pasar saham, terbukti dengan net sell sekitar Rp313,96 miliar. Lesunya IHSG ini juga diperburuk oleh melemahnya nilai tukar rupiah dan harga SBN.

    Short Selling di BEI

    Langkah Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk kembali memberlakukan transaksi short selling akan dimulai pada Oktober 2024. Short selling adalah transaksi jual beli saham oleh investor yang belum memiliki saham tersebut, sehingga menjadikannya investasi dengan risiko tinggi.

    Dalam skenario short selling, investor meminjam saham dari perusahaan sekuritas dengan harapan harga saham tersebut akan turun. Investor kemudian menjual saham yang dipinjam tersebut dan membeli kembali saat harganya lebih rendah, memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan beli.

    Di tengah kekhawatiran terhadap penerapan short selling, Deputy President Director Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma, menilai kekhawatiran ini muncul karena pelaku pasar di Indonesia belum terbiasa dengan transaksi ini, meskipun short selling sudah umum di bursa global.

    Untuk mengurangi risiko penurunan harga saham yang terlalu tajam, BEI akan menerapkan Intraday Short Selling pada tahap awal. Aturan ini juga akan diberlakukan pada saham-saham tertentu untuk mengantisipasi potensi kerugian bagi investor.

    Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada 10 anggota bursa (AB) yang akan memfasilitasi transaksi short selling saham.

    Selain itu, BEI juga sedang menyiapkan lisensi bagi anggota bursa untuk memfasilitasi short selling. Saat ini, belum ada AB yang memiliki izin untuk melakukan short selling.

    "Saat ini ada sekitar 10 anggota bursa yang berminat menjadi AB yang menyediakan fasilitas short selling dan sedang dalam proses persiapan," jelas Irvan.

    Irvan berharap, dengan adanya short selling dan intraday short selling, likuiditas transaksi dan likuiditas pasar akan meningkat, seperti yang terjadi di bursa negara lain. Berdasarkan pengalaman bursa lain, turnover saham bisa meningkat sekitar 2 persen hingga 17 persen dengan adanya short selling.

    Market Maker di BEI

    Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini sedang menyiapkan skema penyedia likuiditas atau market maker untuk pasar saham Indonesia.

    Dengan adanya market maker ini, diharapkan spread saham yang tidak likuid atau yang biasa dikenal sebagai saham zombie bisa ditekan hingga lebih dari 20 persen.

    Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, mengungkapkan harapannya bahwa kehadiran market maker dapat meningkatkan likuiditas saham yang sebelumnya tidak likuid menjadi medium likuid.

    "Saat ini, daily spread (saham illiquid) sekitar 3 persen hingga 3,5 persen. Diharapkan dengan adanya liquidity provider, spread gap-nya akan turun hingga 20 persen dari sebelumnya," jelas Irvan dalam paparan publik pada Rabu, 26 Juni 2024.

    Sebagai ilustrasi, saham yang likuid biasanya memiliki spread (selisih antara harga bid dan ask) yang lebih kecil, sehingga harga saham lebih stabil. Dengan demikian, investor tidak perlu membayar selisih harga yang besar saat membeli atau menjual saham.

    Irvan juga menyampaikan bahwa dengan adanya market maker, kuotasi di pasar reguler akan lebih tersedia, membantu meningkatkan stabilitas dan likuiditas pasar secara keseluruhan. (*)

     

    Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan Investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi