Logo
>

Pasar Menanti Pemerintah Terbitkan SBN Valas, Jaga Rupiah?

Ditulis oleh Syahrianto
Pasar Menanti Pemerintah Terbitkan SBN Valas, Jaga Rupiah?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pelaku pasar masih memberikan sinyal kekhawatiran terkait kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate ketika kurva imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tetap stabil.

    Pada minggu perdagangan sebelumnya, pasar SBN mempertahankan kurva yield yang stabil, dengan tingkat imbal hasil tenor pendek 1Y dan 2Y berkisar di sekitar 6,841 persen dan 6,770 persen secara berturut-turut.

    Sementara itu, tingkat imbal hasil untuk tenor 5Y juga berada di sekitar 6,946 persen, diikuti oleh tenor 10Y yang hampir sama pada 6,967 persen. Sedangkan tenor panjang 20Y dan 30Y juga berada dalam kisaran yang sama masing-masing di sekitar 6,980 persen dan 6,982 persen.

    "Pertumbuhan kurva imbal hasil INDOGB (SBN dalam rupiah) yang semakin datar mengindikasikan kekhawatiran pelaku pasar terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia pada bulan Mei atau Juni," kata analis Mega Capital Sekuritas Lionel Prayadi.

    Penurunan tajam nilai cadangan devisa (cadev) pada bulan April, mencapai USD4,2 miliar, menjadi salah satu faktor utama kekhawatiran tentang kestabilan rupiah saat menghadapi gejolak pasar global, terutama dengan lonjakan permintaan dolar AS selama puncak musim kebutuhan valas. Terutama, kuartal II secara historis merupakan waktu dengan permintaan valas tertinggi di pasar yang dapat lebih lanjut menekan nilai rupiah.

    "Risiko (kenaikan BI rate) itu bisa dihindari bila Kementerian Keuangan bisa membantu mengisi kembali cadev dengan menerbitkan global bond (SBN valas)," ujar Lionel.

    Penerbitan SBN Valas

    Minggu ini, pelaku pasar global menantikan publikasi data penting dari Amerika Serikat, termasuk data inflasi produsen (PPI) dan konsumen (CPI), yang bisa memicu gejolak baru jika angkanya melebihi ekspektasi pasar. Meskipun rupiah stabil pekan lalu dan bahkan mencapai level penguatan di bawah Rp16.000 per dolar AS, minggu ini mungkin akan lebih berpotensi untuk mengalami pelemahan.

    Pada bulan Januari tahun ini, pemerintah mengeluarkan global bond yang berhasil menarik investasi asing sebesar USD2,05 miliar untuk tiga seri SBN valas dengan tenor 5, 10, dan 30 tahun. Minat asing pada saat itu mencapai USD8 miliar, memberikan fleksibilitas bagi pemerintah sebagai penerbit untuk menetapkan tingkat imbal hasil yang kompetitif atau lebih rendah, yakni masing-masing sebesar 4,65 persen, 4,85 persen, dan 5,2 persen.

    Nilai global bond RI jatuh tempo tahun ini diprediksi sekitar Rp72 triliun. Bila berkaca pada tahun lalu, pemerintah merilis global bond sebanyak lima kali dalam bentuk global bond USD, SBN valas dalam denominasi yen alias samurai bond (blue bond) juga green sukuk alias SBSN valas.

    Dalam pernyataan terbarunya pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan data-data terbaru dan minat asing yang mulai kembali, menurutnya kenaikan BI rate tidak lagi diperlukan.

    Namun, meskipun demikian, bunga Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) terus naik secara mengejutkan, mencapai rekor tertinggi lagi di 7,53 persen pada lelang terakhir pekan lalu.

    "Berdasarkan data yang tersedia saat ini, tidak ada kebutuhan lagi untuk menaikkan BI rate, tetapi semuanya tergantung pada data yang ada. Dengan data saat ini, kami percaya bahwa kenaikan BI rate dan SRBI sudah cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar, arus masuk, dan inflasi. Semua keputusan tetap bergantung pada data yang ada, dan hasilnya akan dibahas lebih lanjut pada Rapat Dewan Gubernur bulanan," kata Perry.

    Penurunan Cadangan Devisa

    Penurunan cadev pada April dan sepanjang tahun ini yang total penurunan mencapai lebih dari USD10 miliar, menurut Perry, tidak meresahkan bank sentral.

    "Kami yakin cadev akan kembali naik. Dengan langkah kebijakan kemarin akan ada inflow, walaupun akan ada kenaikan permintaan dari korporasi karena dividen pada triwulan 2, itu biasa dan sudah kami perkirakan," papar Perry.

    Nilai cadev sejauh ini masih cukup di atas standar kecukupan internasional, setara dengan 6,1 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sementara standar kecukupan internasional adalah tiga bulan.

    Sementara itu, menyoroti perihal cadev, pengamat ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat sempat menyatakan bahwa pemerintah harus mewaspadai pengikisan cadev. Pemerintah bisa menahan pengikisan cadev dengan upaya menjaga neraca perdagangan Indonesia.

    “Secara nominal neraca perdagangan dihantui tren menurun. Hal ini harus disikapi dengan waspada, karena berdampak luas terhadap nilai tukar dan cadangan devisa,” kata Achmad beberapa waktu lalu.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.