KABARBURSA.COM - Imbal hasil obligasi Pemerintah China menyentuh titik terendah baru, memperpanjang reli obligasi dan menguji tekad para pembuat kebijakan untuk mengatasi pergerakan ini.
Pada Jumat 26 Juli 2024, imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun turun ke level 2,17 persen, di bawah 2,18 persen yang dicapai pada 1 Juli, menurut data yang dikumpulkan sebuah survei sejak 2002. Pemangkasan suku bunga baru-baru ini oleh People's Bank of China (PBOC) untuk mendorong ekonomi yang terpuruk telah merusak upaya mereka untuk mengarahkan imbal hasil obligasi bertenor lebih panjang ke tingkat yang lebih tinggi.
Pesimisme yang meningkat terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia ini menekan imbal hasil karena para pedagang mencari perlindungan dan mengharapkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Hal ini terjadi bahkan ketika PBOC bersiap untuk meminjam dan menjual obligasi pemerintah untuk meredam reli, memperingatkan para investor akan potensi kerugian jika pasar berbalik arah. Pemangkasan suku bunga MLF dan suku bunga deposito membuka jalan bagi kurva yang mendatar, ujar Zhaopeng Xing, pakar strategi senior RRT di ANZ Bank China Co Ltd, mengacu pada pergerakan pasar obligasi.
"Kami memperkirakan performa pertumbuhan akan tetap lemah di kuartal ketiga. Data properti tidak akan mengalami rebound dalam beberapa minggu ke depan," kata Zhaopeng Xing. Bank sentral melihat imbal hasil yang terlalu rendah dapat membahayakan stabilitas keuangan dan membebani yuan. Hasil survei menunjukkan bahwa 2,25 persen adalah garis merah untuk PBOC untuk catatan 10 tahun.
PBOC menyatakan bahwa mereka memiliki obligasi jangka menengah dan panjang senilai ratusan miliar yuan yang dapat dipinjam, setelah menandatangani perjanjian dengan beberapa lembaga keuangan besar. PBOC mengatakan akan meminjam obligasi tersebut dengan basis terbuka tanpa jaminan dan menjualnya bergantung pada kondisi pasar.
Pada akhirnya, tujuan PBOC adalah mempertahankan kurva imbal hasil yang melandai ke atas daripada menetapkan imbal hasil CGB jangka panjang di tingkat tertentu, tulis ekonom Goldman Sachs Group Inc yang dipimpin oleh Xinquan Chen dalam catatannya. "Kami memperkirakan imbal hasil CGB 10 tahun akan berada di 2,1 persen di akhir tahun ini, karena suku bunga front-end terus menurun karena pemangkasan suku bunga kebijakan."
Tahun 2024 menjadi periode penuh tantangan bagi Bank of Japan (BOJ), dengan dinamika global yang mempengaruhi sentimen dan kebijakan moneter mereka. Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, BOJ berusaha menavigasi arus perubahan demi menjaga stabilitas ekonomi Jepang.
Ketidakpastian ekonomi global menjadi faktor utama yang mempengaruhi sentimen BOJ. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, serta dampak dari perang di Ukraina, menciptakan lingkungan ekonomi yang tidak stabil. Situasi ini menimbulkan volatilitas di pasar keuangan internasional, yang secara langsung berdampak pada ekonomi Jepang yang sangat bergantung pada perdagangan.
Nilai tukar yen menjadi salah satu fokus utama BOJ. Di tengah ketidakpastian global, yen seringkali menguat sebagai aset safe haven. Namun, penguatan yen dapat merugikan ekspor Jepang, yang merupakan salah satu pilar utama ekonominya. BOJ harus berusaha menjaga keseimbangan antara nilai tukar yang stabil dan kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.
BOJ terus mempertahankan kebijakan moneter yang sangat longgar, termasuk suku bunga negatif dan program pembelian aset besar-besaran, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi deflasi. Namun, kebijakan ini menghadapi tantangan tersendiri, terutama ketika inflasi global meningkat dan bank sentral lainnya mulai menaikkan suku bunga.
Kebijakan moneter dari Federal Reserve Amerika Serikat dan European Central Bank (ECB) juga mempengaruhi sentimen BOJ. Kenaikan suku bunga oleh The Fed dan ECB menciptakan tekanan bagi BOJ untuk mempertahankan suku bunga rendah. Perbedaan kebijakan moneter ini dapat mempengaruhi aliran modal internasional dan nilai tukar yen, yang memerlukan respon hati-hati dari BOJ.
Meskipun inflasi di Jepang masih relatif rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya, tekanan inflasi mulai dirasakan akibat kenaikan harga energi dan bahan baku. BOJ harus mempertimbangkan bagaimana kebijakan mereka dapat menyeimbangkan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan inflasi yang muncul.
Sentimen BOJ di tengah gejolak global ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh bank sentral dalam menavigasi ekonomi yang semakin terhubung dan kompleks. Dengan mempertahankan kebijakan moneter longgar namun fleksibel, BOJ berupaya menjaga stabilitas ekonomi Jepang sambil mengantisipasi berbagai risiko global. Dalam menghadapi tantangan ini, BOJ perlu terus beradaptasi dan mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan ekonomi di tengah arus perubahan global yang dinamis. (*)