Logo
>

PDB Mirip RI, tapi Vietnam Bisa Tumbuh Ekonomi 7 Persen

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
PDB Mirip RI, tapi Vietnam Bisa Tumbuh Ekonomi 7 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 yang tercatat sebesar 5,03 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,05 persen.

    Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai perlambatan ini menjadi sinyal negatif bagi upaya Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap). Menurutnya, ada dua faktor utama yang menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu rendahnya porsi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan melemahnya daya beli masyarakat.

    "Ketika Malaysia berada di level PDB per kapita yang sama dengan Indonesia saat ini, yakni pada tahun 2004, ekonomi mereka mampu tumbuh sebesar 7 persen," ujar Andri kepada Kabarbursa.com di Jakarta, 10 Februari 2025.

    Ia juga menyoroti Vietnam, yang pada 2024 memiliki PDB per kapita sekitar 4.000 USD, mirip dengan Indonesia. Namun mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.

    Andri menjelaskan bahwa rendahnya PMTB disebabkan oleh deindustrialisasi dini, khususnya di sektor manufaktur. Sementara itu, daya beli masyarakat melemah akibat pertumbuhan pendapatan yang stagnan dan suku bunga yang masih tinggi.

    "Kondisi ini disebabkan oleh fokus pembangunan dalam beberapa tahun terakhir yang lebih mengutamakan industri berorientasi ekspor, terutama komoditas dan turunannya," jelasnya.

    Ia menambahkan bahwa kebijakan hilirisasi yang dijalankan pemerintah hanya berdampak pada sebagian kecil industri, seperti nikel, sementara sektor lain seperti manufaktur tekstil justru stagnan.

    Jika kebijakan tidak berubah, Andri memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2025 akan sulit meningkat.

    "Faktor eksternal seperti perang dagang, suku bunga global yang tinggi, dan wacana devaluasi dolar akan semakin menekan pertumbuhan ekonomi yang terlalu bergantung pada ekspor dan komoditas," pungkasnya.

    Kinerja Di Bawah Ekspektasi

    Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memprediksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2025 tetap stagnan. Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global di Amerika Serikat (AS), Zona Euro, dan China menunjukkan kinerja di bawah ekspektasi.

    “Tahun 2025 bukanlah tahun dengan pertumbuhan PDB yang pesat, karena pertumbuhan PDB AS diperkirakan hanya sebesar 2,0 persen, dengan Zona Euro tertinggal jauh (0,9 persen) dan pertumbuhan China (4,2 persen) jauh di bawah rata-rata historis saat ini,” kata Wakil Ketua Center for Sustainable Economic Development (CSED) INDEF Murniati Mukhlisin ujar Murniati dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jakarta, Senin, 30 Desember 2024.

    Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI pada 2025 nanti hanya berada di kisaran 5,0 persen hingga 5,3 persen. Meskipun pertumbuhan ini mencerminkan stabilitas, tantangan eksternal tetap menjadi perhatian utama.

    Sedangkan untuk inflasi diprediksi akan berkisar antara 3,5 persen hingga 4,0 persen, seiring dengan potensi kenaikan harga-harga yang dipicu oleh faktor global dan domestik.

    Sementara, kebijakan moneter diharapkan tetap berada pada rentang 5,5 persen hingga 6,0 persen, sebagai upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi.

    Ia juga memprakirakan Bank Indonesia bakal mempertahankan suku bunga pada level yang mampu mendorong investasi tanpa mengorbankan stabilitas nilai tukar dan harga domestik.

    Menurutnya, kondisi ini yang dapat menahan laju ekspansi ekonomi global dan akhirnya berimbas kepada perekonomian domestik.

    “Inflasi juga dapat bertahan karena belanja fiskal yang lebih tinggi dan kemungkinan kenaikan tarif pajak,” ujarnya.

    Tantangan Perekonomian Global

    Senada dengan pernyataan Murniati, Penasihat CSED, INDEF, Abdul Hakam Naja  memprakirakan perekonomian global bakal menghadapi tantangan besar dalam beberapa tahun ke depan dengan proyeksi pertumbuhan yang melambat. Menurutnya, pelambatan ini tidak hanya terjadi di semua negara, baik maju maupun berkembang.

    “Perekonomian ke depan tidak akan mudah, pertumbuhan akan cukup menghadapi tantangan yang berat baik di negara-negara berkembang maupaun negara maju,” ujar Hakam dalam keterangannya, Sabtu, 29 Desmeber 2024.

    Dia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi global melambat menjadi 3,5 persen pada tahun 2022 dan mencapai 3,3 persen pada tahun 2023 karena bank sentral fokus pada penurunan inflasi.

    Selain itu, lanjut dia, tantangan seperti konflik Rusia, Ukraina, perang Israel di Gaza, dan kerentanan sektor keuangan terus berdampak pada outlook ekonomi.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.