KABARBURSA.COM - Para pelaku usaha migas yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) meminta dua hal untuk diperjuangkan demi keberlangsungan usahanya. Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal mengatakan, dua hal tersebut adalah investasi dan teknologi baru guna meningkatkan produksi migas dalam negeri.
Hal tersebut dirasa sangat mendesak, mengingat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi lifting minyak pada semester I sebesar 576 ribu barel per hari (bopd) tidak mencapat target APBN sebanyak 635 ribu bopd.
"Lapangan migas dalam negeri usianya sudah tua-tua dan memang butuh investasi tambahan serta teknologi baru untuk meningkatkan produksi. Apalagi saat ini 70 persen minyak di Indonesia sudah dikuasai oleh PT Pertamina (Persero). Tapi, Pertamina tidak bisa mengerjakannya sendiri, tetap perlu bantuan pihak lain dalam mengelola lapangan migas yang tersebar dari Sabang sampai Merauke," kata Rizal, Jumat, 19 Juli 2024.
Lebih lanjut dia menyarankan, perlu dicari investor baru dan itu bukan hanya tugas pemerintah namun menjadi tugas Pertamina untuk mencari partner lainnya.
SKK Migas sebelumnya juga pernah mengungkap realisasi lifting migas pada semester I masih di bawa target. Sampai semester pertama tahun ini, realisasi lifting mencapai 576 ribu bopd, di bawah target APBN sebesar 635 ribu bopd.
Menurut Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, ada beberapa masalah yang menyebabkan hal itu, yaitu banjir di beberapa wilayah. Dengan begitu, drilling praktis lebih dari satu bukan tidak bisa dilakukan.
Bantah Masuk Fase Sunset
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan tegas membantah bahwa industri hulu minyak dan gas (migas) sedang memasuki fase terbenam atau "sunset." Deputi Eksploitasi SKK Migas, Wahju Wibowo, menegaskan bahwa aktivitas Engineering, Procurement, and Construction (EPC) serta fabrikasi saat ini berlangsung dengan sangat masif.
“Sekarang ini, EPC dan fabrikasi sedang giat-giatnya. Ini bukti bahwa industri hulu migas tidak sedang 'sunset',” ujar Wahju dalam Konferensi Pers Kinerja Hulu Migas Semester I/2024, Jumat, 19 Juli 2024. Wahju juga menambahkan bahwa pihaknya tengah aktif mencari mitra untuk mendukung agresivitas di sektor hulu migas.
Dirinya berharap situasi agresif ini dapat bertahan hingga beberapa tahun ke depan sesuai dengan perkiraan SKK Migas. “Semoga kondisi seperti ini bisa bertahan sampai 2030, seperti yang kita rencanakan dalam Long Term Plan (LTP),” harapnya.
Di kesempatan lain, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, juga menepis anggapan bahwa industri hulu migas mulai memasuki fase sunset. Dwi menyampaikan bahwa isu ini muncul karena maraknya kampanye energi terbarukan yang dianggap lebih bersih daripada minyak dan gas bumi.
“Itu semua hanya tentang energi. Padahal, minyak dan gas bukan hanya untuk energi, tetapi juga untuk petrokimia. Jadi, saya percaya tidak ada sunset untuk industri migas,” kata Dwi saat membuka Peringatan 22 Tahun Mengelola Hulu Migas, yang disiarkan daring, Selasa, 16 Juli 2024.
Empat Sumber Migas Baru
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat empat temuan sumber minyak dan gas bumi (migas) baru sepanjang semester I/2024. Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengungkapkan bahwa temuan tersebut memiliki potensi sebesar 354,63 juta barel setara minyak (mmboe).
"Total sumber daya yang sudah dilakukan pre-drill mencapai 354 juta barrel oil equivalent,” kata Dwi dalam Konferensi Pers Kinerja Hulu Migas Semester I/2024, Jumat, 19 Juli 2024.
Dwi menjelaskan bahwa keempat temuan tersebut meliputi:
- Sumur eksplorasi Tangkulo-1 yang dikelola oleh Mubadala, berupa gas dan kondensat.
- Pinang East-1 yang dikelola penuh oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR), berupa minyak.
- Astrea-1, juga dikelola oleh PHR, yang menghasilkan minyak dan gas.
- Julang Emas, yang dikelola oleh Pertamina EP, berupa minyak dan gas.
Terkait empat temuan tersebut, Dwi menyebutkan bahwa rasio kesuksesan atau success ratio pengeboran sumur eksplorasi ini mencapai 38 persen. Dari 17 sumur eksplorasi yang ditajak, terdapat tiga sumur discovery, lima sumur dry, dan sembilan sumur masih dalam tahap pengeboran.
"Karena itu success ratio-nya tidak setinggi dari waktu-waktu yang lalu. Kita tahu bahwa dunia di sumber-sumber eksplorasi success story-nya adalah 30 persen,” ujarnya.
Meskipun rasio kesuksesan pengeboran sumur eksplorasi sebesar 38 persen ini lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya, namun masih lebih tinggi dari rata-rata global yang berada di angka 30 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa industri hulu migas di Indonesia masih memiliki potensi yang signifikan dan terus bergerak maju.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.