KABARBURSA.COM – Peluang saham PT Timah Tbk dengan kode saham TINS, ternyata masih terbuka lebar. Ada beberapa peluang menarik yang bisa dikembangkan, salah satunya di proyek logam Tanah Jarang.
Saat ini, pergerakan saham TINS memang sedang mencuri perhatian pelaku pasar. Apalagi setelah saham bergerak stabil di atas awan Ichimoku, saham emiten tambang pelat merah ini mulai menunjukkan formasi teknikal yang menarik.
Rita Efendy, founder Indonesia Investment Education, dalam risetnya mengatakan, Awan Ichimoku, salah satu indikator andalan dalam analisis teknikal, saat ini memperlihatkan bahwa TINS sedang membangun basis kuat. Posisi ini mengindikasikan peluang penguatan lanjutan masih terbuka lebar, meski dalam beberapa hari terakhir pergerakan harganya terbilang datar.
Meski demikian, kondisi momentum yang tidak menguat tajam bukan berarti melemah. Justru ini bisa menjadi titik persiapan sebelum harga bergerak lebih tinggi.
Secara teknikal, level Rp1.170 hingga Rp1.200 menjadi area kunci. Jika harga mampu menembus dan bertahan di atas rentang ini, terutama didorong oleh peningkatan volume transaksi, maka peluang TINS untuk melanjutkan tren naik akan semakin terbuka.
Dalam kondisi tersebut, skenario buy on breakout menjadi relevan untuk dipertimbangkan para pelaku pasar.
Namun bagi investor yang lebih konservatif, opsi akumulasi di harga bawah atau buy on weakness juga layak dicermati. Area Rp1.080 hingga Rp1.100 menjadi zona akumulasi menarik.
Ini bukan tanpa alasan. Dua indikator teknikal utama, yakni garis Kijun-sen dan rata-rata bergerak 50 hari (MA50), berada di kisaran tersebut dan berpotensi menjadi support kuat jika harga mengalami koreksi ringan.
Untuk target jangka pendek, harga Rp1.250 dan Rp1.350 diperkirakan menjadi resistance berikutnya. Keduanya menjadi titik yang cukup realistis jika breakout benar-benar terkonfirmasi.
Di sisi lain, disiplin terhadap risiko tetap penting. Level Rp1.030 disarankan sebagai batas pengaman atau stop loss, terutama jika skenario teknikal berubah dan tekanan jual meningkat.
Dari pantauan indikator lain seperti MACD, tren masih menunjang skenario konsolidasi positif. Volume perdagangan dalam beberapa pekan terakhir juga menunjukkan peningkatan, meski belum sampai pada titik euforia pasar.
Jadi, TINS saat ini berada dalam fase teknikal yang solid. Selama tidak terjadi penurunan drastis di bawah support utama, saham ini masih punya peluang untuk melanjutkan penguatan.
Namun seperti biasa, setiap keputusan investasi sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan matang, dan bukan hanya berpatokan pada satu indikator teknikal saja.
Asa di Tanjung Ular
Setelah nyaris sepuluh tahun stagnan, proyek logam tanah jarang (LTJ) PT Timah Tbk mulai menunjukkan tanda-tanda bergerak kembali.
Perusahaan tambang pelat merah ini mengumumkan rencana percepatan pengembangan Pilot Plant LTJ di kawasan Tanjung Ular, Bangka Barat. Ini adalah langkah yang menjadi sinyal kuat keseriusan perusahaan dalam menggarap potensi mineral strategis yang selama ini kurang tergarap optimal.
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu, , 14 Mei 2025, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Nur Adi Kuncoro, menyebut bahwa potensi monasit, salah satu jenis logam tanah jarangdi Kepulauan Bangka Belitung diperkirakan mencapai 25.700 ton.
Monasit sendiri merupakan mineral ikutan dari kegiatan penambangan bijih timah, yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Nur Adi menekankan bahwa angka potensi tersebut baru permulaan. Ia mengatakan PT Timah saat ini sedang memperdalam kajian untuk mengetahui sejauh mana potensi itu bisa dikonversi menjadi cadangan pasti. Tujuannya jelas, membangun landasan kuat untuk pengembangan industri logam tanah jarang yang memiliki nilai strategis tinggi.
Dari sisi komposisi, lima unsur paling dominan dalam monasit antara lain Cerium, Lanthanum, Neodymium, Yttrium, dan Praseodymium. Mineral-mineral ini, menurut penjelasan Nur Adi, memiliki kandungan bervariasi dari 3 persen hingga 35 persen dalam monasit.
Tak hanya bernilai tinggi di pasar internasional, kelima unsur tersebut juga merupakan komponen vital dalam berbagai teknologi modern seperti kendaraan listrik, perangkat komunikasi, hingga sistem pertahanan.
Meski tantangan teknologi pemrosesan logam tanah jarang di Indonesia masih besar, PT Timah menyatakan siap melangkah. Perusahaan saat ini telah menjalin kemitraan riset dan pengembangan teknologi dengan sejumlah mitra internasional yang memiliki rekam jejak kuat di bidang ini, seperti LCM dari Inggris, SRC dari Kanada, CREC dari Tiongkok, dan Taza Metal dari Maroko.
Langkah ini, menurut Nur Adi, menjadi bagian dari strategi jangka panjang perusahaan untuk tidak hanya mengekstraksi, tetapi juga mengolah dan memurnikan logam tanah jarang secara mandiri di dalam negeri. Transfer teknologi menjadi kata kunci dalam proses ini, dengan harapan Indonesia bisa membangun rantai pasok logam tanah jarang yang tidak bergantung pada pasar luar.
PT Timah melihat peluang besar di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap pentingnya energi bersih dan material strategis. Di sisi lain, Indonesia memiliki keunggulan sumber daya yang selama ini belum dimaksimalkan.
Dengan cadangan panas bumi dan logam tanah jarang yang melimpah, serta semangat hilirisasi yang terus digaungkan pemerintah, perusahaan berharap bisa memainkan peran lebih besar dalam membangun industri energi masa depan.
Bagi Indonesia, logam tanah jarang bukan sekadar mineral tambahan, tapi aset strategis. Pemerintah sendiri telah menunjukkan dukungan terhadap pengembangan sektor ini, antara lain dengan menjalin kerja sama bilateral, seperti yang dilakukan bersama Turki dalam proyek panas bumi dan pengolahan LTJ.
Proyek Tanjung Ular bisa menjadi titik balik, tidak hanya bagi PT Timah, tetapi juga bagi posisi Indonesia dalam peta rantai pasok global.
Jika terealisasi dengan baik, bukan tidak mungkin Indonesia akan memiliki pijakan kuat sebagai salah satu pemasok logam tanah jarang dunia, dan itu berarti membuka peluang baru bagi industri manufaktur, energi, dan teknologi dalam negeri.
Potensi Cuan Tembus Rp1,13 Triliun
Langkah PT Timah Tbk dalam menggarap potensi logam tanah jarang (LTJ) melalui proyek monasit di Bangka Belitung tidak bisa dipandang sebelah mata.
Jika dihitung secara sederhana berdasarkan data resmi dan harga pasar terkini, nilai potensi pendapatan dari proyek ini bisa menembus angka lebih dari Rp1 triliun.
Seperti diketahui, perusahaan mengungkapkan cadangan awal monasit, mineral ikutan hasil penambangan bijih timah, di wilayah Bangka Belitung diperkirakan mencapai sekitar 25.700 ton. Monasit sendiri dikenal sebagai sumber utama logam tanah jarang, yang menjadi bahan baku vital untuk berbagai produk teknologi tinggi, dari kendaraan listrik hingga sistem pertahanan.
Kandungan logam tanah jarang dalam mineral monasit bervariasi, dengan rentang antara 3 persen hingga 35 persen, tergantung jenis unsur seperti Cerium, Lanthanum, Neodymium, Yttrium, dan Praseodymium.
Menggunakan kisaran rata-rata konservatif sebesar 19 persen dari total tonase, maka kandungan logam tanah jarang yang dapat diekstraksi diperkirakan mencapai sekitar 4.883 ton.
Mengacu pada harga rata-rata global untuk logam tanah jarang campuran, berkisar di angka USD 15.000 per ton. nilai potensi pendapatan dari proyek ini mencapai sekitar USD73,2 juta.
Dengan asumsi kurs rupiah di level Rp15.500 per dolar AS, potensi total pendapatan kotor dari proyek ini mencapai kisaran Rp1,13 triliun.
Angka ini tentu belum memperhitungkan biaya operasional, investasi teknologi pemrosesan, serta biaya distribusi dan logistik. Namun demikian, nilai tersebut cukup mencerminkan skala ekonomi dari proyek yang sempat lama tertunda ini.
Bila PT Timah mampu merealisasikan pengembangan fasilitas pengolahan logam tanah jarang di Tanjung Ular, serta menjalin kerja sama teknologi dengan mitra global seperti LCM (Inggris), SRC (Kanada), hingga CREC (Tiongkok), potensi tersebut bisa menjadi sumber pertumbuhan baru yang strategis bagi perusahaan dan industri pertambangan nasional.
Apalagi, dengan tren dunia yang bergerak menuju energi bersih dan teknologi ramah lingkungan, permintaan logam tanah jarang diperkirakan terus meningkat dalam beberapa dekade ke depan.
Dalam konteks ini, proyek monasit PT Timah tidak hanya soal bisnis, tapi juga bagian dari peluang besar Indonesia untuk menjadi pemain penting dalam rantai pasok industri global berbasis energi hijau.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.