Logo
>

Pembangunan Komoditas Pangan Gagal Capai Target Swasembada

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Pembangunan Komoditas Pangan Gagal Capai Target Swasembada

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Selama hampir satu dekade terakhir, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai swasembada berbagai komoditas pangan utama. Meski pemerintah telah meluncurkan sejumlah program ambisius, seperti upaya khusus padi hingga swasembada daging, upaya pemerintah dalam mencapai swasembada berbagai komoditas pangan selama periode 2014 hingga 2023 mengalami kegagalan.

    Hal ini disampaikan Kepala Biotech Center IPB University, Dwi Andreas Santosa, dalam Webinar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia dengan tema “Ketahanan dan Kedaulatan Pangan, Berbagai Permasalahan, dan Usulan Pemikiran”, pada Selasa, 16 Juli 2024.

    Mengutip data yang dipaparkan dalam webinar tersebut, ketergantungan pada impor pangan semakin meningkat, dengan data terbaru menunjukkan impor gandum, bawang putih, dan kedelai mencapai hampir 100 persen.

    Berbagai program swasembada yang diluncurkan, seperti Upaya Khusus Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus Pajale) pada 2015 hingga 2019, serta program swasembada bawang putih, gula, dan daging sapi, semuanya berakhir dengan hasil yang tidak memuaskan.

    Santosa mengungkapkan program Upsus Pajale yang menargetkan swasembada padi, jagung, dan kedelai tidak berhasil mencapai tujuannya, dengan masing-masing program dinyatakan gagal.

    Selain itu, program swasembada bawang putih yang dimulai pada 2017 hingga 2021 juga mengalami kegagalan serupa. Swasembada gula yang diupayakan dari 2015 hingga 2019, serta swasembada daging sapi, juga tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Semuanya berakhir dengan hasil yang mengecewakan.

    Laporan ini didukung oleh data perkembangan volume impor delapan komoditas pangan utama yang terus meningkat dari tahun 2000 hingga 2022. Volume impor gabungan beras, jagung, gandum, kedelai, gula tebu, ubi kayu, bawang putih, dan kacang tanah menunjukkan tren peningkatan yang signifikan, dengan volume impor mencapai puncaknya pada tahun 2022 dengan total 29.013.579 ton.

    Kegagalan berbagai program swasembada ini mengakibatkan ketergantungan Indonesia pada impor pangan semakin tinggi. Berdasarkan data tersebut, impor gandum dan bawang putih mencapai 100 persen, kedelai 97 persen, gula 70 persen, daging sapi/kerbau 50 persen, jagung 10 persen, dan beras 10-15 persen. Data ini mencerminkan bahwa upaya untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri belum berhasil mengurangi ketergantungan pada impor.

    Food Estate yang digagas sejak 1996 hingga 2023 juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi ketergantungan impor pangan. Kegagalan ini menyoroti perlunya evaluasi dan perbaikan kebijakan pertanian untuk mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan.

    Indonesia Ketergantungan Impor Pangan

    Data terbaru menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan semakin meningkat, khususnya pada komoditas beras dan gandum. Volume impor beras mengalami fluktuasi signifikan dari tahun 2000 hingga 2024, dengan puncak tertinggi mencapai 5.170.000 ton pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan lonjakan drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seperti 3.062.598 ton pada tahun 2023 dan 2.688.990 ton pada tahun 2011.

    Sementara itu, impor gandum juga menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Dari tahun 2000 hingga 2022, volume impor gandum meningkat dari 3.588.729 ton menjadi 10.947.345 ton. Kenaikan ini bertepatan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang semakin bergantung pada gandum sebagai bahan pangan pokok. Pada tahun 1970-an, proporsi gandum dalam pola pangan pokok hanya sekitar 4 persen, namun meningkat menjadi 18,3 persen pada tahun 2010 dan 26,6 persen pada tahun 2020.

    Jika tren ini terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2050, hampir 50 persen dari pangan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah gandum, yang seluruhnya harus diimpor. Pada tahun 2021, impor gandum mencapai 28 persen dari total konsumsi, dengan ekspor gandum sebesar 0,064 juta ton atau 0,5 persen. Konsumsi mi instan di Indonesia juga meningkat menjadi 13,27 miliar bungkus, meningkat 4,98 persen, dengan nilai ekspor mi instan mencapai USD227 juta atau 6,1 persen.

    Kondisi ini menyoroti pentingnya diversifikasi pangan dan peningkatan produksi pangan dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memastikan ketahanan pangan nasional yang lebih baik.

    Penurunan Luas Lahan Pertanian

    Data penggunaan lahan yang diolah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2012 menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam luas lahan pertanian di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis Dwi Andreas, luas persawahan mengalami penurunan yang cukup tajam dalam beberapa tahun terakhir.

    Pada tahun 2012, luas lahan persawahan tercatat sebesar 8,381,723 hektar. Namun, hasil citra satelit tahun 2017 menunjukkan penurunan menjadi 7,758,081 hektar. Lebih lanjut, angka kesepakatan tahun 2019 mencatat luas sawah sebesar 7,4 juta hektar, mengindikasikan penurunan sebesar 624 ribu hektar dalam kurun waktu lima tahun, atau sekitar 1 juta hektar dalam tujuh tahun.

    Perubahan ini menandakan adanya tantangan serius dalam sektor pertanian, khususnya dalam upaya mempertahankan luas lahan produktif untuk pertanian. Penurunan signifikan dalam luas persawahan dapat berdampak langsung pada produksi pangan nasional, yang pada akhirnya meningkatkan ketergantungan pada impor pangan.

    Data BPN tahun 2012 juga mengungkapkan sebagian besar lahan di Indonesia digunakan untuk hutan, dengan total luas 98,538,341 hektar. Lahan lainnya termasuk kebun seluas 21,901,419 hektar, padang seluas 21,541,353 hektar, dan perkebunan seluas 11,734,313 hektar. Tanah terbuka dan tegalan masing-masing mencakup 2,967,399 hektar dan 14,504,296 hektar.

    Peningkatan impor pangan yang signifikan ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi oleh sektor pertanian Indonesia. Kebijakan pertanian dan upaya swasembada yang ada saat ini dinilai tidak efektif untuk menghadapi masalah ketahanan pangan. (alp/*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).