Logo
>

Pemerintah Belum Hapus Kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemerintah Belum Hapus Kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), BPJS Kesehatan, dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, akan melakukan evaluasi terhadap sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

    Aturan mengenai KRIS diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

    "Kita mengevaluasi persiapan dari pelaksanaan Perpres 59/2024 tersebut baik dari dimensi keberlanjutan akses maupun keberlanjutan penganggaran termasuk iuran dan sebagainya," kata Ketua DJSN Agus Suprapto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.

    Agus menyampaikan bahwa pihaknya akan melaporkan hasil evaluasi secara periodik kepada Komisi IX DPR. Katanya, DPR perlu mendapatkan informasi terkait aspek kepesertaan, manfaat, tarif, dan iuran.

    "Kita akan melihat dulu dari hasil evaluasi aktuarianya, karena kita tidak ingin peserta JKN ini mengalami masalah dengan keuangan," ujarnya.

    Agus menambahkan bahwa Direktur Utama BPJS Kesehatan juga menginginkan agar masalah keuangan tidak menjadi kendala.

    "Pak Dirut BPJS juga tidak ingin repot dengan adanya masalah soal keuangan yang tidak cukup. Jadi tetap akan menjadi bagian penting, salah satunya adalah soal hitungan aktuaria untuk melihat anggaran," tuturnya.

    Lebih lanjut, Agus menegaskan, hingga saat ini pemerintah belum menghapus kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan lantaran Perpres 59/2024 masih dalam tahap evaluasi.

    "Belum ada penetapan tarif, apalagi penghapusan kelas 1, 2, 3, jadi belum ada karena dari studi-studi yang lalu tentu naskah akademik kita terakhir tahun 2022," ucap dia.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono menyatakan bahwa berdasarkan hasil survei per 20 Mei 2024, sebanyak 2.316 rumah sakit atau 79,05 persen sudah memenuhi 12 kriteria KRIS. Sebanyak 363 rumah sakit memenuhi 11 kriteria, 43 rumah sakit memenuhi 10 kriteria, 272 rumah sakit memenuhi 9 kriteria, dan 63 rumah sakit belum memenuhi kriteria KRIS.

    "Kriteria KRIS itu kita semua sudah paham, ada 12 kriteria dan sebagian besar sudah memenuhi kriteria tersebut," kata Dante dalam rapat kerja bersama Direktur Utama BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.

    Dante juga memastikan bahwa jumlah tempat tidur di rumah sakit tidak akan berkurang saat sistem KRIS diterapkan bagi peserta BPJS Kesehatan. Pihaknya telah melakukan pembaharuan terkait kesiapan rumah sakit nasional dalam implementasi KRIS, di mana kapasitas tempat tidur di rumah sakit berada di angka 30-50 persen.

    "Jadi implementasi KRIS ini akan dilakukan dan kekhawatiran akan kehilangan jumlah tempat tidur tidak akan terjadi," ujarnya.

    Dante mengestimasi bahwa ada sebanyak 609 rumah sakit yang tidak mengalami kekurangan tempat tidur saat KRIS diterapkan.

    Sementara itu, rumah sakit yang mengalami kekurangan tempat tidur mencapai 292 rumah sakit.

    "Dan yang lainnya itu hanya sedikit-sedikit, sekitar 1-2 kehilangan tempat tidur," ucap dia.

    Penjelasan BPJS Kesehatan

    Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Gufron Mukti, mengatakan bahwa perubahan tersebut akan mulai berlaku pada 30 Juni 2025.

    Adapun terkait perubahan kelas BPJS Kesehatan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Perpres Jaminan Kesehatan.

    "Kemudian ketentuan peralihan berkaitan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), ditentukan di Perpres 59 pasal 103 b, penerima fasilitas rawat inap standar paling lambat 30 Juni 2025," kata Ali Gufron dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.

    Bagaimana dengan kesiapan rumah sakit? Ali Gufron menyebutkan, dapat menyelenggarakan pelayanan rawat inap KRIS sesuai kemampuan.

    Namun, bagi peserta BPJS Kesehatan yang mendapatkan pelayanan KRIS sebelum program itu berlaku, maka tarif yang dibayarkan masih sama seperti kelas yang dipilih.

    "Dalam hal rumah sakit telah menerapkan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS dalam jangka waktu tanggal 30 Juni sebagaimana ayat 2, maka pembayaran tarif BPJS Kesehatan dilakukan sesuai tarif rawat inap rumah sakit yang menjadi hak peserta sesuai perundang-undangan," jelasnya.

    Sementara terkait dengan iuran, Ali Gufron mengatakan pemerintah belum menentukan berapa tarif yang akan diberlakukan pada program KRIS sebagai pengganti kelas 1,2,3. Ia menyebut iuran masih berlaku untuk kelas 1,2,3.

    “Mengenai besaran iuran karena Perpres 59/2024 ini perbaikan jadi bukan penggantian, tetapi perbaikan dari Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, itu disebutkan di situ besaran iuran bagi peserta PBPU dan peserta bukan pekerja manfaat pelayanan di ruang kelas III,” terangnya.

    Kemudian untuk, iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II yaitu sebesar Rp100.000 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

    Lalu, iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I yaitu sebesar Rp150.000,00 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

    “Tentu sampai sekarang ini yang belum banyak disebut sebetulnya untuk perserta penerima upah baik pegawai negeri, TNI Polri, atau pekerja di perusahaan swasta itu bayarnya 1 persen dan 4 persen untuk pemberi kerja,” terangnya.

    Dalam Perpres 59/2024 mengenai Jaminan Kesehatan, terkait iuran memang belum ada perubahan ketika KRIS akan berlaku pada 30 Juni 2025.

    Pada pasal 103B Nomor 4 pemerintah akan terus melakukan evaluasi terlebih dahulu terkait penerapan KRIS. Kemudian pada Nomor 7 disebutkan bahwa hasil evaluasi itulah yang akan menjadi dasar penetapan manfaat, tarif, dan iuran. Penetapan manfaat, tarif, dan iuran akan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi