Logo
>

Pemerintah Bidik Belanja Perpajakan Rp421 Triliun di 2025

Ditulis oleh Syahrianto
Pemerintah Bidik Belanja Perpajakan Rp421 Triliun di 2025

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meramalkan bahwa belanja perpajakan pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai Rp421,82 triliun, yang merupakan peningkatan dari angka tahun ini sebesar Rp374,53 triliun.

    Porsi terbesar dari belanja perpajakan tersebut diperuntukkan untuk pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN & PPnBM) sebesar Rp262,3 triliun, yang meningkat dari angka tahun ini sebesar Rp228,1 triliun.

    Menurut Fajry Akbar, seorang pengamat dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), peningkatan nilai belanja perpajakan pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, seperti peningkatan permintaan dan kenaikan harga, selama tidak ada perubahan dalam kebijakan.

    Fajry menjelaskan, "Sebagai contoh, beras mendapatkan fasilitas PPN. Jumlah belanja perpajakan dari komoditas beras tergantung pada dua faktor, yaitu tingkat konsumsi dan harga."

    Menurutnya, semakin tinggi konsumsi masyarakat atas beras semakin tinggi juga belanja perpajakan. Hal ini berlaku sama dengan harga, di mana apabila harga makin tinggi maka semakin tinggi nilai belanja perpajakan dari beras.

    "Sektor mana yang perlu diberikan fasilitas PPN? Menurut saya untuk PPN fokus utamanya adalah penerimaan. Kalau untuk mendorong dunia usaha dan tujuan lainnya, kita bisa menggunakan fasilitas PPh. Best practice-nya seperti ini," katanya.

    Ia menegaskan fasilitas PPN yang diberikan lebih karena faktor teknis. Jika secara teknis tidak bisa diadministrasikan maka perlu diberikan fasilitas pengecualian.

    "Sayangnya, dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ada banyak sekali kriteria objek yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut," ujarnya.

    Selain fasilitas PPN tidak dipungut dan dikecualikan, ambang batas Pengusaha Kena ajak (PKP) PPN juga berkontribusi paling besar terhadap belanja perpajakan. Oleh karenanya, perlu evaluasi besaran ambang batas PKP PPN.

    "Begitu pula dengan insentif PPh. Perlu benchmarking dengan best practice mana yang perlu diubah. Mana yang sudah tidak efektif atau tidak sesuai dengan konteks sekarang itu yang perlu diubah atau evaluasi," jelasnya.

    Kendati demikian, ia juga menerangkan untuk menghapus objek atau subjek yang fasilitas pajak, tekanan politiknya besar sekali. Dirinya juga mengakui bahwa ini bukan kebijakan yang populis.

    "Ada beberapa ketentuan yang harus mengubah pasal dalam UU, yang mana feasibility dari sisi politik jadi semakin sulit. Dan, pengurangan fasilitas perpajakan ini bisa menjadi solusi peningkatan penerimaan dalam waktu singkat. Namun kembali, faktor politik membuat opsi ini sulit dijalankan," tutupnya.

    Menkeu Soroti Utang

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya pengelolaan utang yang hati-hati untuk tahun anggaran 2025. Ia memperkirakan bahwa suku bunga yang tinggi akan terus berlanjut, yang akan berdampak pada anggaran belanja negara.

    “Kondisi ‘higher for longer‘ pasti akan mempengaruhi belanja, terutama belanja bunga utang. Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati dalam mengelola utang dalam situasi seperti ini,” ujar Sri Mulyani, Rabu, 5 Juni 2024.

    Kementerian Keuangan mematok target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 berada dalam rentang 2,45 persen hingga 2,82 persen.

    Pembiayaan investasi diproyeksikan antara 0,3 persen hingga 0,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan rasio utang dalam rentang 37,98 persen hingga 38,71 persen. Keseimbangan primer dipatok pada rentang 0,3 persen hingga 0,61 persen.

    Sri Mulyani, saat Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024, Selasa, 4 Juni 2024, menyatakan APBN 2025 dirancang ekspansif, namun tetap terarah dan terukur untuk memaksimalkan kemampuan fiskal untuk program pemerintah selanjutnya.

    Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2025, Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1-5,5 persen. Target pertumbuhan ini menurutnya ambisius, namun masih realistis.

    Kemudian agar kondisi fiskal tetap sehat dalam menyambut pemerintahan baru, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah telah mendesain rasio utang pada batas yang aman di rentang 37,9-38,71 persen terhadap PDB.

    “Pembiayaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan inovatif, prudent, dan sustainable melalui berbagai manajemen utang Indonesia yang terus di benchmark secara global,” ujarnya.

    Bendahara Negara itu mengatakan bahwa untuk menjaga rasio utang, Kemenkeu akan memaksimalkan pembiayaan internal seperti melalui Badan Layanan Umum (BLU) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Strategi Dongkrak Pendapatan 

    Di samping itu, Sri Mulyani memaparkan sejumlah strategi pemerintah untuk mendongkrak pendapatan negara 2025, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital dalam sistem perpajakan. Pada awal masa kepemimpinan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, pemerintah menargetkan pendapatan negara berada di kisaran 12,14 persen-12,36 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dibanding target pendapatan negara pada 2024, yakni 12,27 persen terhadap PDB.

    “Kami menargetkan peningkatan pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi,” ujar Sri Mulyani.

    Dia menjelaskan beberapa strategi yang akan dijalankan pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara antara lain, melalui pelaksanaan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan berbagai reformasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, serta lembaga pengumpul pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

    Salah satu kebijakan dalam UU HPP yakni. mencakup pemadanan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP), pengaturan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), dan beberapa kebijakan pajak lainnya.

    Selanjutnya, pemerintah akan melakukan penguatan core tax, CEISA, dan SIMBARA untuk peningkatan kepatuhan dan perluasan basis pajak.

    “Sistem core tax diharapkan selesai tahun ini dan bisa berjalan, sedangkan CEISA yang sudah mencapai 4.0 ini harus ditingkatkan keandalannya,” kata Sri Mulyani.

    Sebagai informasi, core tax merupakan fondasi administrasi pajak suatu negara yang mengotomatisasi proses perpajakan dari pendaftaran hingga penghitungan, pelaporan, dan pemeriksaan.

    Sementara itu, Ceisa (Customs-Excise Information System and Automation) adalah sistem informasi kepabeanan dan cukai yang merupakan program khusus milik Ditjen Bea Cukai. Di dalamnya terdiri dari berbagai aplikasi yang digunakan untuk proses administrasi, pelayanan, pengawasan, dan hal yang terkait dengan tugas dan fungsi lembaga.

    Pemerintah juga akan mengoptimalkan penggunaan SIMBARA yang merupakan sistem aplikasi pengumpulan PNBP, pajak, dan bea cukai untuk komoditas batu bara.

    “Nanti akan diperluas untuk mineral lain. Tujuannya untuk meningkatkan rasio pajak tanpa membuat ekonomi mengalami tekanan,” ujar Sri Mulyani.

    Selanjutnya, pemerintah juga akan melakukan sinkronisasi dengan sistem digital dan sistem perpajakan global. Kemudian, pemerintah juga akan melakukan reformasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan barang milik negara (BMN).

    “Kami juga menjaga dan memonitor perjanjian perpajakan global, karena ini sudah menjadi diskusi sangat intens di G20. Nanti akan ada perjanjian pajak global atau global taxation agreement, terutama untuk dua pilar yakni, tarif pajak minimal dan terkait pajak korporasi multinasional, terutama digital,” papar Sri Mulyani.

    Terakhir, pemerintah juga menetapkan insentif fiskal yang terukur demi mengakselerasi investasi. “Tentu kami akan lapor terus kepaa publik berapa insentif dan dampaknya bagaimana bagi ekonomi,” tuturnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.