Logo
>

Pemerintah Disarankan Cermati Kenaikan Harga Minyak

Ditulis oleh Syahrianto
Pemerintah Disarankan Cermati Kenaikan Harga Minyak

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah dinilai perlu mencermati dan merespons dengan tepat peningkatan harga minyak dunia atau bahan bakar minyak (BBM) ketika konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel berpotensi meningkat.

    Pasalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat menyatakan harga minyak dunia berisiko melambung tinggi mencapai USD100 per barel, ketika harga terkini tengah berada pada kisaran USD80 per barel.

    Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa pemerintah perlu memerhatikan setidaknya dua hal. Kenaikan harga BBM berpotensi membengkakkan cadangan devisa nasional dan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    "Karena sebagian besar BBM kita impor, dengan terjadinya kenaikan harga minyak dunia, devisa negara yang digunakan untuk membeli dan mengimpor BBM, akan semakin membengkak," ujarnya kepada Kabar Bursa, Selasa, 23 April 2024.

    Ia menambahkan, pembengkakkan cadangan devisa juga akan terjadi akibat rupiah yang masih terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dolar AS digunakan pemerintah untuk membiayai seluruh impor BBM.

    "Jadi barangkali yang perlu diantisipasi harga minyak dunia tadi, kalau akibat perang misalnya maka akan semakin besar devisa yang digunakan untuk mengimpor tadi akan bertambah," ucap Fahmy.

    Lebih lanjut terkait APBN, akademisi UGM itu menuturkan bahwa beban subsidi BBM yang diambil dari APBN bertambah ketika harga minyak dunia meroket. Implikasinya, pemerintah menambah anggaran subsidi BBM tersebut.

    "Kalau dengan harga minyak dunia di atas USD100 gitu maka beban APBN akan semakin berat. Kalau misalnya dengan harga di atas USD100 harga BBM subsidi tidak dinaikkan maka subsidinya akan membengkak mungkin hampir bisa Rp300 triliun," ungkapnya.

    Namun demikian, Fahmy memandang bahwa pemerintah tidak bisa begitu saja menaikkan harga BBM subsidi dengan alasan kondisi tersebut akan menyulut inflasi. Konsekuensinya, sejumlah harga akan naik sehingga membuat daya beli masyarakat akan turun.

    "Ini memang sangat dilema bagi pemerintah kalau harga minyak dunia di atas USD100 per barel," tegasnya.

    Sementara itu, dosen Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, eskalasi konflik antara Iran dan Israel dipastikan akan memukul sektor energi dunia terutama minyak bumi. Pasalnya, Timur Tengah masih memproduksi 35 persen dari minyak dunia.

    Negara-negara di Asia akan menjadi korban terparah dari konflik tersebut. Menurut data, sebanyak 30 persen minyak dari Timteng didistribusikan melalui Selat Hormuz, yang dekat dengan Iran.

    "70 persen di antaranya menuju Asia seperti China, India, Jepang, Korea Selatan. Bahkan di negara Asia Tenggara, Filipina, Singapura, dan Thailand mengambil langsung minyak bumi dari Timur Tengah," ujarnya.

    "Uni Eropa dan rest of the world atau seluruh dunia, seperti halnya Indonesia, juga akan terdampak," tukas Wijayanto.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.