Logo
>

Pemerintah Serius Garap Pariwisata Dinilai Buat Rupiah Kuat

Ditulis oleh Syahrianto
Pemerintah Serius Garap Pariwisata Dinilai Buat Rupiah Kuat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah menunjukkan kinerja yang buruk sepanjang tahun 2024 ini, mengalami pelemahan sebesar 4,21 persen dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya. Volatilitas dan pelemahan mata uang ini memiliki dampak yang serius karena dapat mempengaruhi seluruh ekonomi.

    Bahkan dalam kasus yang paling buruk, krisis ekonomi sering kali dipicu oleh penurunan nilai tukar. Sejarah mencatat krisis moneter terburuk Indonesia pada tahun 1997 yang memicu Gerakan Reformasi 1998 dan pengunduran diri Soeharto, Presiden terlama dalam sejarah republik.

    Dua puluh lima tahun setelah krisis tersebut, perekonomian Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Namun, ancaman pelemahan nilai tukar dan ketakutan akan kejatuhan nilai yang bisa memicu krisis besar masih menghantui, menuntut perbaikan yang lebih mendasar dalam struktur ekonomi Indonesia agar kerentanan rupiah tidak berlanjut. Rupiah membutuhkan dukungan yang lebih besar dari dalam negeri agar tidak rentan terhadap goncangan setiap kali sentimen pasar global berubah-ubah.

    Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan devisa dari sektor pariwisata dan harus serius memperluas sektor ekonomi lainnya untuk menarik devisa di luar sektor tambang dan sumber daya alam.

    Bulan lalu, rupiah kembali melemah dan mencapai level terlemahnya di Rp16.260/USD, yang merupakan nilai terendah sejak krisis akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020 lalu ketika rupiah turun ke Rp16.575/USD. Bank Indonesia akhirnya meningkatkan suku bunga acuannya, BI rate, menjadi 6,25 persen, level tertinggi sejak benchmark tersebut diperkenalkan pada tahun 2016. Meskipun demikian, pada penutupan perdagangan terakhir pekan ini, rupiah masih bertahan di Rp16.046/USD.

    Level itu memang sudah 'mendingan' dibanding titik terlemahnya bulan lalu, terutama karena arus modal asing jangka pendek alias hot money kembali masuk. Dua pekan pertama bulan ini, asing memborong instrumen Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sedikitnya sebesar Rp19,77 triliun dan di Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp8,1 triliun. Sedang di pasar saham, masih terjadi capital outflow (modal asing keluar) Rp5,03 triliun.

    Namun, mengandalkan devisa masuk dari arus investasi portofolio tidak cukup untuk menjaga kekuatan rupiah. Kinerja transaksi modal dan finansial lebih volatile karena mudah dipengaruhi oleh turbulensi pasar keuangan global.

    Sementara transaksi berjalan RI, yang menggambarkan pasokan valas dari kegiatan ekspor-impor barang dan jasa sehingga valas lebih bertahan lama mengendap di dalam negeri, masih sering defisit karena kekurangan variasi sumber pasokan.

    Sebagai contoh, pada akhir kuartal IV lalu, transaksi berjalan mencatat defisit USD1,3 miliar atau 0,4 persen dari Produk Domestik Bruto, berbalik dari kondisi surplus pada akhir 2022 sebesar USD4,3 miliar. Kondisi yang bertolak belakang itu karena Indonesia hanya mengandalkan ekspor komoditas sumber daya alam. Pada 2022 terjadi booming harga komoditas global, begitu 2023 pesta berakhir, transaksi berjalan RI ikut terseret.

    Mungkin akan berbeda cerita bila RI tidak cuma mengandalkan mesin ekspor dari sektor SDA. Bila Indonesia mampu membesarkan sektor pariwisata hingga semaju Thailand atau sebagus Filipina yang unggul tenaga kerja migrannya di sektor formal di bisnis hospitality global, fundamental rupiah mungkin akan lebih kuat.

    "Sektor pariwisata RI under potential [belum tergarap potensinya]. Bila kita bisa tarik pendapatan dari pariwisata seperti Thailand, yang bisa menarik turis hingga 40 juta orang sebelum pandemi, itu bisa sangat membantu [fundamental rupiah]," kata Enrico Tanuwidjaja, SVP Head of Economics & Research Bank UOB Indonesia.

    Sektor pariwisata internasional menjadi salah satu kunci ekonomi Thailand dengan sumbangan terhadap PDB mencapai 11,5 persen pada 2019, dengan kedatangan turis asing hingga 39,8 juta orang dan pada 2023 mulai bangkit setelah pandemi dengan kedatangan 28 juta turis asing dan menarik pendapatan hingga 1,2 triliun baht.

    Sementara Filipina mendapatkan pasokan devisa dari remitansi tenaga kerja mereka di luar negeri yang banyak berkiprah di sektor hospitality mulai dari asisten rumah tangga, perawat, teknisi, pekerja sektor jasa lain dan tenaga penjualan. Nilai remitansi yang masuk ke Filipina dari warganya yang bekerja di luar negeri pada 2023 mencapai USD37,2 miliar, menyumbang 8,5 persen PDB dan 7,7 persen pendapatan nasional. 

    Indonesia memiliki potensi untuk menggarap sektor-sektor itu agar pasokan devisa masuk ke perekonomian bisa semakin besar, bukan hanya mengandalkan devisa dari ekspor sumber daya alam.

    Mengacu pada data Badan Pusat Statistik terbaru, pada Maret lalu, kunjungan turis asing ke Indonesia baru 1,04 juta kunjungan. Sedang secara kumulatif selama kuartal 1-2024, kunjungan turis asing mencapai 3,03 juta, naik 25,4 persen dibanding 2023 dan sudah lebih tinggi dibanding awal pandemi, Maret 2020 yang sebesar 2,65 juta kunjungan.

    Namun, bila melihat potensi tujuan wisata alam dan luasan wilayah RI, angka kunjungan sebesar itu masih kecil apalagi dibanding Thailand. Selain itu, ada kesan Indonesia selama ini hanya berkutat mengandalkan Bali dan kini Labuan Bajo untuk menarik turis asing datang. Dengan ribuan pulau dan banyak sekali spot wisata alam yang menarik, tidak berlebihan bila potensi sektor ini masih belum terjamah maksimal.

    Pendapatan RI dari sektor wisata hanya sebesar USD7,03 miliar pada 2022. Rata-rata pengeluaran turis asing ketika berkunjung ke Indonesia mencapai USD1.448 per orang tahun itu. Sedang pada 2023, data selama periode Januari-Juni 2023, nilai devisa sektor wisata RI sekitar USD6,08 miliar dan ekspor produk ekonomi kreatif pada periode yang sama sebesar USD11,82 miliar.

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menunjukkan performa yang buruk sepanjang tahun 2024, mengalami pelemahan sebesar 4,21 persen dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya. Volatilitas dan pelemahan mata uang ini memiliki dampak serius karena dapat mempengaruhi seluruh ekonomi.

    Dalam kasus yang paling ekstrem, penurunan nilai tukar seringkali memicu krisis ekonomi. Sejarah mencatat krisis moneter terburuk Indonesia pada tahun 1997 yang mengakibatkan Gerakan Reformasi 1998 dan pengunduran diri Soeharto, Presiden terlama dalam sejarah republik.

    Dua puluh lima tahun setelah krisis tersebut, perekonomian Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Namun, ancaman pelemahan nilai tukar dan ketakutan akan kejatuhan nilai yang dapat memicu krisis besar masih merupakan masalah yang menuntut perbaikan struktural yang lebih mendasar dalam ekonomi Indonesia agar kerentanan rupiah tidak berkelanjutan. Rupiah membutuhkan dukungan lebih besar dari dalam negeri agar tidak rentan terhadap fluktuasi pasar global.

    Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan devisa dari sektor pariwisata dan harus serius memperluas sektor ekonomi lainnya untuk menarik devisa di luar sektor tambang dan sumber daya alam.

    Bulan lalu, rupiah kembali melemah dan mencapai level terlemahnya di Rp16.260/USD, yang merupakan nilai terendah sejak krisis akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020 lalu ketika rupiah turun ke Rp16.575/USD. Bank Indonesia akhirnya meningkatkan suku bunga acuannya, BI rate, menjadi 6,25 persen, level tertinggi sejak benchmark tersebut diperkenalkan pada tahun 2016. Meskipun demikian, pada penutupan perdagangan terakhir pekan ini, rupiah masih bertahan di Rp16.046/USD.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.