Logo
>

Pengamat Soroti Potensi Pelebaran Defisit Transaksi Berjalan

Pemerintah memproyeksikan defisit transaksi berjalan akan melebar hingga USD25,80 miliar atau 1,09 persen dari PDB

Ditulis oleh Deden Muhammad Rojani
Pengamat Soroti Potensi Pelebaran Defisit Transaksi Berjalan
Potensi pelebaran defisit transaksi berjalan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Foto: Abbas/KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pengamat ekonomi menyoroti potensi pelebaran defisit transaksi berjalan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto. 

    Dalam dokumen tersebut, pemerintah memproyeksikan defisit transaksi berjalan akan melebar hingga USD25,80 miliar atau 1,09 persen dari PDB pada 2029, yang sejalan dengan proyeksi IMF sebesar USD29,04 miliar atau 1,43 persen dari PDB.

    Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai proyeksi ini bertentangan dengan narasi dalam RPJMN yang menargetkan pertumbuhan ekonomi berbasis ekspor dan penguatan ketahanan eksternal. 

    “Jika realisasi RPJMN di masa lalu sering meleset dari target, ada kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan bisa melebar lebih dari yang diproyeksikan,” ujar Awalil kepada KabarBursa.com melalui telepon, Senin 10 Maret 2025.

    Defisit Transaksi Berjalan: Sinyal Ketahanan Eksternal yang Lemah

    Defisit transaksi berjalan menandakan bahwa nilai impor barang dan jasa Indonesia lebih besar dibandingkan ekspornya. Hal ini berpotensi menggerus cadangan devisa, melemahkan nilai tukar rupiah, serta menghambat kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi. Indonesia sendiri pernah mengalami periode panjang defisit transaksi berjalan, terutama pada 1981-1997 dan 2012-2020, dengan surplus singkat pada 2021-2022, sebelum kembali defisit pada 2023 dan 2024.

    Komponen utama transaksi berjalan adalah neraca perdagangan barang, yang pada 2029 diproyeksikan sebagai berikut:

    • Ekspor: USD402,95 miliar (naik 53,91 persen dari 2024)

    • Impor: USD371,85 miliar (naik 67,59 persen dari 2024)

    • Surplus barang: USD31,10 miliar (turun 22,11 persen dari 2024)

    “Anehnya, target surplus perdagangan barang justru diproyeksikan menurun, padahal pemerintah mengatakan ingin mengandalkan ekspor sebagai mesin pertumbuhan ekonomi,” kata Awalil.

    Defisit Jasa dan Pendapatan Primer Membebani Neraca Eksternal

    Pada neraca jasa, defisit diproyeksikan menurun dari 2024, tetapi masih cukup besar. Pemerintah menargetkan ekspor jasa mencapai US$68,59 miliar (+75,88 persen dari 2024), sementara impor jasa sebesar US$83,82 miliar (+45,35 persen). Defisit diperkirakan mencapai US$15,23 miliar, turun 18,41 persen dari 2024.

    Meski tampak optimis, Awalil menilai target ini terlalu bergantung pada sektor pariwisata tanpa strategi konkret untuk mengembangkan jasa bernilai tambah tinggi seperti teknologi dan keuangan.

    Yang lebih mengkhawatirkan adalah defisit neraca pendapatan primer, yang diproyeksikan mencapai US$53 miliar pada 2029, meningkat 46,85 persen dari 2024. Defisit ini mencerminkan tingginya pembayaran bunga utang dan repatriasi keuntungan investasi asing, yang berpotensi memperburuk ketergantungan ekonomi terhadap modal asing.

    Sementara itu, surplus neraca pendapatan sekunder yang berasal dari remitansi tenaga kerja dipatok naik 90,23 persen dari 2024, mencapai US$11,37 miliar pada 2029. Namun, Awalil menilai target ini kurang realistis karena tidak disertai kebijakan baru terkait pengelolaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang selama ini menjadi sumber utama remitansi.

    Kebijakan Pemerintah Tak Sinkron dengan Target Ekonomi

    Secara keseluruhan, Awalil menilai target transaksi berjalan dalam RPJMN tidak mendukung ambisi pemerintah untuk mengandalkan ekspor sebagai motor pertumbuhan ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal.

    “Narasinya penuh harapan, tapi target kuantitatifnya justru mengarah pada defisit yang lebih dalam. Tanpa strategi yang jelas, ketahanan ekonomi Indonesia bisa semakin rentan terhadap tekanan eksternal,” pungkasnya. 

    Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan pada Desember 2024 sebesar USD2,24 miliar, melanjutkan tren positif dari surplus bulan sebelumnya yang mencapai USD4,37 miliar.

    Dengan capaian tersebut, total surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai USD31,04 miliar. Meski lebih rendah dibandingkan surplus pada 2023 yang mencapai USD36,89 miliar, kinerja ini tetap menunjukkan ketahanan sektor eksternal Indonesia di tengah dinamika perekonomian global.

    Bank Indonesia menilai surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan ini menjadi faktor penting dalam memperkuat ketahanan eksternal perekonomian nasional.

    Memperkuat Sinergi Kebijakan

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa ke depan Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga ketahanan ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    “Surplus ini menjadi fondasi kuat bagi perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian global. Sinergi kebijakan yang berkelanjutan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi,” jelas Denny dalam keterangan persnya, Kamis, 16 Januari 2025.

    Denny melanjutkan, surplus neraca perdagangan Indonesia didominasi oleh kinerja neraca perdagangan nonmigas yang tetap solid. Pada Desember 2024, neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus sebesar USD4,0 miliar, ditopang oleh ekspor nonmigas yang kuat dengan nilai mencapai USD21,92 miliar.

    Menurutnya, kinerja ekspor nonmigas ini didorong oleh penguatan ekspor komoditas berbasis sumber daya alam seperti logam mulia, perhiasan/permata, dan bahan bakar mineral, serta ekspor produk manufaktur seperti produk kimia dan kendaraan beserta bagiannya.

    Dari sisi negara tujuan, ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India terus menjadi kontributor utama dalam menopang kinerja ekspor nasional.

    Di sisi lain, neraca perdagangan migas pada Desember 2024 mencatat defisit yang meningkat menjadi USD1,76 miliar. Peningkatan defisit ini disebabkan oleh kenaikan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri yang perlu diantisipasi guna menjaga keseimbangan neraca perdagangan secara keseluruhan.

    “Adapun defisit neraca perdagangan migas tercatat meningkat menjadi sebesar USD1,76 miliar pada Desember 2024 sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas,” jelasnya.

    Catatan Neraca Perdagangan

    Sementara Menteri Perdagangan Budi Santoso, mencatatkan neraca perdagangan Indonesia pada November 2024 senilai USD4,42 miliar.

    Menurut Budi, surplus pada November 2024 menjadi surplus bulanan untuk ke-55 kali berturut-turut. Nilainya juga lebih tinggi dari surplus November 2023 yang tercatat sebesar USD2,41 miliar.

    “Surplus di November 2024 mencapai USD4,42 miliar dan merupakan surplus bulanan ke-55 kalinya. Surplus ini terdiri atas surplus nonmigas sebesar USD5,67 miliar dan defisit migas sebesar USD1,25 miliar,” ujar Budi seperti diberitakan sebelumnya oleh kabarbursa.com, Kamis 16 Januari 2025.

    Adapun Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina menjadi penyumbang surplus perdagangan nonmigas terbesar pada November 2024. Secara berurutan, masing-masing menyumbang surplus senilai USD1,58 miliar, USD1,12 miliar, dan USD0,77 miliar.

    Kemudian, secara kumulatif, untuk periode Januari-November 2024, surplus neraca perdagangan mencapai USD28,86 miliar. Surplus tersebut dihasilkan dari surplus nonmigas sebesar USD47,50 miliar dan defisit migas sebesar USD18,64 miliar.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Deden Muhammad Rojani

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.